Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Berlutut di depan orang yang telah membuat pintu hatinya terbuka. Elvis tersenyum dengan manis sambil menggenggam sebuah buket bunga mawar merah, untuk melamar pujaan hatinya.
"Loretta maukah kamu menjadi kekasihku?" ucapnya dengan tatapan penuh cinta, sungguh Elvis sangat berharap Loretta menerimanya.
Menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Loretta tanpa berpikir dua kali, langung menganggukkan kepalnya. "Ya tentu saja, aku mau," ucap Loretta dan menerima bunga mawar itu.
"Terima kasih," seru Elvis yang kemudian memeluk Loretta dengan begitu bahagia. Bersyukur karena Loretta menerima ungkapan hatinya.
Mereka berdua memang sedang melakukan pendekatan. Awalnya Loretta menolak kehadiran Elvis, karena mengira Elvis memliki hubungan spesial dengan Quella. Elvis menjelaskan bahwa dirinya dan Quella hanyalah sebatas teman kecil biasa.
Setelah menjelaskan hal itu, Loretta baru mau melakukan pendekatan. Hingga akhirnya Elvis memberanikan diri, untuk membuat hubungan mereka lebih serius lagi.
Elvis yang berbunga-bunga mendekatkan bibirnya, memberikan sebuah ciuman yang begitu hangat untuk pacarnya ini. Mereka larut dalam perasaan yang menggebu-gebu hingga suara seseorang membuat mereka berhenti.
"Ups... sepertinya aku datang diwaktu yang salah."
"Quella," seru Elvis saat melihat sosok Quella berjalan kearah mereka.
Loretta yang wajahnya memerah menahan malu, menyembunyikan tubuhnya di belakang Elvis. Hatinya berdegup dengan cepat, perasaan takut karena bertemu dengan Quella. Apalagi Loretta melihat tatapan kebencian padanya secara terang-terangan.
"Hai Elvis!!" Quella menyapa Elvis dengan senyum palsunya. "Langsung saja ini undangan untukmu. Maaf sedikit rusak karena tadi tidak sengaja terinjak," ucap Quella menyodorkan undangan yang rusak olehnya tadi.
Menerima undangan yang memang sudah agak rusak, tapi Elvis sama sekali tidak merasakan sebuah keberatan. "Tidak apa-apa yang terpenting isinya," ujar Elvis yang membuka isinya
"Apa kamu yakin akan melakukan acara itu?" tanya Elvis setelah membaca sekilas isinya.
"Tentu saja, mana mungkin aku bermain-main. Aku tau siapa diriku ini," Quella menekan kalimat terakhirnya, menyindir seseorang yang sedang bersembunyi di belakang punggung Elvis.
Mendengar kata itu, membuat Loretta merasa sangat tersadar. Mengingat kembali siapa sebenarnya dirinya disini.
"Oh iya aku..," ucapan Elvis terhenti karena Quella yang langsung memotongnya.
"Sudah dulu, aku harus pergi, jangan lupa untuk datang," ucap Quella yang seakan tau apa yang akan dikatakan Elvis.
Berbalik untuk segera pergi, sampai kemudian Quella mengatakan sesuatu lagi. "Aku tidak mau menerima tamu yang bukan dari kalangan kita," ujar Quella yang setelahnya langsung pergi dari tempat itu.
"Aku benci mawar," gumam Quella setelah melihat sebuah mawar merah ditangan Loretta tadi.
Menggenggam bunga yang ada di tangannya, Loretta seolah-olah tersadar dengan apa yang dikatakan Quella. Mengingatkan akan dirinya dan Elvis berbeda kehidupan, membuatnya merasa hubungan mereka tidak akan pernah bisa untuk berhasil lebih jauh.
"Padahal aku ingin memperkenalkan Loretta padanya," gumam Elvis menatap kepergian Quella yang sepertinya sangat terburu-buru.
Membalikkan badanya dahinya mengerut aneh saat melihat Loretta yang sedang melamun. Melambaikan tangannya di depan wajah Loretta, "Hei!! Mengapa melamun?" tanya Elvis melihat diamnya kekasihnya ini sejak kedatangan Quella.
"Tidak ada, hanya saja perutku terasa lapar," bohong Loretta sambil mengelus perutnya, meyakinkan apa yang dikatakannya.
"Ya sudah ayo kita makan," ajak Elvis yang tidak merasakan kecurigaan apa pun lagi.
Menerima uluran tangan dari Elvis, Loretta masih tetap memikirkan apa yang dikatakan oleh Quella. Hanya bisa berharap, Elvis tetap bersamanya itu saja.
°°°°°
Sinar matahari sore menyinari ruangan kantor yang luas, di mana Xaver, CEO muda dan tampan, sedang duduk di meja kerjanya yang besar. Ia tampak serius, mata birunya fokus memandang dokumen-dokumen yang tersebar di hadapannya. Walaupun begitu rambut hitamnya beserta kemejanya masih tetap terjaga dengan rapih.
Di sebelahnya, Jad, tangan kanannya yang juga sekretaris pribadinya, duduk dengan posture tegap. Jad mengetik cepat di laptopnya, sesekali menoleh ke arah Xaver untuk menanyakan detail tertentu atau mengonfirmasi suatu keputusan. Xaver mengangguk, memberikan instruksi dengan suara rendah namun tegas, menunjukkan kepercayaan diri dan keahlian dalam mengelola bisnisnya.
Suasana di ruangan itu penuh dengan aura profesionalisme. Jad menghentikan pekerjaan, dikarena lagi-lagi Tuannya menanyakan hal yang sama dari beberapa hari yang lalu.
"Apa tidak ada undangan dari Ella?" tanya Xaver tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang ada ditangannya.
Mengecek email-nya yang biasa untuk orang-orang agar bisa menghubungi pihak mereka, ada pesan namun bukan dari yang orang yang tuannya inginkan. "Maaf Tuan belum ada pesan dari Nona Ella," ucap Jad mengkonfirmasi.
Menatap Jad dengan ekspresi tidak senang, saat mendengar kata yang diucapkan. "Panggilan Ella hanya boleh untukku," ujar Fernando menekan semua kata yang dikeluarkan.
Terdiam membisu sejenak, Jad tersenyum canggung mendapati ucapan Tuannya itu. "Baik Tuan, maaf atas kelancangan yang saya berbuat," Jad cepat-cepat mengakui kesalahannya itu. Merasa sedikit aneh dan membuat tanda tanya besar di kepalanya. Apa tuannya itu sedang jatuh cinta?
Xaver menyenderkan badannya ke belakang, mengusap wajahnya yang terlihat lelah sekaligus kesal. Jad memperhatikan ini, lalu dengan hati-hati bertanya. "Tuan, mungkin sebaiknya Anda perlu istirahat sejenak? Lagi pula jam sudah menunjukkan waktu pulang kantor."
Mendengar hal itu membuat Xaver melirik kearah jam yang menunjukkan waktu jam pulang kantornya. "Ya sudah, kita selesaikan sampai sini saja," ucap Xaver yang merasa sudah tidak akan bisa untuk fokus lagi.
"Baik Tuan," Jad menganggukkan kepalanya cepat, kemudian membereskan barangnya. Setelahnya berpamitan dulu. "Saya kembali ke ruangan terlebih dahulu. Apa tuan ingin saya antar pulang?" tanya Jad karena biasanya Tuannya ini terkadang ingin mengendarai mobil dengan sendiri.
Berpikir sejenak sebelum mengatakan keputusannya. "Aku akan pulang sendiri, pergilah dan hati-hati."
"Baik Tuan, saya permisi," ujar Jad berpamitan dan membawa barangnya.
Pintu tertutup beberapa saat sudah terbuka kembali, Xaver melayangkan tatapan tajam pada seseorang yang lancang masuk tanpa izin darinya. Raut wajahnya seketika berubah karena orang itu ialah ayahnya sendiri, Xaver bahkan terang-terangan tidak mempedulikan kehadiran dari ayahnya itu.
"Jelek sekali tatapanmu itu padaku," sindir Zafran pada anak laki-lakinya itu, yang selalu bersikap sedikit kurang ajar padanya, kecuali pada ibunya.
Mengabaikan ucapan dari Ayahnya, Xaver memilih melanjutkan acara beres-beresnya. "Tidak biasanya sekali dirimu datang," balas Xaver karena setelah perusahaan dialihkan padanya ayahnya memang bahkan tidak pernah berkunjung, hanya sesekali jika itu sangat penting.
Menarik kursi untuk dirinya duduki, Zafran mengeluarkan sebuah undangan untuk Xaver sebagai perwakilan darinya. Saling berhadapan mereka terlihat mirip satu sama lain, hanya umur yang membedakan mereka.
"Datanglah pada acara lelang ini," Zafran langsung memberikan perintah.
"Tidak aku sibuk," tanpa berbasa-basi apapun Xaver dengan sangat cepat menolak.
"Heh bocah, Ayahmu ini meminta tolong. Lagi pula sepertinya acaranya akan menarik, barang yang dilelang sangatlah incaran kalangan atas," ucap Zafran sedikit geram dengan perilaku putranya.
"Memangnya apa yang Ayah ingin beli?" Xaver bertanya tanganya mengambil undangan yang diberikan oleh Ayahnya.
"Kalung Ruby merah. Ayah ingin kamu mendapatkan itu, rencananya untuk hadiah ulangtahun istriku," ujar Zafran setelah melihat isi-isi barang yang akan dilelang.
Membaca apa yang ada digenggamnya, Xaver mengerutkan dahinya saat tau acara itu dilakukan di Queez Hotel. Tapi anehnya tidak ada nama Tuan Rumah yang melakukan acara lelang.
Menatap ayahnya yang masih menunggu jawaban dari mulutnya. "Apa pihak Grizelle yang memberikan undangan ini secara langsung?" tanya Xaver penasaran.
"Tidak tau, hanya saja ayah mendapatkan undangan. Awalnya akan ayah buang, tapi saat melihat ruby merah yang sudah sedari dulu ayah incar. Tantu tidak mungkin disia-siakan," ucap Zafran yang sedikit heran karena tidak biasanya Xaver penasaran.
"Tapi yang membuat Ayah aneh, bukankah Queez Hotel sedang dalam scandal buruk," Zafran tentu tau itu, bahkan dirinya tau image buruk yang tersebar akhir-akhir ini dari pemimpin Queez Hotel.
Xaver masih tidak percaya dengan apa yang ada di dalam undangannya. Sedikit kesal karena ternyata Quella malah mengundang ayahnya bukan dirinya. Xaver tentu saja tau bahwa acara ini pasti dari pihak Quella bukan yang lain.
"Ayah tidak memperdulikan hal itu, yang pasti dapatkan kalung Ruby merah untukku," ucap Zafran yang tidak mau mengurusi urusan lain.
Xaver tanpa menolak lagi langsung menerima apa yang diperintahkan ayahnya. "Oke aku terima, biarkan aku saja yang datang."
"Seharusnya kamu mengatakan itu sedari tadi, buang-buang waktu ku saja untuk bisa terus bersama istriku," Zafran tersenyum kecil saat permintaannya diikuti oleh Xaver.
Memutar bola matanya malas ketika ayahnya memberikan omelan padanya, Xaver memasukkan barang ke dalam tasnya bersiap untuk pulang.
"Oh Ayah baru ingat, kamu hampir membeli Hotel bangkrut itu, dan untuk apa sebenernya?" tanya Zafran saat baru ingat dengan laporan yang didapatkannya.
"Hanya ingin saja," ucap Xaver dengan acuh.
"Tapi sepertinya menyenangkan jika bisa memiliki Hotel itu, mengingat konsep mereka yang seperti kastil kerjaan. Bahkan Ayah ingat betapa indahnya bangunan itu, Ayah setuju jika kamu memang ingin mendapatkannya."
"Oh atau mungkin bisa saja di acara itu, mereka akan sekalian melelang Hotelnya," seru Zafran seketika tertarik ingin memiliki Queez Hotel yang sangat terkenal bagi kalangan atas.
Namun malangnya Hotel itu sedang memiliki nasib buruk yang tidak bisa menutupi kasusnya. Menurutnya pemimpin Queez Hotel hanya salah mengambil langkah, yang menjadikan Hotel itu tidak bisa bangkit dari image yang buruk.
"Ya mungkin aku akan mendapatkannya, tapi bukan dengan cara itu," ucap Xaver ambigu, bersiap pergi karena acara beres-beres telah selesai.
"Maksudmu," Zafran dibuat bingung dengan yang dikatakan oleh putranya ini. Belum juga mulutnya kembali bertanya, putra kesayangannya yang begitu menyebalkan itu langsung beranjak dari tempat. "Ayah belum selesai bicara Xaver," gerutu Zafran saat Xaver sudah melewati pintu keluar.
"Dasar, untung Alina sangat mencintaimu," gumam Zafran yang ingin saja mengusir putranya yang terkadang kurang ajar padanya. Tapi mengingat istrinya Alina sangat menyayanginya membuat Zafran membiarkan saja. Asalnya Xaver tidak membuat kelakuan yang membuatnya sakit kepala berat nantinya.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW