Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Lima
“Tuan, ada perlu apa Anda memanggil saya?” Hana bertanya sambil meremas tangannya.
Tubuh Hana bergetar ketakutan karena jarang sekali ia melihat Enzio semarah ini.
Dari tempat duduknya, Enzio menatap Hana dengan tajam.
Suaranya penuh emosi saat ia menunjuk karpet mewah di lantai yang warnanya telah berubah menjadi hitam.
“Kamu tidak melihat itu?”
Hana menatap karpet yang dimaksud dan menghela nafas panjang.
“Karena ulah pelayan baru yang ceroboh itu, benda kesayanganku jadi kotor! Apa ini yang kalian sebut pelayanan di rumah ini?” teriak Enzio dengan nada mengecam.
“Maafkan saya, Tuan. Saya akan menegurnya,” jawab Hana dengan nada memelas.
“Menegurnya? Apa kamu pikir dengan menegurnya benda kesayanganku ini akan kembali bersih?” Enzio mengepalkan tangannya dengan kesal. “Panggil dia sekarang! Aku mau dia yang membersihkannya dengan tangannya sendiri!”
“Tapi, Tuan–”
“Mau dipecat?” bentak Enzio, matanya menyala penuh amarah.
Hana langsung mengangguk cepat. Mau tidak mau, ia terpaksa memanggil Anna, meski ia tahu ini akan menjadi situasi sulit bagi pelayan baru itu.
Setelah Hana keluar dari kamar, Enzio menyeringai puas.
Dalam hati, ia merasa puas karena berhasil membuat Hana ketakutan. Tapi, target utamanya adalah Anna.
“Aku hanya ingin memastikan. Apa dia benar-benar memiliki pengaruh, atau milikku memang bangun karena waktunya,” gumam Enzio sambil melirik ke arah celananya.
**
***
Setelah keluar dari kamar Enzio, Anna berlari menuju halaman belakang untuk menenangkan diri. Ia berhenti di dekat kolam renang, memegangi dadanya yang terus berdebar.
“Astaga, kenapa jantungku berdebar seperti ini?” gumam Anna sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
Meski Enzio pria yang menyebalkan, Anna tidak bisa memungkiri bahwa ada sesuatu yang membuatnya gelisah setiap kali berhadapan dengannya.
Tiba-tiba, sesuatu yang dingin menyentuh kakinya, membuatnya berteriak.
“Hantu!” secara refleks, Anna menendang benda tersebut.
“Argh, sakit!” teriaknya.
Anna membuka matanya dan melihat sekeliling. Ia bingung karena suara teriakan kesakitan itu sama sekali tidak mirip seperti hantu.
“Siapa disana?” tanyanya, masih mencari sumber suara.
Kepala seseorang menyembul dari dalam kolam. Pria itu lalu naik ke tepi kolam, menatap Anna dengan tatapan kesal.
“Aku di sini!” ucapnya sambil menunjuk hidungnya yang berdarah.
“Huwaaa!” Anna kembali terkejut hingga hampir terjatuh ke dalam kolam. Pria itu dengan cepat menahan tubuh Anna.
“Buka matamu. Mau sampai kapan kamu terus begini? Kamu berat!” maki pria itu sambil memegangi Anna agar tidak jatuh.
Anna membuka matanya perlahan. Betapa terkejutnya ia saat mendapati dirinya berada dalam pelukan pria itu. Dengan cepat, Anna mendorong tubuh pria itu dan berdiri.
“Maaf,” ucap Anna, wajahnya memerah malu.
“Kamu siapa?” tanya pria itu sambil mengamati Anna dari ujung kepala hingga kaki.
“Anna, pelayan baru di sini,” jawab Anna singkat.
Pria itu mengangguk dan memperkenalkan diri. “Aku Theo.” Ia mengulurkan tangannya.
“Hai,” sapa Anna sambil menjabat tangannya dengan ragu.
Theo mendekat, membuat Anna mundur beberapa langkah hingga terpojok dan terduduk di kursi dekat kolam renang. Theo mengungkung tubuh Anna dengan senyum tipis di wajahnya.
“K–kamu mau apa?” tanya Anna gugup, matanya melirik tubuh Theo yang terbentuk sempurna dan masih basah.
Theo tersenyum kecil, lalu meraih handuk di belakang Anna. “Handuk. Aku butuh kehangatan,” bisiknya di dekat telinga Anna.
Anna langsung mendorong Theo menjauh. “Jangan macam-macam!” serunya.
Tawa Theo pecah.
“Baiklah, aku tidak akan macam-macam. Hanya satu macam,” ucapnya sambil melilitkan handuk di pinggangnya, lalu menyesap jus jeruk yang ada di meja sebelum berjalan pergi.
Anna mengusap dadanya, mencoba menenangkan diri.
“Huh! Hari ini benar-benar melelahkan.”
“Anna!” teriak Hana dari kejauhan.
Anna menoleh. “Ada apa, Mbak?” tanyanya.
“Tuan Enzio memanggilmu,” jawab Hana, wajahnya terlihat khawatir.
“Aku lagi?” Anna menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah tidak percaya.
“Ya. Kamu menumpahkan kopi di atas barang kesayangannya, jadi kamu harus bertanggung jawab,” ucap Hana.
Anna mengernyit. “Kapan aku melakukan itu?” tanyanya bingung.
Hana hanya menghela napas. “Kamu tahu kan, bagaimana Tuan Enzio? Lebih baik kamu segera menemuinya sebelum dia makin marah.”
Anna mengangguk.
Begitu sampai di depan pintu kamar, Anna menghela napas dalam-dalam. Ia mengetuk pintu perlahan.
“Tuan, ini saya Anna,” ucapnya dengan suara pelan.
“Masuk!” suara dingin Enzio terdengar dari dalam.
Anna mendorong pintu perlahan dan masuk. Namun, pandangannya langsung terpaku pada sosok Enzio yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Tubuhnya yang basah hanya ditutupi oleh handuk putih yang melilit di pinggang.
Tetesan air masih menetes dari rambut hitamnya, melewati dada bidangnya, lalu mengalir ke perutnya yang berotot.
Anna terkejut dan segera menundukkan kepala, berusaha untuk tidak menatap lebih lama. Namun, jantungnya kembali berdegup kencang.
Enzio menyadari kehadiran Anna dan melirik ke arahnya.
“Kenapa kamu berdiri saja di situ seperti patung? Masuk dan tutup pintunya,” ucapnya dengan nada datar, sambil berjalan ke arah sofa di pojok ruangan.
Anna mematuhi perintah itu, menutup pintu dan berdiri canggung di dekatnya.
“Maaf, Tuan. Saya tidak tahu kalau anda–”
“Cukup,” potong Enzio tajam. Ia mengambil posisi berdiri dengan tangan terlipat di dada, menatap Anna seperti memeriksa sebuah barang yang rusak.
Anna tetap menunduk, tetapi dari ekor matanya ia bisa merasakan tatapan tajam Enzio yang seperti menguliti dirinya.
Enzio mendekati Anna, langkahnya pelan namun penuh tekanan. Ia berhenti hanya beberapa langkah di depannya.
“Kamu bahkan tidak bisa menatapku? Apa kamu takut?” tanya Enzio dengan nada mengejek.
Anna mengangkat wajahnya sedikit, menatap langsung ke mata dingin pria itu. “Saya tidak takut, Tuan. Saya hanya menghormati anda.”
Mendengar jawaban itu, alis Enzio terangkat. Ia tidak menyangka pelayan ini berani menjawab dengan nada yang cukup tegas.
Biasanya, siapa pun yang berada di hadapannya, nyalinya akan langsung ciut.
“Bagus. Setidaknya kamu masih punya keberanian untuk bicara,” ucap Enzio sinis. Ia melangkah mendekat, memperhatikan Anna lebih saksama.
Matanya menyisir wajah Anna, turun ke leher jenjangnya, hingga ke seragam pelayan yang pas di tubuhnya.
Anna merasakan tatapan itu, dan meskipun hatinya sedikit gugup, ia tetap berdiri tegak. Tidak ada gunanya menunjukkan kelemahan di depan pria seperti Enzio.
Tanpa disadari, sesuatu di tubuh Enzio mulai bereaksi. Aset kebanggaannya yang sempat tidur sejak lama kini mulai bangun perlahan.
Itu membuat Enzio mendecak kesal dalam hati.
“Sial! Kenapa harus bereaksi seperti ini? Dan kenapa karena gadis kampung ini?” gumamnya menahan rasa frustasi.
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️