Sang Penakhluk

"Kenapa jadi kau yang terlihat khawatir? Dia pasti akan datang," ujar seorang pria parubaya yang duduk di atas kursi rodanya. Wajah renta itu tak bisa menyembunyikan kesedihannya, kehilangan satu cucunya seperti kehilangan separuh nyawanya.

Malik Wirabumi menatap sayu tubuh yang sudah terbujur tertutup kain putih didepannya, di sampingnya berdiri seorang pria yang selama ini menjadi tangan kanannya. Pria yang juga menjabat menjadi wakil Presdir di Wirabumi Corp, Anom Wijaya.

"Saya tahu, tapi Tuan Muda Baratha adalah pria yang sangat susah ditebak," ujar Anom yang tahu seluk beluk keluarga Wirabumi dengan sangat baik. Dia tahu karena sejak kecil ia sudah hidup ditengah tengah keluarga terpandang itu.

Anom Wijaya adalah anak yang dipungut oleh Malik Wirabumi dari sebuah panti asuhan. Sengaja Malik mengambil satu anak laki laki untuk menjadi teman Krisna yang waktu itu sangat dibatasi pergaulannya oleh kedua orang tuanya.

Sebagai cucu pertama (yang diakui), semua hal tentang Krisna sangat diistimewakan. Dan sejak kecil Anom dididik untuk menjadi teman, sekaligus orang yang bisa di andalkan oleh Krisna.

"Dia sangat membenciku, tapi aku yakin Baratha sangat mencintai saudaranya. Dia pasti akan mengantarkan Krisna ke peristirahatan terakhirnya."

"Saya sudah siapkan semua yang berkenaan dengan pemakaman nanti, mungkin Tuan Muda Baratha akan tiba sekitar tiga atau empat jam lagi. Sekarang sebaiknya saya antar anda pulang karena sebentar lagi jenasah akan di bawa ke mansion sebelum di kebumikan. Kepala maid juga mengabarkan jika Nyonya Wening sudah bisa tenang."

Malik mengangguk pelan, ia biarkan Anom mendorong kursi rodanya keluar area rumah sakit. Sebelum sampai di area parkir pria parubaya itu tiba tiba teringat sesuatu.

"Kau sudah menemukan gadis itu?"

Anom sejenak menghentikan langkahnya, hal ini tak pernah ia bahas karena ia tahu suasana hati Tuan Besarnya. Hampir satu minggu penuh menyaksikan cucu kesayangan berada di antara hidup dan mati adalah hal yang sangat berat.

"Ya, saya sudah menemukannya. Dinar Paramita, gadis berusia tujuh belas tahun yang merupakan putri dari keluarga Daryono. Baru beberapa hari yang lalu ia lulus sekolah, dan menurut yang saya dengar gadis itu akan menikah besok."

"Menikah? Jangan jangan..." lirih Malik dengan wajah khawatir. Dia tahu cucunya sudah membuat satu kesalahan pada gadis yang disebutkan oleh Anom.

"Apa yang ada di pikiranku sama denganmu? Apa telah terjadi sesuatu pada gadis itu? Jika itu benar maka seharusnya dia menjadi tanggung jawabku...tanggung jawab keluarga ini. Bisa saja dia sedang mengandung penerus keluarga ini!"

"Saya mengerti dan sudah menyelidikinya, tapi nyatanya semua masih semu. Saya belum mendengar tentang apapun yang Tuan Besar katakan tadi," sahut Anom.

"Kita harus membuat gadis itu terikat dengan kita, aku tak mau cicitku terlantar di luar sana," ujar Malik yang yakin jika kejadian malam itu sudah menumbuhkan calon penerusnya di rahim gadis bernama Dinar itu. Dugaannya diperkuat dengan pernikahan Dinar yang terkesan sangat terburu buru.

"Hanya ada satu cara yang bisa membuat dia terikat selamanya dengan keluarga Wirabumi..."

"Aku belum gila hingga harus memaksa gadis muda untuk menikah denganku," gerutu Malik berdecak kesal.

"Bukan anda...tapi cucu anda, satu satunya cucu anda sekarang ini."

"Baratha....ya...kau benar! Apapun caranya akan aku buat Baratha dan gadis itu bersatu!"

*

"Dasar wanita goblok! Sudah aku katakan untuk tidak melakukan hal bodoh. Yang kita hadapi adalah Wirabumi! Kau tahu apa artinya bukan? Mati...kita akan mati!"

Seorang pria mengenakan kemeja warna merah muda berpadu celana jeans panjang warna senada terlihat marah dengan dua tangan berkacak pinggang. Di depannya duduk seorang wanita dengan make up luntur karena air matanya.

"Mana aku tahu jika Krisna akan mati, itu salahnya sendiri...kenapa waktu itu dia harus pergi. Coba jika aku diijinkan melayani hasratnya, dia pasti baik baik saja," kilah wanita bernama Anindita itu, dia adalah seorang aktris muda berbakat yang sedang naik daun.

Ambisinya untuk segera memiliki Krisna sangat besar, karena menurutnya kekayaan dan kekuasaan keluarga Wirabumi adalah gerbang yang akan memudahkan dirinya mencapai cita cita. Dia ingin menjadi wanita nomor satu di negeri ini.

"Kau pikir aku tidak tahu hahh! Obat yang kau gunakan terlalu berbahaya. Obat itu biasa digunakan untuk hewan, bukan untuk manusia!" pekik sang pria berkemeja merah muda bernama Yansen itu, dia adalah manajer sang aktris.

Yansen sudah menyelidiki dari siapa dan dimana Anindita mendapatkan obat lucnut itu. Ternyata obat itu didapat dari salah satu saudara keluarga Anindita yang merupakan seorang dokter hewan. Mungkin dokter itu sudah meyakinkan Anin jika obat yang diberi akan untuk dikonsumsi.

"Jadi aku harus bagaimana? Aku takut ..." lirih Anindita dengan airmata yang terus mengalir di kedua matanya. Beberapa hari ini dia tahu jika ada orang yang selalu saja mengawasinya kemanapun dia pergi.

Yansen mengatakan jika selama ini Wirabumi belum bertindak hanya karena ia adalah seorang publik figur, apapun yang terjadi padanya akan menjadi pemberitaan hangat.

Tapi tidak menutup kemungkinan keluarga berkuasa itu akan bertindak tegas setelah kematian Krisna. Karena menurut sepengetahuan mereka kekasih Anindita itu adalah satu satunya penerus keluarga Wirabumi.

"Kita tamat...Oh God kita pasti akan segera tamat!" cicit Yansen mengibas ibaskan tangan seakan sedang kepanasan. Dia yakin cepat atau lambat sesuatu akan terjadi padanya ataupun Anindita.

"Bagaimana jika kita minta bantuan Papa? Dia pasti bisa mencarikan jalan keluarnya, aku yakin papa punya banyak koneksi yang bisa menekan Malik Wirabumi agar tidak mengganggu kita."

"Ckk aku tidak yakin itu akan berhasil!"