Li Shen, murid berusia 17 tahun dari Sekte Naga Langit, hidup dengan dantian yang rusak, membuatnya kesulitan berkultivasi. Meski memiliki tekad yang besar, dia terus menjadi sasaran bully di sekte karena kelemahannya. Suatu hari, , Li Shen malah diusir karena dianggap tidak berguna. Terbuang dan sendirian, dia harus bertahan hidup di dunia yang keras, mencari cara untuk menyembuhkan dantian-nya dan membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar seorang yang terbuang. Bisakah Li Shen bangkit dari keterpurukan dan menemukan jalan menuju kekuatan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chp 21
Setelah berdiskusi panjang dengan Feng Han dan Feng Lian, Li Shen memutuskan langkah besar untuk memperkuat pertahanan Kota Guangling. Caranya sederhana tetapi ambisius—menciptakan pusat kekuatan baru yang akan menarik para kultivator dari seluruh penjuru negeri. Kota Guangling akan menjadi magnet bagi pendekar muda dan senior yang ingin membuktikan kemampuan mereka atau mencari tempat yang aman untuk berkembang.
Hari itu, Li Shen berdiri di alun-alun kota bersama Feng Lian, Feng Han, dan beberapa tetua Klan Feng. Dengan pengerahan energi yang besar, Li Shen memancarkan auranya ke langit. Gelombang energi yang kuat memancar dari tubuhnya, seperti cahaya suar yang membelah awan. Itu adalah undangan bagi para pendekar untuk datang ke Guangling.
"Pendekar dari seluruh penjuru negeri! Jika kau mencari tantangan, kehormatan, atau tempat untuk berkembang, datanglah ke Kota Guangling! Tunjukkan kemampuanmu dan jadilah bagian dari sesuatu yang lebih besar! Kami membuka pintu untuk semua orang yang memiliki kekuatan, keberanian, dan kehormatan!"
Suara Li Shen menggema hingga ke kejauhan, dibawa oleh gelombang energi yang memancar. Berita tentang seruan ini menyebar dengan cepat, seperti api yang membakar padang rumput kering. Dalam waktu singkat, para pendekar dari berbagai sekte, klan, dan bahkan para kultivator pengembara mulai menuju ke Guangling.
Alun-Alun Guangling...
Seminggu setelah seruan itu, alun-alun kota dipenuhi oleh ribuan orang. Para pendekar dari berbagai tingkatan kultivasi berdiri dengan gagah, mengenakan pakaian khas daerah atau sekte masing-masing. Ada yang membawa pedang, tombak, kipas, hingga senjata-senjata eksotis. Sorak-sorai dan bisikan memenuhi udara, menciptakan suasana yang meriah namun penuh ketegangan.
Di tengah alun-alun, Li Shen berdiri di atas panggung besar yang dihiasi lambang Klan Feng. Feng Han duduk di kursi kehormatan di sisi panggung, sementara Feng Lian berdiri di samping Li Shen, mengenakan jubah putih elegan yang memancarkan aura pemimpin.
"Selamat datang di Kota Guangling!" teriak Li Shen, suaranya memenuhi seluruh alun-alun. "Kalian semua yang datang ke sini hari ini adalah pendekar-pendekar yang luar biasa. Tapi untuk menjadi bagian dari visi kami, kalian harus membuktikan diri! Mulai sekarang, kita akan mengadakan turnamen besar untuk memilih yang terbaik di antara kalian!"
Sorak-sorai menggema di udara. Para pendekar mulai membicarakan tentang turnamen yang akan diadakan, antusiasme mereka tak bisa dibendung.
Turnamen diadakan selama tiga hari penuh. Arena besar didirikan di tengah alun-alun, dikelilingi oleh penonton yang memadati setiap sudut. Para pendekar berjuang mati-matian untuk menunjukkan kemampuan mereka.
Hari pertama diisi dengan pertarungan antar pendekar muda. Mereka yang baru saja memasuki dunia kultivasi menunjukkan teknik-teknik mereka, dari seni pedang dasar hingga kontrol energi sederhana. Beberapa bertarung dengan penuh semangat, meski belum sempurna.
Hari kedua giliran para pendekar senior. Pertarungan ini jauh lebih intens, dengan ledakan energi dan teknik yang menghancurkan sebagian arena. Para penonton bersorak setiap kali seorang pendekar berhasil mengalahkan lawannya dengan serangan yang spektakuler.
Di hari terakhir, para pendekar terbaik dari kedua kelompok bertarung di babak final. Setiap jurus, setiap langkah, menjadi tontonan yang memukau bagi ribuan orang.
Salah satu momen paling mengesankan terjadi ketika seorang pendekar senior, seorang kultivator pengembara bernama Jian Zhi, menghadapi pendekar muda berbakat bernama Mei Ru. Jian Zhi menggunakan tombaknya dengan teknik memutar yang menciptakan badai kecil di sekitar arena. Namun, Mei Ru yang gesit dan cerdas berhasil mengalahkan Jian Zhi dengan teknik pedang yang fokus pada serangan titik lemah.
Ketika turnamen berakhir, Li Shen berdiri kembali di panggung, diapit oleh Feng Lian dan Feng Han. Para pendekar yang berhasil bertahan hingga akhir berdiri di depannya, wajah mereka penuh dengan kebanggaan dan harapan.
"Kalian semua yang berdiri di sini adalah yang terbaik dari yang terbaik," kata Li Shen dengan tegas. "Mulai hari ini, kalian adalah bagian dari kekuatan baru Kota Guangling! Bersama-sama, kita akan membangun pertahanan yang tak tergoyahkan dan memastikan bahwa kota ini tidak pernah jatuh ke tangan tirani lagi!"
Sorak-sorai meledak di seluruh alun-alun. Para pendekar yang terpilih merasa dihormati, sementara mereka yang tidak berhasil tetap merasa bangga telah menjadi bagian dari turnamen yang luar biasa ini.
Setelah turnamen, para pendekar yang terpilih dilatih lebih lanjut oleh Klan Feng. Feng Lian memimpin pelatihan taktik dan strategi, sementara Li Shen bertanggung jawab melatih seni bertarung dan penguasaan energi.
Kota Guangling kini menjadi pusat perhatian di seluruh negeri. Para pedagang, cendekiawan, dan bahkan pejabat dari kota-kota lain mulai berdatangan untuk melihat bagaimana kota ini bangkit dari kehancuran menjadi kekuatan baru yang dihormati.
Li Shen berdiri di atas salah satu menara di markas Klan Feng, memandang ke arah kota yang semakin hidup. "Ini baru permulaan," gumamnya dengan senyuman penuh tekad. "Guangling akan menjadi tempat di mana para pendekar terbaik dilahirkan."
Era baru untuk Kota Guangling telah dimulai, dan semua orang tahu bahwa masa depan yang cerah menanti di depan.
--------
Hari-hari di Kota Guangling kini penuh dengan semangat baru. Para pendekar yang telah lolos seleksi turnamen mulai menjalani pelatihan intensif. Alun-alun yang dulu sepi kini dipenuhi suara pedang beradu, teriakan pelatihan, dan diskusi strategi yang serius. Di markas Klan Feng, Li Shen dan Feng Lian bekerja keras untuk memastikan bahwa visi mereka berjalan sesuai rencana.
Pagi di Markas Klan Feng....
Setiap pagi dimulai dengan rutinitas pelatihan di halaman utama markas Klan Feng. Para pendekar, baik muda maupun senior, berkumpul untuk latihan fisik dan teknik dasar. Li Shen memimpin sesi ini dengan tangan dingin, memperlihatkan penguasaan seni bela diri yang luar biasa.
“Gerakanmu terlalu kaku, lepaskan tekanan dari bahumu,” ujar Li Shen kepada seorang pendekar muda yang sedang berlatih teknik pedang. Dengan gerakan cepat, Li Shen menunjukkan cara mengalirkan energi ke pedang secara lebih efektif.
Di sudut lain, Feng Lian memimpin diskusi taktik bersama para pendekar senior. Ia duduk dengan anggun, memegang kipas di tangannya, menjelaskan strategi pertahanan kota kepada kelompoknya. “Jika musuh datang dari arah barat, kita akan mengarahkan mereka ke lembah sempit di mana mereka akan kehilangan keunggulan jumlah. Tapi itu hanya akan berhasil jika kita memiliki koordinator yang tepat.”
Tatapan para pendekar tak bisa berpaling darinya. Feng Lian bukan hanya pemimpin yang cerdas, tetapi juga memancarkan aura yang karismatik. Namun, hanya satu orang yang benar-benar menarik perhatian Feng Lian di antara semua orang: Li Shen.
Setelah pelatihan pagi, Li Shen dan Feng Lian sering kali makan siang bersama. Di taman belakang markas, di bawah pohon willow yang rindang, mereka duduk berdua sambil membahas kemajuan pelatihan.
“Para pendekar muda kita mulai menunjukkan peningkatan,” kata Feng Lian sambil menuangkan teh ke cangkir Li Shen. “Tapi mereka masih kurang dalam hal kerja sama. Kau harus melatih mereka untuk lebih memahami pertempuran tim.”
Li Shen tersenyum kecil, menerima cangkir itu. “Kerja sama memang penting, tapi aku ingin mereka juga memahami potensi mereka sendiri terlebih dahulu. Jika mereka terlalu bergantung pada tim, mereka akan mudah dikalahkan dalam pertempuran individu.”
Feng Lian mengangguk setuju. Namun, matanya tertuju pada wajah Li Shen yang tampak serius. Dalam hatinya, ia merasa semakin sulit menyembunyikan perasaannya. Kagumnya pada Li Shen yang awalnya karena kekuatan dan kepemimpinannya kini berubah menjadi kekaguman yang lebih dalam.
Di sore hari, Li Shen sering memberikan pelatihan pribadi kepada para pendekar yang membutuhkan bimbingan khusus. Feng Lian, meskipun sibuk dengan tugasnya sendiri, sering menyempatkan diri untuk memperhatikan dari kejauhan.
Suatu hari, saat Li Shen selesai melatih seorang pendekar, Feng Lian mendekatinya dengan membawa sebuah kain yang terlipat rapi. “Ini untukmu,” katanya dengan suara lembut.
Li Shen mengangkat alis, sedikit bingung. “Apa ini?”
Feng Lian membuka lipatan kain itu, memperlihatkan sebuah jubah baru dengan simbol Klan Feng yang dijahit di bagian dada. “Aku pikir kau butuh sesuatu yang lebih cocok untuk menunjukkan bahwa kau adalah bagian dari kami. Kau mungkin bukan lahir di Klan Feng, tapi kau sudah menjadi jiwa dari klan ini.”
Li Shen terdiam sejenak, lalu menerima jubah itu dengan senyuman tipis. “Terima kasih, Feng Lian. Aku akan memakainya dengan bangga.”
Feng Lian merasa wajahnya memanas, tetapi ia hanya tersenyum dan segera berpaling sebelum Li Shen menyadari kegugupannya.
Malam hari di markas Klan Feng biasanya tenang. Para pendekar kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat setelah pelatihan yang melelahkan. Namun, Li Shen dan Feng Lian sering kali masih sibuk di ruang pertemuan, memeriksa peta dan laporan dari para penjaga.
“Jika kita ingin memperluas kekuatan Klan Feng, kita harus mulai membangun aliansi,” ujar Feng Lian sambil menatap peta. “Ada beberapa klan kecil di sekitar sini yang mungkin mau bekerja sama dengan kita.”
Li Shen mengangguk, tetapi ia terlihat sedikit ragu. “Membangun aliansi itu penting, tapi aku khawatir tentang loyalitas mereka. Banyak klan kecil yang hanya peduli pada keuntungan mereka sendiri.”
Feng Lian tersenyum lembut. “Itulah mengapa kita membutuhkan seseorang seperti kau, Li Shen. Kau punya kemampuan untuk membuat orang percaya padamu, untuk membuat mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar.”
Li Shen menatap Feng Lian sejenak. “Kau selalu percaya padaku, ya?” tanyanya dengan nada rendah.
“Selalu,” jawab Feng Lian tanpa ragu. “Bukan hanya sebagai sekutu, tapi juga…” ia berhenti, wajahnya memerah. “Sebagai seseorang yang kuhormati.”
Li Shen terdiam, matanya memandang Feng Lian dengan lembut. “Terima kasih, Feng Lian. Kau juga seseorang yang berharga untukku.”
Dalam keheningan itu, mereka saling tersenyum. Meski tidak ada kata cinta yang diucapkan, suasana di antara mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata.
gq nyqmbung bahasa bart nya..
pantas ga ada yg baca