Judul : Jantung kita yang ajaib
Kisah perjalanan hidup sepasang insan yang kehilangan keluarganya. Sang pria memiliki jantung lemah, sementara sang wanita mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa nya di tambah dia tidak memiliki kaki sejak lahir.
Keduanya menjalani operasi transplantasi jantung. Pendonor jantung mereka adalah sepasang suami istri yang misterius dan meninggalkan memori penyesalan suami istri itu di dalam nya, jantung mereka mendorong mereka untuk mencari satu sama lain kemudian menyatukan mereka.
Inilah kisah perjuangan dua insan yang menjadi yatim piatu karena keadaan, mereka hanya saling memiliki satu sama lain dan keajaiban jantung mereka yang terus menolong hidup mereka melewati suka dan duka bersama sama. Baik di dunia nyata maupun di dunia lain
Remake total dari karya teman saya code name the heart
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5
Setelah itu, Adrian berdiri di depan sebuah unit apartemen, dia mengeluarkan sertifikatnya untuk memastikan kalau ingatannya tidak salah,
“Hmm ini ya,” ujarnya dalam hati.
Dia memasukkan kuncinya dan “klek,” dia membukanya, kemudian dia memasukkan kepalanya mengintip ke dalam,
“Permisi,” ujarnya.
Tentu saja tidak ada yang menjawabnya, dia membuka pintunya lebar lebar dan masuk ke dalam. Unit apartemennya terlihat sedikit besar dengan dua kamar di sebelah kiri, seluruh perabotnya baru, dapurnya terhalang oleh dinding dan ada pintu kamar mandi di dinding itu. Adrian melihat ada sebuah bath tub di dalam kamar mandi,
“Wah asik juga bisa berendem,” ujar Adrian dalam hati.
Setelah itu dia masuk ke dalam, dia mulai memeriksa kamar yang paling besar, begitu masuk Adrian sedikit kaget karena ranjang yang ada di dalam kamar itu adalah ranjang double bed,
“Lah, gede amat ranjangnya, aku kan sendirian,” ujarnya dalam hati.
Dia menoleh melihat lemari pakaian dan meja rias yang bersebelahan dengan meja baca kecil. Adrian berjalan ke lemari dan membukanya, ternyata di balik pintunya tergantung satu stel seragam putih abu abu baru. Dia mengambilnya dan melihatnya dari jarak dekat,
“Oh seragam sma ya,” ujarnya dalam hati.
Setelah menaruh kembali seragamnya, dia menoleh ke meja baca kecil di sebelah meja rias, ada sebuah kantung plastik merah di atasnya, dia melihat ke dalam kantung plastik ternyata isinya adalah buku buku cetak untuk pelajaran dan di sebelah lemari tergantung sebuah tas baru yang masih di dalam plastik untuk dia sekolah.
“Ini yang daftarin dokter Kelvin kan ya, hebat juga ya udah lengkap aja,” gumamnya.
Adrian duduk di sisi ranjang dan mulai membuka tas punggungnya, dia mengeluarkan beberapa potong pakaiannya kemudian menaruhnya di lemari, namun ketika dia membuka laci, mata Ardian sedikit membulat karena melihat sebuah map dan faktur pembelian motor, di balik map ada kunci motor dan dua buah plat nomor yang masih belum di pasang.
“Dapet motor juga ? hmm....tapi aku kan ga bisa naik motor ya, lagian ga punya sim juga, biarin dulu deh,” ujar Adrian dalam hati.
Dia menaruh kotak smartphonenya dan amplop coklat yang berisi data data pribadi juga sertifikat apartemen, di dalam laci, kemudian dia menutup laci nya kembali. Setelah selesai, dia langsung berdiri di depan kaca meja rias dan membuka kausnya, dia melihat jahitan panjang lurus dari tepat di bawah tulang selangka sampai tepat di atas ulu hati.
Dahinya sedikit mengernyit dan menatap intens bekas luka jahitan yang sudah nampak tertutup rapat karena jelas mengganggu dan tidak sedap di pandang mata.
“Ah di balik baju ini, ga akan keliatan orang,” ujarnya dalam hati.
Setelah itu, dia melompat ke ranjang dan berbaring sambil memegang smartphone nya dan meneruskan membaca baca forum juga sosial media di smartphone. Pikirannya mulai melayang layang mengenang ayah, ibu dan adiknya yang sudah tidak akan dia temui lagi, namun di hatinya dia berterima kasih karena masih bisa tinggal layak dan bersekolah.
Perasaan yang campur aduk ketika dia sendirian, rasa kangen terhadap ayah, ibu dan adiknya, di tambah rasa benci juga marah kepada pamannya dan kesadarannya yang mengatakan kalau sekarang dia sudah tidak punya siapa siapa dan hanya sendirian di dunia, membuat Adrian meletakkan smartphone nya dan menutup matanya menggunakan kedua lengannya sampai tertidur pulas di ranjangnya.
Hampir tengah malam, Adrian terbangun dan terduduk di ranjangnya, dia menoleh melihat sekeliling kamar yang gelap dan rasa sepi mulai menghantui dirinya kembali. Dia turun dari ranjang dan keluar dari kamar, dia menyalakan lampu kemudian duduk di sofa dan menyalakan televisi namun tetap saja dia merasa kosong.
“Sekarang harus apa ya, mau apa aku ke depannya, aku tidak tahu harus ngapain, aku tidak punya tujuan selain menuntut paman ku, setelah berhasil menuntutnya terus apa, mau di bawa kemana hidup ini,” ujar Adrian dalam hati sambil menatap layar televisi di depannya.
“Klek,” “Klap,” terdengar suara seseorang masuk ke dalam apartemen sebelah dan menutup pintunya, Adrian hanya menoleh sejenak kemudian kembali melihat layar televisi, tapi tiba tiba, “dug...dug...dug,” jantungnya berdegup dengan kencang sampai dia merasa sedikit sesak, dia memegang dadanya dan denyutnya bisa dia rasakan di telapak tangannya.
“Aduh kenapa ini,” ujar Adrian dalam hati.
Akhirnya Adrian berbaring di sofa dan menutup matanya menggunakan lengan sambil terus merasakan detak jantungnya, lama kelamaan, dia merasakan detaknya semakin nyaman walau jantungnya masih berdegup kencang, seketika pikiran nya menjadi jernih, dia teringat pesan dokter Kelvin dan om Jimmy di mimpinya, “hiduplah,”
Adrian bangun dan kembali duduk, telapaknya masih merasakan denyut jantung di dadanya, dia menoleh melihat sekeliling apartemen nya.
“Iya benar, aku masih hidup, aku sudah melewati usia 15 tahun yang tidak pernah terpikirkan oleh ku sebelum nya, aku harus memulai lagi semua dari awal, ini hidupku, hidup kedua ku, aku ingin berjuang untuk hidupku, sudah banyak yang berkorban untuk ku, sekarang giliran ku untuk menyenangkan mereka, dengan cara aku hidup,” ujar Adrian dalam hati.
“Dug....dug.....dug,” degup jantungnya mulai melambat dan kembali normal, air mata Adrian mulai mengalir keluar namun dia tersenyum, dia langsung memeluk tubuhnya sendiri menggunakan kedua lengannya dan mengucapkan terima kasih. Namun saat ini, Adrian masih belum mengetahui kalau takdirnya ternyata berada sangat dekat dengan dirinya.
******
Di saat yang sama, di unit apartemen sebelah, seorang gadis yang masih berpakaian rapi dan sepertinya baru pulang, jatuh di lantai dari kursi rodanya, dia meringkuk memegang dadanya dengan kedua tangannya,
“Kenapa ini....tadi rasanya di periksa oleh dokter Kelvin tidak apa apa...aku jauh jauh ke singapura pulang pergi dan keluar uang banyak hanya untuk periksa....kenapa baru sekarang muncul yang seperti ini. Nenek...tolong aku,” ujar sang gadis.
Gadis itu terlihat kesakitan, pikirannya mulai melayang kemana mana, dia mengingat neneknya yang sudah meninggal kan dirinya pulang ke surga. Sang gadis merangkak menuju ke ruang tengahnya dengan perlahan lahan. Setelah bersusah payah, akhirnya dia sampai di sofa dan memanjat naik, dia langsung duduk bersandar di sofa dengan nafas terengah engah.
Namun tiba tiba detak jantungnya tidak lagi menyakitkan, melainkan nyaman, dia merasa lega dan tenang kembali, setelah itu dia menoleh melihat sekeliling,
“Aduh...belum nyalain lampu ya, ayo semangat Elsa,” ujar sang gadis yang bernama Elsa sambil turun dari sofa dan kemudian merangkak menuju tombol lampu.
Dia mengambil tongkat di bawah lampu dan menekan tombol menggunakan tongkat, setelah itu dia merangkak kembali menuju ke sofa dan duduk. Dia mengambil tongkat di sebelah sofanya dan menarik kursi rodanya mendekat ke sofa, kemudian dia berpindah ke kursi rodanya.
“Nah aman, punya kaki lagi hehe,” ujarnya dalam hati.
Elsa mengayuh kursi rodanya menuju ke kulkas dan mengambil minuman dari dalamnya, kemudian dia kembali ke sofa dan menyalakan televisi, dia menonton televisi sambil menyedot minumannya menggunakan sedotan, namun pikirannya melayang mengenang masa lalunya. Tanpa sadar air matanya menetes namun dia langsung menghapusnya,
“Hehe aku tidak apa apa kok hehe, oh sebelah lagi nonton televisi ya, berarti udah ada orangnya hehe,” ujarnya dalam hati sambil menghapus air matanya.