Soulmate Surprise From Crush

"Kasian kamu pasti cape bangat." ucap Faza sambil mengelus Zia yang tertidur di Mobil, lalu dia mengangkat istrinya dan menidurkannya di kasur.

"Mhhh..." lebih Zia yang merasa terganggu, lantaran Faza membuka dressnya.

"Udah, kamu tidur aja. Aku yang gantiin baju kamu, Baby. " Faza.

"Aku belum gosok gigi, " ucap Zia, dengan mata yang masih terpejam karna kantuk yang menyerangnya sangat hebat, selama ini Zia tak pernah sedamai ini, kalo bukan dekat Mia. Sekarang dia bisa tidur tampa takut ada musuh karna ada suamiNya, Faza.

"Gapapa, gak gosok gigi sesekali inih." Faza.

Zia terdiam kayak boneka yang di engsok-engsok lembut,di lepaslah semua baju Zia, termasuk bra, saat hendak melepas CD Zia, Zia tersadar dan langsung berkata, "Jangan! malu, ini juga gak sopan." ujar Zia yang langsung kehilangan rasa kantukNya seketika.

"Kenapa? enggak masalah kalo suami mau, kenapa kamu bilang gak sopan? " Faza.

"Jangan sayang, malu." Zia sambil mengerucutkan bibirnya.

Faza merasa gemas karna Zia bertingkah lucu,"Kita bahkan sudah melakukan lebih, dan melihat semua yang ada, kenapa malu? " Ujar Faza.

"Gak tau, malu aja." Jawab Zia dengan wajah memerah, dia langsung turun dari ranjang, mengambil baju yang ia kenakan lalu berjalan cepat meninggalkan suaminya, tentunya dia berjalan dengan keadaan hanya memakai celana dalam.

Diletakanlah baju kotor Zia di tempatnya, lalu dia menatap cermin besar yang adi di depannya dan makin memerah wajahNya, Karna dia udah telanjang, saat hendak masuk kekamar mandi Faza memeluk Zia dari belakang.

"Kamu menggoda bangat Zi, jalan gak pake apa-apa kaya gini, sexy." Faza dengan nakalnya meremas payudara Zia.

"Ah..." Desah zia.

Faza teringat, Zia sedang hamil dan lelah, jadi menghentikan kegiatannya sebelum kegilaannya menyerang.

"Kenapa berhenti?."

"Ayo! cepat, kamu pake baju. Takut masuk angin." ucap Faza sambil mengelus perut Zia,"Sama kasian dede bayinya yang di dalam."

" Jangan berhenti ditengah mas,lanjutin!" ucap Zia, dia langsung mencium suaminya dan dengan bruntal nya melepas kemeja Faza, hingga mereka sama sama telanjang.

Mereka ciuman dengan liar, Faza tengah menelusuri rentetan gigi istrinya dengan lidah, tak kalah Zia juga membalas. Sejak kemarin ciuman Faza lebih mendominasi dan menuntut dari biasanya, sampai Zia kewalahan. Setelah beberapa menit berciuman mereka melepasnya karna oksigen yang mereka hirup terasa habis.

"Jangan sayang, aku takut khilaf, kali ini jangan goda aku Zi, ingat! sekarang kamu gak sendiri, aku takut melukai kamu sayang, kamu paling tau aku lemah bangat sama kamu,kesenggol kamu dikit aja udah bangun." Faza dengan suara beratnya.

Zia tau kalau Faza sudah sangat terangsang, bahkan dari dia membuka dress miliknya, senjata milik suaminya sudah berdiri tegak perkasa, suaranya juga sudah berat, Zia paham betul kalau suara pria sudah sangat berat dan parau tandanya nafsu mereka sudah di puncak, tapi kenapa Faza bisa menahannya? sesayang itulah Faza pada dirinya, takut melukainya dan janin yang tengah iya kandung.

Bukan Zia namanya kalo cuman sampe ciuman,dia juga sudah basah, bukannya gak sayang anak! dia jelas rau harus menuntaskan harganya juga, dia akan kecewa juga keinginan ingin di sentuh suaminya hanya sebatas ciuman.

"Tapi aku mau lebih mas." Zia.

"Gak bisa," Faza sambil menggendong Zia kekamar mandi, memakaikannya jubah mandi dan menyiapkan pasta gigi untuk istrinya.

Zia dengan kecewa gosok gigi dengan kesal,"Mas Faza jahat".

" Enggak, Mas gak jahat. Mas cuman gak mau kamu kenapa-napa."

Zia hanya terdiam, lalu dengan sigap mencium Faza kembali. Dan, ya. Lagi-lagi Faza tenggelam dalam bujuk rayu Zia, emang godaan terbesar pria adalah perempuan.

"Anak kita ngerti kok, makanya aku biasa aja,gak masalah waktu itu mas keluarin di dalam, ekhem." Zia.

"Sayang...malam ini gak dulu, kamu cape, besok aku balas dendamnya ya, sekarang aku lagi mati-matian nahan, ini demi kamu sayang, jangan goda mas lagi.." Faza sambil mengecup bibir istrinya.

Zia terdiam dan mengangguk,dandengan manja minta di bopong ke tempat tidur.

...----------------...

Ditempat lain ada pengantin baru yang kelelahan, dan sudah membersihkan diri, jantung Alena terus berdetak kencang sambil memakai body lotions, dia terus merasa gugup.

"Lo kenapa si Len, udah...jangan kek anak baru gede! lo udah kepala 2." guman Alena yang mendengar suara guyuran shower dari kamar mandi, yang semakin membuatnya gugup. 

Fingga keluar hanya dengan lilitan handuk dengan rambut basahnya.

"Ganteng bangat suami gue, jangan-jangan ini mimpi?" Alena membatin lagi, melihat Fingga dari cermin. 

Fingga mendekati Alena, membuat Alena terkesiap jarna Fingga berbisik, "Body lotions kamu wangi bangat."

Alena terdiam, lalu menatap Fingga, berbeda dengan Zia dan Faza yang penuh kendala saat akan melakukan malam pertama, Fingga dan Alena langsung melakukanNya setelah acara selesai.

Sekarang mereka tengah berciuman dengan posisi Alena terkukung Fingga di kasur.

"Boleh malam ini?" Fingga.

"Iya, " Alena dengan malu malu.

Fingga langsung mencium kembali Alena, wanita cantik yang tengah ia kukung dengan lingerie sexy itu dengan lembut, pelan,panas, dan berubah menjadi menuntut.

Tangannya mulai meraba paha mulus Alena, lalu pinggang,sampai payudara, memberikan rangsangan pada sang istri, "Ughh..." Leguhan pertama Alena keluar saat Fingga mencium lehernya, memberi kissmark disana dan memainkan Puncuk gunung sang istri.

"Ahh...stop! honey. rasanya aneh, ahh..." Alena.

Fingga tersenyum nakal, "Tapi enakkan, lebih enak dari saat itu".

Pshhh

Wajah Alena langsung memerah, Fingga langsung melanjutkan aksinya sampai mereka telanjang bulat, Fingga menciumi perut Alena dan turun kebawah, memainkan sampai dibagian utama, dia lalu memainkan inti Alena dengan lidahnya.

Alena cukup tersentak, malu jelas ia rasakan, tapi dia juga tak bisa menolak, tubuhnya melengkung seraya Fingga dengan liar memainkan area sensitifnya dengan lidah.

Setelah selesai, Alena langsung membalik Fingga dan mengulum milik suaminya yang berdiri tegak.

"Cukup Alena sayan, ogh..." ucap Fingga yang merasa akan menyemburkan lavanya. Fingga bergegas membalik tubuh Alena dan mulai memapankan posisi untuk menjebol milik istrinya.

"Ahhh...nghh, mh. " Rintih Alena saat kejantanan Fingga masuk.

"Tahan, baby!" Fingga.

Jlep kejantanan perkasa milik Fingga masuk semua, "Ahhh...hikss," Alena menangis.

"Sakit ya,maaf sayang tapi aku gak bisa berhenti, kita pelan-pelan ya lakuinnya, sekarang kamu percaya kan? bahwa malam itu kita gak ngelakuin apa-apa," ucapan Fingga dia angguki Alena.

Alena mencium Fingga yang terlibat jelas raug wajahnya merasa menyesal memasukan semua kejantanannya. Fingga benar-benar tak bisa menahannya.hangat dan sempit iya rasakan dipuncak kepala kegagahannya, sensasi luar biasa yang baru ia rasakan mendorongnya untuk langsung memasukan semua, apa kagi jalur yang ia lewati sudah sangat basah, mempermudah dirinya mendorong ke dalam, terjepit juga miliknya di dalam milik Alena, melihat Alena yang menangis Fingga merasa ingin menghentikannya.

"Jangan berhenti, lanjutkan sayang!aku menangis memang karna sakit, tapi juga karna haru, ternyata aku masih prawan, dan dengan sadar aku memberikan mahkotaku padamu." Alena.

Fingga mencium Alena, menghujami wajah istrinya dengan ciuman, juga bisa merasakan aliran cairan hangat mengalir di paha dan miliknya itu adalah darah keprawanan Alena.

Serasa Alena tenang dan mulai menikmati permainannya, Fingga mulai menggerakan pinggulnya dan menarik maju mundurkan pelan.

"Ah, ah, ah...sayang..." Alena yang mulai merasakan sensasi luar biasa ditengah sakit dan perih yang ia tahan.

Fingga merasakan miliknya makin terhempit membuatnya semakin menaikkan tempo yang ia mainkan sampai, "Ahh..." desahnya, dja mencapai klimaks dan menyemburkan lava ke dalam rahim istrinya.

Mereka melakukannya dengan bahagia. Cinta mereka satukan dengan penyatuan surga dunia, mereka seperti melayang diudara, sensasi luar biasa mereka rasakan, desahan demi desahan mereka bersautan, seperti irama musik bagi mereka.

Sudah berapa kali juga Alena mendapat pelepasanya, berbeda dengan Fingga yang baru 2 kali.

Sesuai dugaan Qion, bahwa dia akan langsung tancap gas di malam pertama,tak tanggung-tanggung mereka melakukannya sampai pagi.

...----------------...

Jam 8 pagi, dan tanggal merah, membuat Amena datang ke tempat latihan lebih awal, bekas air hujan masih tergenang di halaman dann rumput tempat latihan, berbeda dengan Zia yang tengah muntah- muntah ditemani Faza, berbeda dengan Alena dan Fingga yang bangun kesiangan dan melakukannya di kamar mandi lagi, berbeda dengan Cila dan Ronald yang sedangminum coklat panas dengan mesra, Amena sedang bersama Fikran dan Andreo yang mendapat tugas dari Aldhain.

"Amena, kamu akan mendapat tugas pertama, introgasilah mata-mata musuh yang baru tertangkap kemarin, jika tak mau bicara bunuh dia langsung dan selidiki, dari gelagat yang dia tunjukkan sebelum mati." Aldhain.

"Baik,Tuan!" Amena.

"Dan, kamu Fikran temani aku, kita harus ke markas. Vandra sedang ke Itali berangkat tadi malam, dia melaporkan sesuatu yang janggal."

" Iya Tuan. mari saya tuntun, hati-hati rumputnya basah, takut tuan kepleset nanti stroke."Fikran.

Tuk.

Fikran kena timpuk kunci mobil yang dilempar Aldhain.

"Walau udah tua, jiwa saya masih muda dan kuat, doamu Fik, pengen cepet aku kena stroke, ya! " Aldhain sambil menjewer kuping Fikran

"Ampun Tuan, ampun..." Fikran.

Fikran emang usil bangat sama Aldhain, tak ada takut-takutnya, Aldhain juga sudah menganggap Fikran cucu, makanya tak iya ambil hat, Fikran emang usil.

"Andreo, kamu bimbing Amena setelah ujiannya selesai." Titah Aldhain.

"Baik, Kek." jawab Andreo ,sambil melipat buku yang dia baca.

"Buset! dia baca buku setebal itu pagi-pagi gini? gak pusing apa sama tulisannya? Tapi kok aku jadi berdebar ya, masih remaja aja gantengnya bukan main, lihat jakunnya dan mata yang tertindih kacamata itu, rahang yang tegas, badan yang semampai, padahal baru mau belasan tahun,bagaimana usia 20 tahunan nanti? pasti bahunya tambah lebar."batin Amena setelah terkekeh oleh tingkah Fikran. 

"Ayo kak, saya tunggu di ruangan sebelah." Andreo.

Amena terdiam membatu, sekujur tubuhnya membeku, lalu sedikit mendongak untuk menatap Andreo yang tengah melepas kacamatanya itu.

Jantung mereka saling berdetak kencang. Ada perasaan aneh yang menjalar di tubuh mereka, lalu dengan cepat agar tak membuang waktu Andreo menarik Amena menuju ruangan introgasi.

"Cepetan. Nanti aku ada kelas lagi kak." Andreo dengan dingin.

"Iya, sabar! dasar bocah, gak usah ditarik juga. Lepasin tangan gue sekarang!" Amena dengan kesal.

Andreo melepas tangannya dan memalingkan wajah yang terlihat dingin namun sebenarnya hatinya tengah ketar-ketir.

Amena bukannya marah, dia masuk keruang introgasi dengan cepat juga karna ada alasan, dia merasakan keanehan pada jantungnya.