Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam Lingkaran Setan
Hana seperti biasa pergi setelah memastikan Vincent tidak memberinya satu petunjuk pun soal anak ini dan menjelaskan keadaan Egi beberapa saat lalu. Egi kejang dan sesak nafas lagi, tetapi Hana mengatakan bahwa Egi akan bangun esok pagi dengan keadaan yang lebih baik.
Vincent duduk di sofa panjang yang ada di ruangan ini. Menunggu pagi datang, Vincent membaca ulang hasil evaluasi operasi Elvano lagi. Mempelajari hal seperti ini bisa menambah kemampuan Vincent baik dalam mendiagnosa maupun di meja operasi. Asyik membaca sampai ia tidak sadar tertidur.
Entah berapa lama Vincent tertidur yang jelas ketika bangun di pagi hari, ia melihat siluet Brie dan Lana di ruangan ini.
"Pagi Papa!" Brie memeluk Vincent begitu saja ketika pria itu bangun.
"Aku bawain kamu baju ganti di ruangan kerja kamu, Vin!" Lana menyambung. "Aku lihat baju ganti kamu udah abis kemarin, dan aku bawa juga sarapan untukmu."
Vincent sama sekali tidak menanggapi, justru ia sibuk dengan Brie yang menggelayut di tubuhnya.
Lana menyusul duduk disebelah Vincent. "Jangan terlalu lelah bekerja, Brie dan aku butuh kamu."
Lana mengusap bahu Vincent dengan lembut, senyumnya juga menawan, tetapi di tepis samar oleh Vincent. Di hadapan Briella, Vincent tidak akan macam-macam.
"Papa mandi dulu, ya, Sayang."
"Hmm!" Brie turun dan membiarkan papanya mandi.
"Sudah aku siapkan semuanya, kamu tinggal pakai!" Lana memaksakan sentuhan ke lengan Vincent yang terlihat seperti Vincent melepaskan pegangan darinya.
Senyum Lana tidak pudar sampai Vincent benar-benar pergi dari sini.
"Brie lihat, kan? Papa sibuk mengurus pasien yang sakit, jadi Brie nggak boleh rewel biar Papa fokus kerjanya!" Lana menyentuh kepala Brie dengan lembut lalu menciumnya di pipi.
"Baik, Mama! Brie ngerti!"
Lana mengusap rambut Brie. "Ayo kita susul Papa ke ruangannya."
...
Egi membuka mata begitu ketiga orang tersebut meninggalkan ruangan. Napasnya yang masih sedikit sesak ia tarik perlahan.
Bibirnya terlipat dalam. Sejak ia bangun, Egi melihat Lana berada disini. Bahkan Lana membantunya mengambil minum, kemudian menjelaskan siapa diri Lana kepadanya. Egi sungguh tidak bisa berkata-kata mendengar itu.
"Vincent adalah pria baik yang dermawan, juga selalu mendedikasikan dirinya untuk dunia medis sepenuhnya sampai dia tidak memperhatikan dirinya sendiri. Aku sebagai istrinya yang bertugas mendukung Vincent agar karirnya terus berkembang."
Begini ya, jika wanita berada di tangan yang tepat? Wanita yang selama ini ia lihat di toko barang mewah, wanita yang selalu tertawa dengan elegan, wanita yang strata sosialnya sangat bagus. Egi menatap Lana begitu takjub sampai dia minder sendiri.
"Kau tidak pernah bilang ada alergi terhadap obat-obatan!"
Egi menoleh ke arah pintu dimana sosok rupawan Vincent berada, sejenak menata pikirannya. Lamunan tadi membuat dirinya semakin tertekan.
"Aku tidak alergi vitamin—"
"Itu adalah pil darurat penunda kehamilan!"
Egi mengalihkan tatapannya dari Vincent. "Dokter tidak usah takut jika terjadi sesuatu dengan saya! Saya bisa jaga diri."
Ingin secepatnya menjauh dari Vincent dan keluarganya, Egi segera melepas semua tanggungjawab Vincent kepadanya.
"Dengan keadaanmu sekarang, kamu memangnya mampu menanggung seseorang lagi?" Vincent mendekat untuk memeriksa keadaan Egi yang terbaru.
"Saya bertahan selama 14 tahun tanpa siapapun membantu saya selain diri saya sendiri, Dokter—"
"Tapi akhirnya kamu membutuhkan aku juga, kan? Artinya saya sudah terlibat dalam hidup kamu!" Vincent berkeras, seraya menatap Egi dari posisi berdiri. "Uang yang aku keluarkan cukup besar, jadi tolong ingat kata-katamu sendiri bahwa jika aku merasa belum sepadan, aku bisa memakaimu lagi kapan-kapan!"
Egi meremas selimut yang menutup separuh badannya. "Anda berkeluarg—"
"Itu bukan urusanmu!" potong Vincent cepat, sebab dia paham kemana arah bicara Egi. "Urusan kita adalah nyawa adikmu, lalu belum jelas bagaimana kamu membayarnya hingga lunas, nyawamu juga kamu gadaikan padaku!"
Vincent dengan tenang mengusap kepala Egi yang rambutnya hanya sampai pangkal leher panjangnya. "Cepatlah sembuh! Kurasa aku sedikit terobsesi dengan kepolosanmu!"
Egi menelan ludah susah payah. Apa ini artinya dia akan terjerat di lingkaran setan?
"Kenapa diam? Kamu menyesal telah menjualnya padaku?"
Egi sontak sedikit mendongak saat Vincent berada dekat pipinya.
Tatapan keduanya bertemu, membuat senyum sinis Vincent terukir. "Aku hanya terlihat seperti malaikat, kau tau?!"
Napas Egi rasanya telah lari terbirit-birit meninggalkan dada Egi mendengar itu. Sungguh wajah Vincent begitu menakutkan.
Jika saja tidak ada suara perawat diluar, suasana mencekam ini tidak akan pernah melepaskan cengkeramannya dari leher Egi.
Vincent menegakkan tubuhnya dan menata wajahnya kembali normal. Kedua tangannya ia letakkan di saku.
"Ah, Dokter Vincent! Ibu Virginia anda harus cek darah kembali." Perawat itu dengan ramah dan penuh pelayanan mendekat. "Maaf Dokter!"