Ketika wabah zombie mulai menyebar di sekolah, Violetta berusaha keras untuk menahan perasaannya. Luka hatinya akibat perselingkuhan Zean dan Flora masih segar, dan kini dia terjebak dalam situasi hidup dan mati yang mengharuskan dia untuk tetap fokus. Namun, perasaan sakit hati itu tetap menghantui, mengganggu konsentrasinya setiap kali dia melihat Zean atau Flora di dekatnya.
Di tengah situasi yang genting, Arshanan, cowok yang dikenal dingin dan tidak banyak bicara, justru menunjukkan perhatian yang mengejutkan. Meski jarang berbicara, ia selalu ada di sekitar Violetta, seolah memastikan gadis itu baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puja Andriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 05
Violetta sudah pasti merasa sangat terkejut dengan apa yang di lakukan Zean. Tangan cowok itu menggenggamnya erat, menariknya untuk terus berlari tanpa memedulikan protes yang keluar dari mulut Violetta,
"Zean. Lepasin gue!!" Violetta bersungut sangat kesal. Mencoba menarik tangannya di sela-sela larian mereka.Namun, Zean tidak menanggapi dan malah semakin erat memegang tangan Violetta.
Di belakang mereka, Arshanan dan Flora hampir berhasil menyusul. Flora terlihat berusaha keras untuk tetap menjaga kecepatannya meski napasnya sudah tersenggal. Arshanan dengan gerakan cekatan sesekali menoleh kebelakang memastikan jarak mereka dengan zombie-zombie yang berlari mengejar.
Ke-empatnya terus belari sekuat tenaga mereka menuju gerbang utama sekolah dengan masing-masing memegang tongkat baseball sebagai senjata, sebelum gerombolan zombie itu berhasil mengepung mereka.
Violetta yang awalnya keras kepa ingin melepaskan genggaman tangan Zean akhirnya menyerah dan lebih memilih fokus untuk tetap bertahan hidup.
Mereka berlari melewati lorong-lorong koridor dengan larian panik, mencoba menghindari setiap serangan mendadak dari zombie yang menculik dari berbagai arah.
"Zean!!" Flora berteriak panik saat satu zombie melompat dari balik dinding di sisi mereka. Zean dengan sikap mengayunkan tongkat baseballnya memukul kepala zombie itu hingga terkapar. Sementara itu Arshanan mencoba melindungi yang lainnya dari sisi depan dengan memukul mundur beberapa zombie yang menyerang mereka.
Setelah beberapa yang mencoba menyerang berhasil di lumpuhkan, ke-empatnya kembali berlari menuju gerbang utama sekolah mereka dan setelah beberapa langkah, mereka harus kembali menghadapi para zombie yang mencoba menghalangi jalan mereka. Meski kelelahan mulai terasa, mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak maju seraya melawan setiap ancaman yang datang.
Seolah usaha tidak akan pernah menghianati hasil, gerbang sekolah sudah terlihat di depan, memberikan harapan kecil bagi mereka. Namun, suara geraman zombie yang semakin keras dari belakang mengingatkan mereka bahwa waktu terus berkejaran. Satu kesalahan saja mereka lakukan sudah pasti akan berakhir fatal dan dengan sisa tenaga yang mereka miliki, mereka ber-empat berusaha keras untuk berlari secepat mungkin dan berjuang untuk menyelamatkan diri dari ancaman yang terus mengintai.
Hari sudah beranjak Sore dan langit yang memerah semakin menambah suasana mencengkam di sekita mereka yang baru saja berhenti di depan gerbang utama sekolah yang terkunci rapat dengan napas yang masih terengah-engah.
"Sial, di kunci!" Zean merutuk kesal sekaligus frustasi. ia bahkan sampai memukul salah satu palang gerbang dengan kesal.
"Kita harus gimana?" Sementara Violetta yang tidak bisa menyembunyikan ekspresi paniknya bertanya dengan sura bergetar. Tatapanya berkali-kali berpindah antara gerbang yang terkunci dan arah dimana suara geraman zombie terdengar semakin mendekat.
Arshanan yang meremas rambutnya hampir putus asa, melirik Violetta dan segera menyadari kepanikan cewek itu. Arshanan tidak mengatakan apapun, ia berusaha keras mencari cara untuk secepatnya bisa keluar dari sekolah. Tatapannya mengedar kesekitar mencari sesuatu untuk membuka kunci gerbang atau cara melompati gerbang tersebut.
Flora tampak sudah terlalu ketakutan untuk berkata apa-apa. Ia berjongkok di sisi gerbang, memeluk lututnya erat-erat dengan tubuh yang semakin gemetar dan wajah penuh kepanikan ketika ia mendengar suara geraman zombie yang semakin dekat.
Sementara itu, Zean mencoba memeriksa bagian atas gerbang, mencari tahu apakah gerbang tersebut bisa dipanjat, "Kita bisa coba panjat ini," Zean mengusulkan.
Arshanan menyetujui usulan Zean sebagai langkah terakhir mereka. Meski tidak akan mudah, namun Arshanan tahu bahwa memanjat gerbang adalah satu-satunya cara mereka untuk segera keluar dari situasi yang berbahaya ini. Gerbangnya memang tidak terlalu tinggi dan dengan sedikit usaha mereka mungkin bisa melakukannya.
"Oke," Arshanan menatap semua orang, "yang cewek-cewek duluan," tanpa menunggu persetujuan lebih lanjut, Arshanan segera memberi isyarat pada Violetta untuk mendekat, "Naik kebahu gue, gue bakal bantu lo naik ke atas," katanya sambil berjongkok dan menyiapkan kedua bahunya.
Violetta tidak membantah dan langsung menurut, ia sadar betul bahwa di situasi yang seperti ini bukan saat nya untuk ragu-ragu. Dengan hati-hati dan persaan sungkan, ia menginjakkan kakinya ke bahu Arshanan, berpegangan pada bagian besi gerbang untuk menjaga keseimbangan, "Jangan ngintip!" kata Violetta memperingatkan.
"Iya. Buruan!" sahut Arshanan.
Dengan bantuan Arshanan, Violetta berhasil mencapai bagian atas gerbang. Cewek itu menjatuhkan tongkat baseball nya ke trotoar di depan gerbang, sebelum ia bersusah payah turun setelahnya.
"Flora, ayo! Sekarang giliran lo," Teriak Arshanan seraya menoleh pada Flora yang masih meringkuk. Sungguh, meeka sudah tidak punya banyak waktu lagi. suara-suara Zombie itu sudah seakin dekat terdengar.
Zean mengusap kepala Flora dengan lembut hingga gadis itu mengangkat kepalanya dan menunjukkan wajah penuh air matanya pada Zean.
"Ayo, sekarang giliran kamu," kata Zean.
Flora tampak ragu- ragu namun ia mulai beranjak berdiri. Bersama Zean, Arshanan segera membantu Flora memanjat gerbang, "Pegangan erat, jangan panik," kata Zean.
Setelah Flora berhasil melompati gerbang, kini giliran Zean dan Arshanan untuk memanjat.
"Buruan..." Violetta terlihat cemas.
Setelah usaha keras mereka, Arshanan dan Zean berhasil menyusul Violetta dan Flora di depan gerbang. Napas mereka terengah, keringat dingin mengucur deras, tapi setidaknya mereka berhasil selamat dari kejaran zombie di dalam sekolah saat ini.
"Ini serius yang selamat cuman kita ber-empat doang?"
Mereka saling menatap satu-sama lain ditengah usaha mengatur napas yang memburu. Setelah itu tidak ada yang membuka suara lagi, terlalu tercengang dengan pemandangan yang tersaji di depan mata ketika mereka berbalik dan memperhatikan sekitar.
Kurang dari satu hari semua kekacauan ini dimulai, namun situasi di luar sudah sangat mengerikan. Jalanan yang biasanya ramai dengan murid pulang sekolah serta kendaraan yang berlalu lalang, kini berubah menjadi pemandangan mengerikan. Beberapa mobil terlihat saling bertabrakan dengan apa hitam membumbung tinggi dari kap mesin yang rusak. Beberapa kendaraan yang lain di tinggalkan begitu saja dengan pintu terbuka seolah pemiliknya melaikan diri dalam keadaan panik.
Namun, di situasi ini tidak ada satupun orang yang terlihat. Jalanan begitu terasa sunyi dan hanya menyisahkan jejak-jejak horor yang membuat suasana semakin mencengkam sebab ada banyak sekali bercak darah yang mengotori aspal di beberapa tempat.
Mungkin karena persaan takut yang masih membayangi, Flora yang berdiri disisi Violetta tanpa sadar merapatkan dirnya, ia bahkan hampir memeluk lengan Violetta. Namun, Violetta segera mejauh, menghindari kontak fisik yang tidak diinginkannya. Wajah Violetta terlihat begitu dingin, hati nya jelas saja masih dipenuhi emosi yang belum reda terhadap Flora maupun Zean. Dan sejujurnya, kalau saja bukan karena situasi yang memaksa mereka harus tetap bersama, Violetta tidak akan sudi beada sedekat ini dengan Flora.
"Kita harus cari kendaran untuk pergi dari sini," Arshanan bersuara, memecahkan keheningan yang sempat terjadi. Matanya bergerak tajam mengamati satu persatu mobil yang terbengkalai di jalanan. Kebanykan pintunya terbuka dan beberapa sudah rusak parah akibat tabrakan.
Setelah mengutarakan rencana nya dan tidak mendengar protesan dari tiga orang lainnya, Arshanan segera mengambil insiatif menjadi orang pertama yang bergerak. Dengan hati-hati, ia mendekati mobi-mobil yang terbengkalai di jalanan. Tongkat baseball ditangannya di genggam erat sebagai senjata jika kalau-kalau ia mendapat serangan dadakkan. Kemudian, ketiga lainnya segera menyusul dengan kewaspadaan yang serupa pula.
"Cari mobil yang ada kuncinya dan masih layak dipakai," seru Arshanan memastikan semua orang mengerti prioritas mereka.
Ke-empatnya mulai memeriksa satu persatu kendaraan dengan serius. Flora terlihat gugup ketika memeriksa salah satu mobil dengan tangan gemetar, sementara Violetta berusaha bersikap tenang meski matanya tidak bisa berhenti melirik ke sekitar. Zean disisi lain, langsung menuju mobil yang terlihat lebih utuh di banding yang lainnya. Zean segera memeriksa pintu serta bagian dalamnya dengan teliti.
"Ini gue nemu satu!" seruan Zean itu seolah mampu meluapkan persaan putus asa yang sempat menggerogoti sebab sebelumnya mereka hanya menemukan mobil-mobil yang sudah tidak layak di gunakan, entah Karena rusak parah akibat kecelakaan atau kuncinya tidak ada.
Semua mata langsung tertuju pasa Zean yang berdiri di samping sebuah SUV hitam. Mobil itu masih terlihat dalam kondisi cukp baik karena hanya memiliki beberapa goresan saja di bagian body.
"Kuncinya ada?"
"Ada. Kita bisa pake ini." sahut Zean dengan semangat.
Kemudian mereka berempat segera bergerak memasuki mobil tersebut, meski sempat melewati perdebatan kecil tentang Zean yang ngotot tidak ingin Violetta duduk di kursi depan bersama Arshanan yang akan menyetir dan meminta cewek itu untuk duduk di kursi belakang bersama Flora dan Violeta tentu saja menolak keras. Dan keputusan terakhirnya tetap sama, Violetta tetap duduk di kursi depan bersama Arshanan yang menyetir, dan Zean duduk di kursi belakang bersama Flora.