WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
---
Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 26
Kaki panjang Damien mengambil langkah lebar untuk berlari cepat di sepanjang lorong rumah sakit. Damien kembali ke Los Angeles malam itu juga dan dalam sekejap ia sudah sampai di rumah sakit tempat Amara dirawat. Di ujung lorong sana, Damien dapat melihat Mr. Hartwell dan Mrs. Hartwell, kedua orang tua Amara yang tengah duduk di kursi depan tepat di depan ruangan Amara dirawat.
Sepatu yang dipakainya menimbulkan derap langkah kaki yang nyaring ketika bersentuhan dengan lantai keramik yang dingin, tidak sedikit para dokter dan perawat di rumah sakit saling melempar pandangan atau berbisik ketika mendapati kedatangan Damien di rumah sakit itu.
Damien tidak perduli dengan tatapan orang-orang, sebab sekarang yang memenuhi pikiran Damien adalah keadaan Amara. Damien benar-benar harus memastikan dengan mata kepalanya sendiri mengenai keadaan Amara agar ia bisa tenang.
Damien takut Amara terluka.
Damien benci akan fakta kalau dia tidak bisa menjaga Amara dengan baik.
Damien akhirnya menghentikan langkahnya tepat di depan kedua orang tua Amara, tidak ada sapaan dan napas Damien masih terengah-engah kala mata sayunya menatap ayah Amara.
“Apakah dia terluka berat?” tanya Damien dengan suara lirihnya, terbesit rasa takut yang sudah untuk dideskripsikan.
Mr. Hartwell, ayah Amara menepuk pelan punggung Damien untuk menenangkannya, “Hanya luka di bagian kakinya yang terkena serpihan pecahan kaca dan juga beberapa luka goresan di bagian wajahnya. Untungnya tidak terkena area mata. Dan tidak ada patah tulang karena Amara berlindung di bawah meja,” jelas ayah Amara panjang lebar kepada Damien.
“Kata kepolisian, itu semacam bom asap yang sengaja dilempar pada lantai teratas gedung. Tidak ada api, hanya mengeluarkan asap yang mampu membuat siapa saja yang menciumnya dapat pingsan, termasuk Amara,” tambah ibu Amara menjelaskan keadaannya kepada Damien.
Beberapa waktu lalu Damien sudah menyuruh sekertarisnya Harlos untuk menyelidiki kasus ini dan emmang benar, seolah bom itu sengaja diarahkan ke lantai teratas gedung kantor Amara saja, tempat ruangan wanita itu berada.
Mereka hanya menargetkan Amara dan kejadian ini hanya semacam peringatan untuk Damien dan Amara. Sebab tidak ada api yang siap membakar gedung, hanya asap seolah mereka tengah bermain-main dengan Damien dan Amara sekarang.
Damien akhirnya menarik napas lega ketika mendengar penjelasan pria itu.
“Maafkan aku karena tidak bsia menjaga putri kalian dengan baik,” ujar Damien akhirnya kemudian membungkuk kepada kedua orang tua Amara untuk meminta maaf.
Ibu Amara menghampiri Damien dan menyuruh pria itu untuk kembali berdiri tegap, “Kau adalah suami terbaiknya, jadi masuk dan temuilah dia Damien,” ujar Mrs. Hartwell.
Damien akhirnya menangguk pelan, ia pamit undur diri kemudian dengan gerakan pelan ia masuk ke dalam ruangan tempat Amara dirawat.
Mr. Hartwell dan Mrs. Hartwell melihat betapa kacaunya keadaan Damien barusan. Rambut pria itu berantakan dan wajahnya terlihat gusar, kemudian kemejanya yang terselip tak beraturan dan penuh dengan bercak-bercak debu. Pria itu benar-benar tidak memperdulikan penampilannya saat ini.
“Damien terlihat sangat khawatir,” ujar ibu Amara kepada suaminya.
Mr. Hartwell menangguk pelan, tampak setuju.
“Sepertinya perjanjian kontrak mereka akan segera berakhir. Entah mereka akan tetap mempertahankan pernikahan ini atau mengakhirinya karena rasa gengsi dari masing-masing,” ujar Mr. Hartwell.
Kedua orang tua Amara tahu tentang kontrak perjanjian yang Amara dan Damien buat, dimana mereka akan bercerai setelah lima tahun. Sebab suatu malam saat acara makan kelaurga, ibu Amara tidak sengaja menguping pembicaraan mereka tentang ini. Mereka berdua juga tidak bisa menantangnya, sebab pada dasarnya ini memang pernikahan bisnis yang hanya memberi keuntungan kepada kedua belah pihak.
Mereka juga tidak berniat untuk ikut campur sebab mereka yakin Damien dan Amara bisa mengurusnya sendiri.
“Damien bukanlah pria yang buruk untuk Amara, tetapi jika Amara tidak bisa mencintainya buat apa?” ujar ibu Amara lagi, mereka hanya berharap yang terbaik untuk putri mereka.
“Kau benar,” ujar Mr. Hartwell setuju dengan perkataan istrinya.
Damien memelankan langkahnya ketika sudah berada di dalam ruangan Amara. Di depan sana ia bisa melihat Amara terbaring lemah dengan selang yang terhubung menutup mulut wanita itu. Sebab asap yang ia hirup lumayan berbahaya, Amara berakhir pingsan karena banyaknya asap yang masuk ke dalam paru-parunya.
Pandangan Damien kemudian jatuh pada wajah Amara yang di plester di beberapa tempat kemudian ada luka kecil di sepanjang lengan dan kakinya.
Hati Damien terasa sakit melihat Amara dalam keadaan kacau seperti itu.
Damien merasa hancur.
Damien merasa tidak berguna sebab tidak bisa melindungi Amara.
“Maafkan aku,” ujar Damien lirih kemudian tanpa Damien sadar, air matanya tumpah malam itu bersamaan dengan heningnya ruangan yang menyaksikan kerapuhan seorang Damien.
Damien berjanji kepada dirinya sendiri, dia akan mencari siapa dalang dibalik kejadian ini. Damien benar-benar akan membunuh mereka dengan tangannya sendiri.
Semua orang yang menyakiti Amara harus berhadapan dengan dirinya.
Dan tanpa Damien sadari Amara sudah siuman malam itu. Sebelum Damien berkunjung, Amara sudah lebih dulu berinteraksi dengan kedua orang tuanya walau hanya sebatas anggukan lemah darinya.
Malam itu, Amara menyaksikan sendiri Damien yang menangis karenanya.
Pria itu mengenggam erat tangan Amara kemudian menciumnya sangat lama dan berakhir menangis disana.
...Untuk pertama kalinya, Amara melihat sisi baru dari diri Damien....
Damien yang selalu terlihat kuat kini menangis di depannya. Damien yang terlihat berwibawa kini datang dengan keadaan kacaunya. Damien yang terlihat tegas kini menumpuhkan seluruh kekutannya pada genggaman tangan mereka.
Tanpa disadari pandangan Amara menjadi buram karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya dan saat Amara mengedip sekali, air matanya ikut jatuh ke bawah.