Aulia, gadis sederhana yang baru saja bekerja sebagai office girl di kantor megah milik CEO ternama yang dikenal kaku dan sulit didekati, tiba-tiba menjadi pesuruh pribadinya hanya karena kopi buatan Aulia.
Hayalannya menjadi karyawan yang baik dan tenang hancur seketika akibat bosnya yang tukang suruh-suruh hal yang tidak-tidak semakin membuatnya jengkel.
Sifatnya yang ceria dan kelewat batas menjadi bulan-bulanan bosnya. Akankah ia mampu bertahan demi uang yang berlimpah? Atau...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Wanita Aldiano
...****************...
Pagi di kantor seperti biasa, Aulia sibuk di pantry membuat kopi untuk Aldiano. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan kecil itu, tapi entah kenapa, pagi ini rasanya agak berbeda.
Bukan karena kopinya. Tapi karena suara bisik-bisik dari luar pantry yang semakin lama semakin ramai.
"Seriusan? Ada cewek di ruangan Pak Aldiano pagi-pagi gini?"
"Iya, tadi aku lewat, pintunya kebuka sedikit. Ceweknya cantik banget, seksi, elegan. Kayak model kelas atas."
"Siapa, ya? Pacarnya? Kayaknya selama ini Pak Aldiano gak pernah keliatan deket sama cewek, kan?"
Aulia yang sedang menuangkan kopi ke cangkir spontan menghentikan gerakannya. Alisnya berkerut saat menangkap obrolan itu.
"Aulia, lo udah denger gosip terbaru?" Fuji tiba-tiba muncul di depan pantry dengan ekspresi heboh.
Aulia meliriknya sekilas sambil menaruh kopi di nampan. "Gosip apaan lagi?"
Fuji menyeringai dan mendekat, mencondongkan tubuhnya seolah hendak menyampaikan rahasia besar. "Tadi ada cewek di ruangan Pak Aldiano! Gila, seksi banget! Kayaknya dari kalangan atas. Mana mereka berdua di ruangan tuh cukup lama!"
Aulia mendadak merasa aneh. Dadanya sedikit sesak, tapi dia tidak tahu kenapa.
Fuji tidak sadar perubahan ekspresi Aulia dan malah lanjut bergosip. "Menurut lo, mereka punya hubungan apa? Masa iya itu calon istrinya? Gila, kalau beneran, cewek itu beruntung banget! Pacaran sama bos ganteng, kaya raya, lagi!"
Aulia diam.
Kenapa rasanya kesel, sih?
Dia gak peduli, kan? Ya kan?
Aulia menarik napas dalam, berusaha mengabaikan perasaan aneh yang muncul entah dari mana. Dia mengambil nampan kopi dengan sedikit kasar, membuat cangkirnya bergetar.
"Aku kerja dulu," katanya datar, langsung melangkah pergi.
Fuji mengerutkan kening, sedikit bingung. "Eh? Kok lo tiba-tiba bete?"
Aulia pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan menuju ruangan Aldiano.
Entah kenapa, pagi ini, dia mendadak gak mood kerja.
Dan dia bahkan gak tahu apa alasannya.
Aulia berjalan menuju ruangan Aldiano dengan langkah cepat, membawa nampan kopi seperti biasa. Tapi entah kenapa, tangannya agak gemetar sedikit.
Gak ada alasan buat kesel. Gak ada alasan buat kepikiran. Toh, siapa pun wanita itu, itu bukan urusannya.
Iya, kan?
Tapi kenapa rasanya kayak ada batu nyangkut di dadanya?
Begitu sampai di depan pintu ruangan Aldiano, Aulia menarik napas dalam. Lalu, tanpa pikir panjang, dia mengetuk pintu dan langsung masuk tanpa menunggu jawaban.
"Pak, kopi pagiannya da—"
Kalimatnya terhenti begitu saja.
Matanya langsung tertuju pada sosok wanita yang duduk di sofa di ruangan Aldiano.
Dan Fuji gak bohong.
Cewek itu memang cantik. Banget.
Gaun ketatnya berwarna merah anggur, membentuk tubuhnya yang jenjang. Rambut panjangnya disanggul rapi dengan beberapa helai menjuntai manis di wajahnya. Bibirnya merah, matanya tajam, dan auranya… mahal.
Aulia tiba-tiba ngerasa kayak gembel yang masuk ke butik mewah.
Sementara itu, Aldiano duduk di kursinya dengan ekspresi seperti biasa—datar dan sulit ditebak. Dia melirik Aulia sebentar sebelum menatap ke arah wanita itu lagi.
"Ini kopinya," kata Aulia, suaranya terdengar lebih ketus dari yang dia maksudkan. Dia meletakkan cangkir di meja dengan sedikit kasar, lalu berdiri di sana tanpa bergerak.
Wanita itu menoleh ke arah Aulia dan tersenyum kecil. "Oh? Kamu office girl di sini?"
Aulia mencibir dalam hati. Ketebak banget sih pertanyaannya.
"Ya," jawab Aulia, menatap balik tanpa senyum.
Wanita itu terkekeh kecil. "Lucu juga. Biasanya Pak Aldiano gak minum kopi buatan sembarang orang, lho."
Aulia menoleh ke Aldiano dengan tatapan bertanya.
Aldiano hanya menyesap kopinya pelan sebelum berkata datar, "Dia bukan sembarang orang."
Aulia melongo.
Sebentar. Apa?
Si wanita tertawa kecil lagi. "Oh? Wah, menarik."
Aulia tiba-tiba merasa gak nyaman. Bukan karena tatapan si wanita, tapi karena kalimat Aldiano barusan.
Kenapa rasanya kayak dia baru aja bikin pernyataan gede?
Sebelum suasana makin aneh, Aldiano akhirnya membuka suara lagi. "Aulia, ini Nadia."
Aulia menoleh lagi ke wanita itu, yang sekarang tersenyum tipis.
"Nadia Adinegoro," kata wanita itu. "Aku dan Aldiano sudah kenal lama."
Aulia gak tahu kenapa, tapi ada sesuatu dalam cara Nadia berbicara yang bikin dia geregetan. Kayak ada maksud tersembunyi di balik kalimatnya.
Aulia berdehem kecil. "Oh. Ya udah, kalau gitu saya balik kerja dulu."
Tanpa menunggu jawaban, dia langsung berbalik dan keluar ruangan.
Begitu pintu tertutup, dia menarik napas panjang.
Kenapa rasanya gak enak banget?
Dan kenapa dia tiba-tiba pengen nendang sesuatu?
Aulia melangkah keluar dari ruangan Aldiano dengan perasaan yang campur aduk. Dia sendiri gak ngerti kenapa rasanya kesel. Rasanya kayak… ada yang nyangkut di hatinya, tapi dia gak bisa jelasin apa itu.
Dan tepat saat dia menutup pintu, seseorang berdiri di depannya.
Teddy.
Sekretaris Aldiano itu menatapnya dengan ekspresi santai, tapi matanya langsung menangkap perubahan wajah Aulia.
"Kenapa muka kamu cemberut begitu?" tanya Teddy, menyipitkan mata curiga.
Aulia berkedip cepat, buru-buru mengubah ekspresinya. "Hah? Cemberut? Enggak kok!"
Teddy melipat tangan di dada. "Hmm… kamu masuk ruangan bos dalam keadaan biasa aja, terus keluar dengan muka kayak orang abis lihat utang nambah. Jadi, ada apa?"
Aulia mengembuskan napas kesal. "Basi banget, Mas. Saya baik-baik aja."
Teddy menyeringai, jelas gak percaya. "Jangan bilang kamu cemburu?"
Aulia langsung melotot. "APA?!"
Teddy tertawa kecil. "Heh, saya cuma nembak aja, tapi kamu langsung heboh. Berarti bener, kan?"
Aulia mendengus dan melipat tangan di dada. "Enggak ah. Saya gak cemburu. Saya cuma… aneh aja. Tiba-tiba ada cewek di ruangan Pak Aldiano pagi-pagi gitu."
Teddy mengangkat alis. "Nadia, ya?"
Aulia mendengus. "Iya. Mas tau siapa dia?"
Teddy mengangguk santai. "Tentu aja. Dia Nadia Adinegoro. Anaknya salah satu investor perusahaan ini. Dia dan Pak Aldiano kenal udah lama."
Aulia merasakan sesuatu mencubit dadanya, tapi dia buru-buru mengabaikannya. "Oh… investor, ya? Pantesan kelihatan mahal banget."
Teddy terkekeh. "Iya, dia tajir. Terus, gimana? Kamu merasa terancam?"
Aulia langsung meninju lengan Teddy—gak keras, tapi cukup buat pria itu terkekeh lebih keras.
"Mas nih ya, kebanyakan nonton drama! Mana ada saya merasa terancam? Saya kan cuma office girl yang nyambi jadi tukang masak, bukan siapa-siapa!"
Teddy tersenyum miring. "Iya, sih. Tapi kamu sadar gak kalau Pak Aldiano cuma bisa ngerasain makanan buatan kamu? Kamu pikir itu hal biasa?"
Aulia terdiam.
Teddy menepuk bahu Aulia pelan sebelum berjalan melewatinya. "Santai aja. Saya cuma kasih saran… kalau ada sesuatu yang kamu rasain, jangan pura-pura gak tau, ya?"
Aulia melongo, menatap punggung Teddy yang menjauh.
"Apaan, sih?" gumamnya pelan, tapi dadanya tiba-tiba terasa lebih penuh dari sebelumnya.
Dan sekarang dia makin gak mood kerja.
.
.
Next👉🏻
Dalam dunia kerja, tidak ada adaptasi dengan dikasih waktu berkeliling. Perusahaan manapun waktu adalah uang, dan mereka tidak mau yang namanya rugi.
kalo diterima itu artinya sudah siap langsung bekerja. perkara tidak tahu, biasanya diminta untuk bertanya pada senior/pegawai yang sudah lama bekerja. itu logik bukan hujatan ya.
Tolong riset dulu ya biar logik ceritanya
dibandingkan temui, pilih kata 'menghadap' karena ini lingkungan kerja. Ada SOP jelas yang harus diperhatikan dan ditaati pegawai.
"Silahkan langsung menuju lantai lima belas. Kamu menghadap ke Pak Edwin bagian HRD," jawabnya bla bla
"Permisi. Saya Aulia, Office Girl yang baru. Mau lapor dulu nih, biar dibilang rajin," ujarnya