Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Beberapa hari berlalu.
"Maaf ya mbak kalau yang jemput Bila, soalnya bang Arzan lagi sibuk banget." Ucap Nabila sambil mengemasi barang-barang milik Sheyza ke dalam tas.
Sheyza hanya tersenyum kecut. Entah ini hanya perasaannya atau emang suaminya itu benar-benar sibuk, tapi sudah beberapa hari ini Arzan seperti menghindari dirinya. Bahkan Arzan tidak pernah ke rumah sakit lagi setelah beberapa hari yang lalu saat mengatakan kalau semua orang sudah mengetahui hubungan mereka. Arzan hanya bertukar pesan untuk menanyakan keadaannya. Itupun hanya sebentar seolah hanya untuk formalitas saja. Arzan memang sudah meminta maaf, tapi Sheyza sendiri masih merasa aneh. Apalagi sang suami tidak perhatian seperti biasanya.
Sheyza mencoba memaklumi, mungkin memang suaminya benar-benar sibuk dan hingga tidak sempat untuk memperhatikan dirinya.
"Ayo mbak, nanti tidurnya di kamar sebelah Bila ya. Kemarin Bu Desi sudah beresin baju-baju punya mbak Shey dan ditaruh di kamar sebelah Bila." Ucap Nabila senang karena kamar mereka bersebelahan, sehingga dirinya tidak kesepian lagi.
Alis Sheyza terangkat sebelah, tidak paham dengan maksud perkataan Nabila. "Maksudnya gimana?"
Nabila tersenyum. "Mbak Shey kan sudah menjadi bagian dari keluarga kita, jadi mbak Shey harus ikut tinggal di ndalem bareng kami."
Mata Sheyza melotot, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh adik iparnya. "Maaf mbak Bila, mungkin kehadiran saya membuat kekacauan di keluarga mbak Bila, say-"
"Ihh mbak Shey ngomong apa sih?! Jangan ngomong yang aneh-aneh deh, dan stop panggil aku mbak! Aku ini adik ipar mbak Shey, masa dipanggil mbak sih," sela Nabila tidak suka dengan perkataan Sheyza.
"Tapi Bil-"
"Udah yuk pulang, mbak bisa jalan sendiri kan?"
Sheyza mengangguk sebagai jawaban.
Keduanya berjalan sambil Nabila bercerita banyak hal, Sheyza hanya mendengarkan dan sesekali menimpali. Keduanya pulang dengan menggunakan mobil Nabila dengan Nabila yang menyetir sendiri.
Tidak lama, keduanya sudah sampai di pondok pesantren. Nabila langsung membawa Sheyza menuju ke ndalem.
"Mas, aku jadi tambah sayang deh sama kamu. Makasih ya udah nemenin aku belanja di mall,"
Deg
Tubuh Sheyza mematung mendengar suara Anisa diruang tamu. Apalagi melihat Anisa sedang bermesraan dengan suami mereka.
Inikah yang dikatakan sibuk tadi?
***
Flashback on
"Mas ini lucu deh. Aku mau beli yang ini ya, menurut kamu gimana?" Anisa menoleh ke arah suaminya, menunjukkan gamis yang baru saja dipilih olehnya.
Arzan yang sibuk dengan ponselnya hanya mengangguk singkat tanpa melihat gamis yang ditunjukkan oleh Anisa.
"Ihh," Anisa mengerucutkan bibirnya kesal dengan sikap sang suami yang tetap saja cuek. Padahal Arzan sudah ditegur oleh Kyai Rofiq, tapi sikap cuek itu tetap melekat pada diri Arzan.
"Mas coba kamu yang pilih, kayaknya selera kamu lebih baik karena yang melihat aku pakai gamis kan kamu sendiri."
Arzan menghela nafasnya panjang, mencoba bersabar. Sebenarnya Arzan kesal dengan sikap Anisa yang seperti ini. Anisa banyak menuntut dan mengatur, bahkan untuk sekedar berangkat ke kantor saja dia harus menemani Anisa berbelanja terlebih dahulu.
"Kamu saja, saya sibuk. Dan saya juga tidak pandai memilih pakaian wanita." Ucap Arzan datar.
Anisa mendengus. "Sibuk ngapain sih? Selalu sibuk sibuk sibuk! Kenapa setiap aku minta sesuatu kamu bilang kamu sibuk?!" Protes Anisa, bahkan suaranya sudah meninggi satu oktaf hingga membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka
"Itu saja. Udah kan? Sekarang mari pulang, saya harus segera ke kantor." Arzan yang sudah kepalang malu hanya mengiyakan apapun pilihan Anisa. Dan langsung meninggalkan Anisa yang tentu saja mengomel.
Sebenarnya Arzan tahu kalau hari ini Sheyza pulang dari rumah sakit, tapi dirinya tidak bisa menjemput istri kecilnya itu. Kalau bisa Arzan ingin menolak permintaan Anisa dan pergi menjemput Sheyza, tapi Arzan kalah dengan janji yang sudah dia buat kepada abahnya. Beruntung adiknya berbaik hati mau menjemput dan menemani Sheyza.
Arzan memejamkan matanya sejenak. 'Maaf sayang, maafkan mas.' ucapnya dalam hati menatap sendu ke arah foto Sheyza yang ada di ponselnya. Sungguh perasaan bersalah langsung menggerogoti hati Arzan. Tapi Arzan tidak berdaya, dia seperti boneka yang hidup tanpa bisa mengendalikan hidupnya sendiri.
Flashback off
***
Sakit dan kecewa. Itu yang Sheyza rasakan sekarang, namun Sheyza tidak mampu mengucapkannya. Bibirnya hanya bungkam, tapi hati dan pikirannya berisik. Hatinya mencelos menyaksikan pemandangan yang membuatnya sakit. Yang bisa Sheyza lakukan hanya meremas ujung jilbab yang dikenakan olehnya.
Nyatanya menjadi yang kedua tidak semudah yang diucapkan. Bibirnya bisa mengatakan baik-baik saja, tapi hati dan perasaannya tidak mampu berbohong.
Apalagi beberapa hari ini suaminya terus mengatakan kalau dirinya sedang sibuk di kantor hingga tidak bisa meluangkan sedikit pun waktunya untuk menjenguk Sheyza. Sheyza selalu mencoba untuk berpikir positif, mungkin yang dikatakan suaminya itu benar. Tapi melihat pemandangan yang dia lihat saat ini? Benarkah apa yang dikatakan suaminya??
"Mbak Shey kok berhenti disini? Ayo masuk, mbak harus banyak-banyak istirahat. Tubuh mbak belum pulih sepenuhnya loh," ucap Nabila yang baru saja datang. Tadi dirinya diajak ngobrol oleh salah satu ustazah jadi mereka berbincang sebentar.
Ucapan Nabila langsung membuat dua orang yang tengah bermesraan itu menoleh. Anisa mendengus tak suka melihat kehadiran Anisa.
Sedangkan Arzan sudah ingin bangkit untuk mendekati Sheyza, tapi dicegah oleh Anisa. Anisa mencengkeram erat tangan Arzan sambil memberi kode agar suaminya tetap duduk ditempatnya. Arzan hanya bisa menurut bagai anak ayam yang patuh pada induknya. Dirinya hanya bisa menatap sendu wanita yang dicintainya tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Saya, emm mau ke tempat yang biasa saya tempati boleh?" Ucap Sheyza menatap Nabila memohon.
Nabila menoleh ke arah depan. Dan saat itu juga dirinya langsung bisa menyimpulkan sesuatu. Sheyza sakit hati melihat telur busuk sedang bermesraan dengan abangnya.
"Tidak mbak, mbak belum sembuh betul. Nanti disana tidak ada yang jagain mbak Shey. Bila antar ke dalam yuk, kamar mbak kan disamping kamar Bila. Tapi kalau mbak gak mau dikamar itu, mbak bisa tidur dikamar Bila aja. Kita tidur berdua, gimana?"
"Maaf Bila, tapi kayaknya a-"
"Ck, mbak jangan sungkan. Lebih baik kita tidur berdua agar mbak tidak kesepian," ide yang menurut Nabila paling baik.
Arzan langsung protes. "Bila kenapa seperti itu? Abang kan sudah bila-"
"Kenapa? Tidak masalah juga kok mbak Shey tidur sama Bila, daripada mbak Shey tidur dikamar sendirian. Kasihan mbak Shey belum sembuh total, nanti kalau mbak Shey butuh apa-apa gimana? Siapa yang ada untuk mbak Shey??"
"Tapi Abang kemari-"
"Mas, terserah juga dia mau gimana? Kenapa jadi kamu yang repot? Udah yuk, kamu kan janji mau ngajakin aku ke kantor kamu. Setelah itu kita pergi ke salon ya, aku mau perawatan tubuh aku." Sela Anisa yang tidak mau suaminya terpaku pada istri keduanya. Jangan bilang kalau Anisa rela dan mau dimadu seperti ini. Tapi karena satu hal, Anisa membiarkan suaminya memiliki istri lagi. Asalkan perhatian suaminya hanya untuk dirinya sepenuhnya.
Arzan mengusap wajahnya kasar, dirinya benci dihadapan dengan situasi seperti ini. Ingin rasanya memberontak dan menyingkir semua yang menghalanginya, tapi lagi-lagi Arzan tidak mampu melakukannya.
"Mas Ayok, katanya tadi ada berkas penting yang harus ditandatangani. Setelah itu langsung ke salon langganan aku ya?" Ucap Anisa sambil menarik tangan Arzan. Lagi-lagi Arzan hanya bisa menurut pada istri pertamanya mengikuti langkah kaki Anisa.
Tak ada sapaan sama sekali, bahkan suaminya tidak menanyakan bagaimana kabar dan keadaan Sheyza. Hati Sheyza tambah sakit mendapatkan perlakuan seperti ini. Kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Sheyza tahu posisinya saat ini seperti apa, tapi bisakah dirinya mendapatkan keadilan dari suaminya sendiri?
Nabila tahu pasti Sheyza sakit hati melihat perlakuan abangnya yang seperti itu. Dirinya juga geram sekali sebenarnya. Rasanya ingin menonjok muka ganteng sang Abang yang sudah bersikap semena-mena seperti ini. Abangnya terlalu menuruti semua perkataan anisa. Bahkan Abangnya seolah tutup mata dengan semua perlakuan kriminal Anisa kepada Sheyza.
Beruntung Nabila selalu sigap membantu Sheyza, sampai pulang dari rumah sakit pun Nabila yang menjemputnya. Abangnya benar-benar berubah!
Tangan Nabila terulur mengelus pundak Sheyza. "Jangan dilihat terus mbak, abaikan saja. Mbak harus tetap menjaga kewarasan dan tentunya keponakan aku. Yuk mbak ke kamar aku," ajak Nabila. Dia memilih membawa Sheyza ke dalam kamarnya karena Nabila tidak mau kakak iparnya itu stres dan berakhir buruk untuk kakak iparnya sendiri dan calon buah hatinya.
Sheyza menahan tangan Nabila. "Boleh aku bertemu dengan ibu? Aku emm ingin lihat ibu dan aku juga khawatir sama keadaan ibu,"
Nabila tersenyum. Dirinya semakin kagum dengan sikap Sheyza. Disamping keadaannya sendiri juga sakit, tapi Sheyza masih memikirkan keadaan umminya. "Yuk aku antar ke ummi,"
***
"Aku gak tahu tapi keadaan ummi semakin memburuk, padahal saat kemarin mbak Shey yang jaga ummi baik-baik saja. Tapi sekarang untuk menggerakkan bibir saja ummi bahkan tidak bisa," lapor Nabila kepada Sheyza. Memang akhir-akhir ini keadaan ummi Zulfa semakin memburuk. Nabila juga tidak tahu apa penyebabnya.
Sheyza menatap sendu ummi Zulfa yang terbaring tak berdaya diatas ranjang. Bibirnya terkatup rapat tidak bisa terbuka lagi seperti biasanya. Mulut yang biasanya terbuka dan bergerak-gerak bahkan menjerit, sekarang hanya terkatup rapat. Hanya air mata yang terus saja keluar dari kedua mata ummi Zulfa. Keadaan ummi Zulfa sekarang bahkan bisa dikatakan tidak baik-baik saja daripada sebelumnya.
"Dokter yang periksa ummi juga kaget sama keadaan ummi yang seperti ini, padahal mereka sudah memberikan obat dan terapi untuk ummi." Ucap Nabila menitihkan air mata melihat keadaan umminya yang semakin parah.
"Ibu," Sheyza menghampiri ummi Zulfa lalu mengelus lembut lengannya. Tangannya terulur menghapus buliran bening yang terus-menerus keluar membasahi pipi.
Air mata ummi Zulfa semakin deras ketika melihat Sheyza yang sudah beberapa hari ini tidak dilihatnya. Perempuan berhati mulia yang selalu memperlakukan ummi Zulfa dengan begitu baik dan penuh sabar.
"Ibu tenang ya, Shey bakal rawat ibu sampai ibu sembuh." Ucap Sheyza menenangkan ummi Zulfa.
Sebelumnya Sheyza sudah melihat perkembangan pada ummi Zulfa, tapi kenapa sekarang keadaannya malah seperti ini?
"Bila apa ibu sudah minum obatnya?"
"Sepertinya belum mbak, ini juga belum ada jam satu. Biasanya ummi minum obat jam satu,"
"Biar saya aja yang kasih obatnya. Bisa kamu ambilkan makan buat ummi?"
Nabila mengangguk dan langsung keluar untuk mengambil makan buat umminya.
Beberapa saat kemudian Nabila kembali dengan semangkuk bubur. "Ini mbak makannya, dan ini obatnya,"
Sheyza dengan telaten menyuapi ummi Zulfa. Setelah beberapa kali suapan ummi Zulfa mengedipkan matanya beberapa kali.
"Ibu sudah kenyang?" Tanya Sheyza.
Ummi Zulfa mengedipkan matanya sekali seperti yang diajarkan oleh Sheyza saat dirinya ingin menyatakan 'ya'.
"Baiklah, sekarang waktunya ibu minum obatnya." Sheyza mengambil satu kapsul, hingga beberapa saat Sheyza melihat ada yang berbeda dengan kapsul itu. Warna kapsul ini tidak sama seperti kapsul saat pertama kali dia berikan untuk ummi Zulfa.
Matanya yang jeli menangkap sesuatu yang aneh. Sheyza langsung menghancurkan kapsul itu. Dan, benar!
Dugaan Sheyza tepat. Dari bentuknya sama persis dengan kapsul yang dulu, tapi warna kapsul ini agak sedikit terang. Sedangkan yang dulu Sheyza berikan kapsul itu berwarna hitam pekat. Saat dihancurkan pun warna dalamnya berbeda. Sheyza sangat paham betul karena saat pertama kali ummi Zulfa minum obat, obatnya digerus.
"Bila,"
"Mbak, obatnya lain?"