Dena baru saja selesai menamatkan novel romance yang menurutnya memiliki alur yang menarik.
Menceritakan perjalanan cinta Ragas dan Viena yang penuh rintangan, dan mendapatkan gangguan kecil dari rival Ragas yang bernama Ghariel.
Sebenarnya Dena cukup kasihan dengan antagonist itu, Ghariel seorang bos mafia besar, namun tumbuh tanpa peran orang tua dan latar belakang kelam, khas antagonist pada umumnya. Tapi, karena perannya jahat, Dena jelas mendukung pasangan pemeran utama.
Tapi, apa jadinya jika Dena mengetahui sekelam apa kehidupan yang dimiliki Ghariel?
Karena saat terbangun di pagi hari, ia malah berada di tubuh wanita cantik yang telah memiliki anak dan suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Kolam Renang
...****************...
Araya tidak tahu kejutan apalagi yang akan ia dapat dari Shinta hari ke hari.
Ia akui memang ingin membuat hubungan Shinta dan pacarnya memburuk, tapi bagaimana jika hubungan mereka ternyata memang sudah rusak?
Lebih tepatnya masalah ada pada Shinta. Tak hanya menjalin hubungan dengan Sangga, Shinta juga berselingkuh!
Adik kesayangan Araya itu diam-diam menjadi gundik salah seorang pejabat pemerintahan. Orang suruhan Araya memergoki mereka berada di sebuah club tadi malam.
Yang mana Araya sudah mendapatkan bukti sebuah foto di mana Shinta yang duduk di pangkuan seorang laki-laki dewasa dengan begitu mesra.
“Apa kirim langsung aja ya, ke Sangga?” gumam Araya sembari menatap foto di layar ponselnya.
Ia jadi cukup kasihan pada Sangga, padahal tadinya Araya yang ingin menjadi perusak hubungan mereka, dengan membuat pacar Shinta itu tertarik padanya. Tapi ternyata, setelah Araya cari tahu Sangga ini cukup setia selama keduanya berpacaran, malah adik Araya yang membuat ulah.
Ia juga ingin membalas kelakuan Shinta dengan segera, Araya malas berhubungan dengan keluarga lamanya lebih lama lagj.
Tapi untuk saat ini, Araya mengurungkan niatnya untuk mengirim gambar itu. Memilih untuk mengetikkan sebuah pesan pada nomor yang tertera di sana.
“Kayaknya ganggu Shinta lagi asik nih,”
Seolah baru mendapatkan ide cemerlang, Araya segera memerintahkan orang-orangnya untuk merealisasikan.
Lihat saja, tidak akan Araya biarkan gadis itu hidup tenang begitu saja.
Tok tok tok...
“Permisi, Nyonya.”
Suara Bi Laksmi terdengar dari luar kamar Araya.
“Iya, masuk Bi.” Sahut Araya yang masih fokus pada ponselnya
Cklek
Ia menoleh kala pintu kamarnya terdengar terbuka, “Ada apa?”
“Maaf, Nya. Tuan menyuruh saya menyampaikan agar Nyonya menyusul Tuan ke kolam renang belakang,” ujar Bi Laksmi.
“Loh, Gevan gak ke kantor,” gumam Araya, ia melirik jam yang hampir menunjukkan pukul sembilan.
Biasanya setiap Araya pulang mengantar Ghariel, Gevan sudah ke kantornya. Tapi Araya tidak tahu jika hari ini laki-laki itu di rumah.
“Ya udah, Bi. Bentar lagi aku ke sana, makasih ya.”
Bi Laksmi mengangguk, “sama-sama Nyonya,” jawabnya sebelum pamit keluar.
Setelah menukar bajunya dengan kaos rumahan santai, Araya segera menuju ke kolam belakang sesuai yang di sampaikan Bi Laksmi tadi.
Ia memang sudah menebak jika Gevan tengah berenang. Tapi Araya tidak tahu suaminya itu akan terlihat begitu menawan jika tengah bermain air seperti ini.
Dapat ia lihat Gevan yang sama sekali tak mengenakan atasannya, hanya celana boxer yang laki-laki itu kenakan. Ketika berdiri dengan gercak air di tubuh shirtless itu, pesonanya bertambah berkali-kali lipat.
Araya berjongkok di tepi kolam, matanya terpaku pada sosok Gevan yang dengan lincah mengayuh air, menciptakan riak-riak kecil di permukaan. Ia tampak begitu santai, seakan dunia di sekitarnya tak lebih dari sekadar latar belakang yang tak berarti.
Saat menyadari keberadaan istrinya, Gevan segera menepi. Air mengalir turun dari rambutnya yang basah, membasahi bahunya yang lebar. “Kamu nggak kerja?” tanya Araya begitu Gevan berdiri di hadapannya.
Gevan menggeleng ringan. “Nggak ada rapat penting hari ini, cukup diwakilin sekretaris aja.”
Araya hanya mengangguk kecil, sementara Gevan menatapnya lekat-lekat. “Ayo renang.”
Araya langsung menggeleng. “Nggak, ah. Aku masih keinget gimana tenggelam beberapa kali.”
Bayangan masa lalu itu kembali mengusik pikirannya. Ia masih bisa merasakan dinginnya air yang menelannya, bagaimana tubuhnya panik, berusaha mencari pegangan yang tak ada. Semua karena dorongan iseng dari seorang pelayan dulu.
Gevan menarik napas, lalu mendekat sedikit. “Kan sama aku, sayang. Kamu nggak akan tenggelam lagi,” ucapnya lembut.
Araya tetap diam.
“Lagipula, nggak selamanya kamu harus ngehindarin kolam gini kan?” lanjut Gevan. Ada nada khawatir dalam suaranya. Ia tidak ingin ke depannya jika berada di situasi yang mengharuskan Araya harus bisa berenang dan ia tak ada di sana, Araya akan kesulitan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan nanti.
Araya mengalihkan pandangannya ke permukaan air yang berkilauan. Ia tahu, jika bersama Gevan, ia pasti akan aman seratus persen.
“Bisa langsung renang aja? Nggak perlu pemanasan dulu?” tanyanya ragu.
Gevan menatapnya sekilas sebelum terkekeh pelan. “Memangnya kamu mau pemanasan?”
Araya menggeleng. “Malas.”
Gevan tersenyum kecil. “Dasar istri aku yang pemalas,” gumamnya.
Araya hanya menatapnya dengan tatapan tajam, tapi Gevan tak berhenti tersenyum. Ia tahu, Araya memang seperti itu. Hari-harinya hanya dihabiskan di mansion—makan, tidur, dan sesekali keluar hanya untuk mengantar serta menjemput Ghariel. Berbeda dari dulu, sekarang istrinya bahkan enggan menghabiskan uangnya sendirian di luar.
Tanpa memberi peringatan, Gevan bergerak cepat. Ia menyelipkan kedua tangannya ke sela ketiak Araya, mengangkatnya dengan mudah sebelum membawanya turun ke dalam air.
Araya terkejut. Refleks, ia langsung melingkarkan tangan dan kakinya ke tubuh laki-laki itu, mencengkeram erat seolah nyawanya sedang dipertaruhkan. “Ih, jangan di kolam yang dalam,” protesnya dengan nada khawatir saat menyadari Gevan semakin bergerak ke tengah.
“Nggak papa,” ujar Gevan santai, tetap melangkah tanpa ragu.
Araya masih mencengkeram erat tubuh suaminya. Rasanya tubuhnya menegang, tak terbiasa dengan sensasi berada di dalam air tanpa pegangan yang jelas.
“Lepas kakinya, Araya,” ujar Gevan lembut.
Araya mengerutkan kening, tapi perlahan menuruti permintaan suaminya.
“Lemesin badan kamu, tenang aja, nggak akan aku lepas kok.” Gevan menautkan jemarinya dengan tangan Araya, memastikan istrinya merasa aman.
Araya mencoba mengendurkan tubuhnya, mengikuti instruksi laki-laki itu. Namun, setelah beberapa detik, ia menggerutu pelan, “Gak ngambang-ngambang juga.”
Gevan menatapnya sabar. Ia bisa merasakan dari genggaman tangan mereka bahwa Araya masih tegang, tubuhnya masih terlalu kaku sehingga memberat di air.
“Nah, gerakin kakinya,” ucap Gevan saat mulai merasakan tubuh Araya menjadi lebih ringan.
Araya mencoba, dan tanpa butuh waktu lama, tubuhnya akhirnya mengambang sempurna di permukaan air.
Gevan tersenyum kecil. “Tuh, bisa, kan?”
Araya diam. Sebenarnya, ia sudah pernah bilang bahwa di kehidupan sebelumnya, ia memang bisa berenang. Tapi entah kenapa, di sini, kemampuannya seakan harus dimulai dari nol lagi.
Gevan tetap menggenggam tangan Araya erat, menjaga keseimbangannya di dalam air. Laki-laki itu tersenyum melihat bagaimana perlahan ketegangan di tubuh istrinya mulai mencair. “Lihat? Nggak sesusah yang kamu bayangkan,” ujarnya, masih membiarkan Araya menyesuaikan diri. “Sekarang coba gerakin tanganmu juga, kayak gini.”
Ia menunjukkan gerakan yang benar, dan Araya mengikutinya—meski masih canggung.
Araya diam, tetapi tetap mencoba. Kakinya mulai menendang air lebih stabil, tangannya mulai mengayuh, dan dalam beberapa detik, ia bisa merasakan tubuhnya benar-benar mengambang.
“Aku bisa?” bisiknya, lebih seperti bertanya pada dirinya sendiri.
“Nah, pintarnya istri aku.” Puji Gevan membuat Araya senang.
“Tunggu, kenapa kamu malah mundur?” tanya Araya curiga, sadar bahwa Gevan perlahan melepas pegangannya.
“Kamu udah bisa berenang, kan?” Tanya laki-laki itu balik.
Araya langsung panik. “Gevan!”
Namun, laki-laki itu hanya tertawa, tetap berada di dekat sang istri tanpa benar-benar menjauh. “Tenang aja, aku di sini. Nggak akan aku biarin kamu tenggelam.”
...****************...
tbc.
komen buat kolam renang part 2 mwehehhe🤭
semangat terus ya buat ceritanya Thor
ga smua laki2 bs kek dy
bner2 kasih istri tahta tertinggi di hatinya
anak aja nmr 2
cb di konoha
istri mah media produksi anak aje
semangat terus ya buat ceritanya Thor