Warning⚠️
Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.
_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.
Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.
"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."
"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"
Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Anak tanpa identitas
Walau mata sendiri telah mengantuk, tapi Firman masih menepuk pelan tubuh kecil di sebelahnya. Dan saat tubuh kecil di itu tidak lagi bergerak, Firman yakin bocah itu sudah hanyut ke alam mimpi.
Wajah bocah laki-laki kisaran 2 tahunan itu di renung Firman.
"Siapa kau sebenarnya?" bisik hati Firman sambil membelai wajah bersih tanpa dosa di depannya.
Hingga saat ini Firman belum tahu nama bocah itu, apalagi identitas lainnya. Bocah itu tadi di temukan pingsan di tepi jalan. Dan entah kenapa tergerak saja hatinya ingin membawa pulang.
Tadi sore, Firman juga sudah membawa bocah itu ke klinik untuk mengobati luka seperti bekas tusukan di bagian betis bocah itu. Namun, tidak tahu sebabnya dokter tidak mau menjahit luka itu, dikarenakan luka itu sudah lama dan agak membusuk. Dokter menyarankan agar Firman merawat luka bocah itu dengan baik, agar tidak terjadi infeksi.
Di perhatikan berkali-kali wajah kecil di depannya. Firman merasa seperti pernah melihat bocah itu sebelumnya. Tapi rasanya mustahil, karna 8 tahun belakangan ini, Firman tidak pernah bertemu dengan anak-anak.
"Huaaaam."
Firman menguap lebar. Matanya benar-benar sudah mengantuk.
Baru saja mata di pejamkan, suara berisik di luar kamar mengusik gendang telinganya.
"Sialan!" umpat Firman, lalu ia bangun dan segera menghentakkan kaki menuju ruang tamu tempat suara ribut berasal.
Prakk!
"Kalian bisa diam tidak!" bentak Firman setelah menendang meja di hadapan orang-orang yang berada di ruang tamu.
Hening. Semua pria dan wanita yang berada di sana memandang heran pada Firman. Botol bir yang tadinya berada di atas meja, jatuh ke lantai dan pecah. Seketika bau ruang tamu di penuhi bau minuman haram. Abu rokok pun tampak beterbangan menambah polusi udara di sana.
"Santailah, bro." Salah seorang pria bersuara. Tangannya memegang satu botol bir. Untung saja botol itu tidak di letakkannya diatas meja. Kalau tidak mungkin sudah ikut pecah juga akibat tendangan pria jangkung di depannya saat ini.
Sebenarnya keributan malam itu sudah biasa terjadi. Suara riuh gelak tawa tiga orang rekannya dengan para wanita yang di bawa mereka ke rumah ini sudah menjadi aktifitas hampir setiap malam.
Pada malam sebelumnya pun, Firman tidak pernah mempersalahkan hal itu. Tapi entah kenapa malam ini ia takut suara riuh mereka mengusik tidur bocah yang baru sore tadi di bawanya ke rumah ini.
"Kalian ada otak kan? Coba pakai otak kalian itu. Ini sudah malam, orang juga ingin istirahat!" maki Firman pedas.
"Baiklah...baiklah. Kami diam." Pria yang bicara tadi mengangkat kedua belah tangan, seraya memandang dua orang temannya yang diam saja. Tiga orang wanita dengan pakaian seksi di sana pun tidak bersuara. Sudah pasti mereka takut dengan ancaman Firman barusan.
Firman memang di kenal paling emosian. Dia tidak pernah segan main tangan dan melayangkan benda apa saja pada orang yang mencari ribut dengannya.
"Kalau bocah dalam kamarku itu bangun. Kutendang kalian semua keluar!" Firman memberi peringatan sebelum kembali kekamar.
Keluhan berat di lepaskan Firman. Ia tahu tempat ini memang tidak layak untuk anak kecil tinggal. Sore tadi bocah itu tak henti batuk-batuk, mungkin karna ruangan ini penuh dengan asap rokok.
Tubuh kembali di jatuhkan ke atas ranjang, tapi malah hempasan tubuhnya membuat bocah yang baru saja terlelap itu terjaga.
Firman menepuk kening.
"Yayah," panggil bocah itu. Matanya yang telah terbuka melihat Firman yang berbaring di sebelahnya. Sejak siang tadi bocah yang masih cadel itu memang selalu memanggil Firman 'Yayah'.
"Ishk, sudah berapa kali kubilang. Aku ini bukan Ayah kau! Berhenti memanggilku Ayah!" bentak Firman.
"Yayah," panggil bocah itu sekali lagi seakan tidak peduli dengan kemarahan pria di depannya. Baju dan tubuh yang kotor membuat bocah itu merasa tidak nyaman.
"Terserah kau lah! Aku ngantuk!" balas Firman. Mata di pejamkan erat, malas melayani bocah itu.
"Yayah." Air mata mulai menggenang, bocah itu takut berada di tempat ini. Suara tawa cekikikan di balik pintu kamar masih terdengar.
"Yayah." Tangan kecil itu mulai merayap menyentuh tubuh Firman. Ia berharap panggilannya tidak diabaikan pria yang di panggilnya ayah. Ingatannya terbatas. Tidak banyak wajah yang bisa di ingat kecuali wajah Firman yang menyapanya setelah sadar dari pingsan siang tadi.
"Kau mau apa, hah?! Aku capek, aku ngantuk, aku mau tidur! Kalau kau mau tidur, tidur sekarang! Atau kau mau aku tendang keluar?!" bentak Firman. Wajah polos bocah itu di cengkram dengan emosi yang memuncak.
Namun, keinginan untuk kembali memarahi tidak jadi ketika melihat air mata mengalir ke pipi bocah itu. Ketakutan jelas terpancar di wajah tak berdosa itu.
Dan, tangisan itu reda setelah Firman memeluknya. Hingga akhirnya bocah itu tertidur kembali dalam dekapan Firman.
***
Firman bergegas kekamar mandi setelah menyadari arloji di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
Seharusnya ia tidak telat bangun, karna pagi ini ia harus menemui--Togar, seorang bandar narkob@.
Kepala kran di putar, air dalam bak di tunggu penuh. Ketika membuka baju, sempat ekor mata Firman menangkap puntung rokok yang berserak di lantai kamar mandi. Keluhan berat di lepaskan, coba memaklumi keadaan kalau di rumah ini bukan dirinya sendiri yang tinggal.
Selesai mandi ala kadarnya, t-shirt hitam dan celana jeans biru muda di ambil dari dalam lemari. Lalu Firman melabuhkan duduk di pinggir ranjang. Baru akan menyarungkan baju, sudut matanya menangkap tubuh kecil yang masih berada di balik selimut.
Bocah yang di temukan kemarin masih nyenyak tidur walaupun matahari sudah terik di luar sana.
"Kira-kira siapa yang mau membeli bocah ini? Tidak mungkin kusembunyikan dia di dalam rumah. Yang ada aku sendiri yang repot mengurusnya." Firman melamun memikirkan kemana harus membawa bocah itu.
Tok tok tok.
Firman menolah ke arah pintu kamar yang telah di buka dari luar, di susul hadirnya sosok pria berkulit sawo matang yang berdiri di ambang pintu.
"Bro, kenapa lama sekali? Buruan. Nanti si Togar marah kalau kita telat. Kau tau sendiri bagaimana si Togar, kan?" omel Jack. Nama aslinya Rizki, tapi dia lebih suka di panggil Jack. Padahal nama Rizki itu memiliki arti yang lebih baik.
Firman mengangguk, lalu cepat-cepat memakai celana.
"Eh, bro. Ini anak siapa? Kenapa dia di sini?" tanya Jack dengan kening berkerut. Ketika pulang jam 3 pagi, Jack sempat melihat ke dalam kamar sahabatnya. Betapa kagetnya dia saat melihat sosok tubuh anak kecil, tidur dalam pelukan Firman.
"Kemarin aku temukan dia pingsan di tepi jalan. Rencananya siang ini akan kujual dia pada Taleben, setelah kita menemui Bang Togar. Kau punya nomor Taleben kan?" balas Firman sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Ya, aku punya nomor dia. Tempat dia juga tidak jauh. Tapi? Kau serius mau jual bocah itu? Bagaimana dengan orang tuanya? Maksud aku, bagaimana kalau ayah dan ibunya mencari? Apa kau tidak kasihan?" tanya Jack meminta kepastian.
"Itu bukan urusanku. Siapa suruh mereka lalai menjaga anak, sampai membiarkan pingsan di tepi jalan. Aku yang menemukan dia, jadi sekarang bocah ini milikku. Mau aku jual atau apakan dia, itu urusanku," balas Firman. Lalu ia berdiri untuk menggantung handuk. Sisir diatas meja di ambil dan di sisirkan ke rambut. Tidak lupa parfum juga di semprot ke badan.
Rokok dan dompet diatas meja tidak lupa di sambar. Dalam diam, sudut mata Firman masih memperhatikan bocah itu tanpa di sadari Jack. Hatinya terasa berat meninggalkan anak kecil itu seorang diri di dalam kamar.
"Jack, aku mau bawa bocah ini."
Kata-kata Firman menghentikan kaki Jack yang akan keluar dari kamar. Jack kembali menoleh ke arah sahabatnya dengan kening berkerut. "What? Coba kau ulang lagi?" tanya Jack. Rasanya ia salah dengar.
"Aku mau bawa dia," balas Firman santai.
Jack melepaskan keluhan. Pria kulit sawo matang itu tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Kau sudah gila? Kita mau ke tempat Togar, bro? Kau tau Togar bagaimana kan?" Jack mengingatkan siapa bos mereka. 8 tahun bekerja pada mafia itu, tentu saja Jack hapal bagaimana karakter Togar yang arogan dan sadis.
"Tapi siang hari di rumah kita ini tidak ada orang. Aku hanya khawatir bocah ini berbuat yang aneh-aneh nanti," balas Firman memberi alasan. Ia duduk di pinggir ranjang dan menyibakkan selimut yang menutupi tubuh bocah kecil itu.
Tanpa sadar Firman tersenyum sendiri melihat wajah belepotan dan pakaian bocah itu yang kotor, karna dari semalam tidak di gantinya.
"Man, kau jangan macam-macam!" peringat Jack. Pria itu masih berdiri di depan pintu kamar.
"Siang nanti kan kita mau jual dia. Aku rasa tidak ada salahnya kalau kita bawa dia sekalian," balas Firman sambil membangunkan bocah itu.
Firman juga melihat luka di kaki bocah itu yang di tutup perban. Dokter yang mengobati bocah itu kemarin mengatakan harus membersihkan luka itu setiap hari agar tidak terjangkit kuman.
Kelopak mata bocah itu terbuka ketika kakinya di pegang Firman. Di meringis sambil memandang sekeliling termasuk melihat Jack yang masih berdiri di ambang pintu.
"Man, cepatlah! Aku tunggu di luar!" seru Jack sebelum pergi keluar.
dan tentunya semua itu tergantung Author yaa....hihihiiiii 🤭
soalnya tanggung ini, kopi hampir habis tapi malah kalah cepat sama bab terakhir yang lebih dulu habis...
🤤😩
lanjutkan Thor 👍
kopi mana kopi....🤭
bab awal yang keren menurut saya, ilustrasi kehidupan keras dengan di bumbui seorang bocah berusia 2 tahun...
semoga tokoh Firman di sini, author bisa membawa nya sebagai figur ayah angkat yang hebat.
salut Thor...lanjutkan 👍👍👍