Callista merupakan salah satu murid yang menjadi korban pem-bully-an. Ternyata dalang dari semua itu adalah Zanetha, adik kesayangannya sendiri. Sampai suatu hari Callista meninggal dibunuh oleh Zanetha. Keajaiban pun terjadi, dia hidup kembali ke satu tahun yang lalu.
Di kehidupan keduanya ini, Callista berubah menjadi orang yang kuat. Dia berjanji akan membalas semua kejahatan Zanetha dan antek-anteknya yang suka melakukan pem-bully-an kepada murid yang lemah.
Selain itu Callista juga akan mencari orang tua kandungnya karena keluarga Owen yang selama ini menjadi keluarganya ternyata bukan keluarga dia yang asli. Siapakah sebenarnya Callista? Kenapa Callista bisa menjadi anak keluarga Owen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Pembalasan
Bab 5. Pembalasan
Setelah selesai melakukan pengambilan darah sebanyak satu labu, tubuh Callista merasa ringan. Seorang perawat memberikan dia segelas susu hangat. Wanita sudah beberapa kali mengambil darahnya, jadi sudah tahu apa yang harus dia lakukan terhadap Callista.
"Apa Nona akan langsung pulang atau mau beristirahat dahulu di sini?" tanya perawat yang sudah paruh baya.
"Aku ingin pulang saja, Suster" jawab Callista.
Sebelum pulang, Callista menyempatkan diri untuk mendatangi kamar rawat Zanetha. Sebagaimana mereka sekeluarga bersandiwara, maka dia pun akan melakukan hal yang sama. Gadis itu akan berpura-pura menunjukkan kasih sayangnya kepada sang adik seperti di kehidupannya dahulu. Menjadi orang yang baik, penyayang, dan penurut di mata orang-orang.
"Mama ... Papa, bagaimana keadaan Zanetha sekarang?" tanya Callista begitu masuk ke ruang itu. Dia menunjukkan wajah yang khawatir.
"Kamu bisa melihatnya sendiri, Callista. Sungguh malang sekali adikmu ini. Seharusnya hari ini dia bersenang-senang bersama kita. Tapi, yang ada dia malah terbaring tidak berdaya seperti ini," jawab Hannah dengan lirih.
Wanita itu terlihat sendu dengan mata berkaca-kaca. Dia memang sangat menyayangi dan memanjakan putri kandungnya. Dia juga akan menjadi orang pertama yang maju demi menyenangkan hati Zanetha.
"Semoga Zanetha cepat sembuh dan bisa berkumpul bersama kita di rumah," kata Callista sambil mengusap punggung Hannah.
Tidak ada ucapan terima kasih dari Michael dan Hannah kepada Callista yang sudah memberikan darah langka itu untuk Zanetha. Seakan keberadaan gadis itu memang untuk dijadikan tumbal bagi putri keluarga Owen.
Callista menatap wajah Zanetha yang kini sudah tidak terlihat pucat. Muka gadis itu sudah terlihat normal. Rasanya dia ingin mencabut selang berisi darahnya agar adiknya itu mati dan tidak akan banyak orang yang menjadi korbannya kelak.
***
Keesokan harinya Callista mencari pelaku yang sudah melakukan penyerangan kemarin. Ternyata surat yang dikirimkan kepadanya itu adalah surat palsu. Tidak ada murid yang bernama Vega di Sekolah Alexandria ini. Dia yakin kalau orang itu suruhan Zanetha, seperti para pelaku sebelumnya yang sering melakukan perundungan kepadanya.
Callista pun berkeliling ke tempat-tempat yang lumayan sepi. Biasanya para pelaku perundungan akan membawa korban ke tempat seperti ini agar tidak ada yang melihat aksi mereka.
Gadis itu merasakan kehadiran seseorang di dekat gudang penyimpanan alat-alat olahraga. Dia melihat ada orang di sana.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Callista kepada seorang murid laki-laki.
Murid itu memunggungi Callista, begitu membalikan badan, betapa terkejutnya dia mengetahui siapa orang itu. Laki-laki itu adalah Henry, ketua klub anggar.
"Aku baru menyimpan beberapa peralatan," jawab Henry.
Callista menelisik ketua klub dengan cermat. Dia tahu bagaimana kemampuan laki-laki ini. Henry itu salah satu atlet nasional olahraga anggar. Sang gadis juga banyak belajar cara memainkan pedang anggar darinya.
"Aku dengar kamu diserang oleh seseorang kemarin," ujar Henry.
"Ya. Dan aku sekarang sedang mencari pelakunya," balas gadis berkepang satu.
"Bagaimana cara dia menyerang dirimu?"
"Dia menyerang dari arah belakang dan memukul kepalaku sampai pingsan."
"Lalu, bagaimana dengan kepalamu? Apa memiliki luka terbuka atau memar?"
"Sepertinya tidak terluka, hanya saja rasanya sakit sekali dibagian belakang kepala aku ini."
"Berarti orang yang menyerang kamu itu paham akan titik serangan yang bisa membuat lawan pingsan. Carilah orang yang diperkirakan memiliki kemampuan itu."
Callista baru kepikiran akan hal ini. Dia juga membenarkan ucapan Henry.
***
Ketika Callista melewati sebuah lorong, dia mendengar beberapa orang sedang membicarakan dirinya. Lalu, gadis itu pun mengendap-endap mendekati mereka untuk mencuri dengar. Ternyata ada tiga murid laki-laki kelas dua, satu kelas dengannya.
"Kita harus bisa menjalankan misi kali ini. Buat wanita itu tertekan ketakutan," kata murid laki-laki berbadan tinggi kurus.
"Iya. Kemarin beberapa usaha sudah kita coba, tetapi selalu gagal," ujar murid yang memiliki tubuh yang besar.
"Kalau kali ini gagal juga, maka uang itu agar hilang. Dia tidak mau membayar kita kalau tidak berhasil membuat Callista menderita dan menangis," tutur laki-laki murid yang memakai seragam acak-acakan, alias pakaian tidak di masukan ke dalam celana.
Ketiga murid laki-laki itu saling bersahutan membicarakan perundingan untuk Callista sesuai dengan keinginan seseorang. Dengan membuat jahat kepada Callista, mereka akan mendapatkan imbalan uang yang cukup banyak, tentu saja mereka mau.
"Kali ini kita serang ketika masuk kelas saja. Biar di saksikan oleh teman sekelas," kata murid yang memiliki tubuh besar.
"Bodoh! Kalau begitu kita akan ketahuan dan bisa-bisa kena skorsing," pekik murid berbadan kurus dan tinggi.
"Kita pancing saja dia ke ruangan perpustakaan atau ruangan kesenian. Dia kan kadang suka memainkan piano. Aku rasa di sana tempat yang tepat," ucap murid yang memiliki penampilan berantakan.
Callista yang mendengar pembicaraan mereka, tiba-tiba terbersit suatu ide rencana. Dia akan melancarkan pembalasan sebelum mereka memulai rencananya itu.
Ternyata tempat yang dipilih oleh ketiga murid laki-laki itu adalah ruang musik karena melihat Callista masuk ke ruangan itu. Mereka sangat bersemangat sekali untuk melakukan pem-bully-an.
Begitu mereka mendorong pintu yang terbuka sedikit, sesuatu jatuh menimpa mereka bertiga. Yaitu, satu wadah tanah halus menimpa ke kepala dan tubuh ketiga orang itu. Muka dan pakaian mereka dipenuhi oleh tanah.
"Aaaaaaa. Sial!" Umpat mereka bertiga sambil mencoba membersihkan tanah itu dari kepala dan baju.
Tidak sampai satu menit kemudian satu ember air kotor dan bau menguyur mereka bertiga. Tentu saja ini membuat mereka terlihat sangat menyedihkan. Niat ingin membuat Callista jera, ini sekali mereka sendiri yang kena serangan mendadak.
"Oh, apa-apaan ini!" Murid laki-laki berbadan tinggi kurus membersihkan air yang membasahi mukanya.
"Siapa yang sudah melakukan ini semua!" Kali ini murid berbadan besar yang berteriak.
"Apa ini jebakan yang sudah sengaja dipasang oleh seseorang dan kita malah terperangkap olehnya?" Murid berbaju berantakan itu semakin terlihat menyediakan.
Callista yang bersembunyi di balik tirai, menahan tawanya. Dia tidak menyangka kalau melakukan serangan balasan itu sangat menyenangkan.
"Rasakan! Kalian kira, aku akan diam saja kalian sakiti. Tidak akan pernah ada lagi kesengsaraan dan penindasan yang menimpa diriku," batin Callista.
***
Callista tetap tidak bisa menemukan pelaku yang menyerangnya beberapa hari yang lalu. Charlie dan beberapa anggota OSIS juga ikut membantu mencari pelaku. Namun, sampai saat ini tidak ada petunjuk tambahan apa pun lagi.
"Aku rasa dia bukan orang sembarangan," ucap Charlie.
"Ya. Apalagi hari itu, Zanetha juga mengalami kecelakaan berkuda," ujar Callista sambil mencoret-coret selembar kertas menggambarkan denah sekolah.
Callista sedang memikirkan berbagai kemungkinan. Seperti orang-orang yang terbiasa berkeliaran di sekitar tempat kejadian.
"Ada ruang klub anggar, klub karate, dan pecinta alam. Apa pelaku salah satu dari anggota klub ini?" batin Callista.
***
jngan lengah ya callista... karena boom wktu menunggumu... apalgi dngan perbhan si zanet nntinya yg hbis oprasi...
semoga saja...