Nadira, gadis yang harus menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Ia harus menerima perjodohan ini, karena perjanjian kedua orang tuanya dulu sewaktu mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah. Bagaimna nasib pernikahan tanpa cinta yang akan di jalani Nadira?? Apakah akan ada benih cinta hadir? Atau Nadira memilih mundur dari pernikahan karena perjodohan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 34
Setelah selesai melakukan pekerjaan rumah. Nadira pun membuka laptop dan melihat kurva penjualan di ol shop nya. Ternyata omset bulan ini tak sebanyak bulan kemarin. Nadira sedikit menghela nafasnya. Berarti bulan ini harus sedikit berhemat untuk biaya pribadinya. Tanpa Nadira sadari, Alby memperhatikannya, sampai suara Alby membuat Nadira terperanjat.
" Kamu kenapa, Dira?"
Dira kaget mendapati Alby yang berada tepat di belakangnya. Kenapa dia bisa tidak tahu, Alby keluar dari kamar. Alby sempat melirik ke arah laptop yang ada di pangkuan Nadira.
"Hm..gak kenapa-kenapa kok, Mas. "
Nadira tampak gugup.
" Mas perlu sesuatu? kenapa Mas gak panggil aku aja?"
Nadira bertanya pada Alby. Namun Alby tidak menjawab, lalu Alby berlalu kembali masuk ke kamar. Nadira sempat bingung dengan sikap Alby. Tak lama Alby pun kembali dari kamar, dengan membawa dompet di atas paha nya. Nadira mengerutkan keningnya. Tanda tak mengerti. Alby lantas membuka dompet dan menyerahkan sebuah kartu dan menyerahkan nya pada Nadira.
Nadira makin bingung dengan sikap Alby. Nadira tak langsung menerima kartu tersebut.
" Dira, maaf seharusnya aku memberikan ini dari 6 bulan lalu. Nafkah yang seharusnya aku berikan ke kamu. Tapi aku terlalu egois, dan hanya mementingkan perasaanku sendiri. Maafkan aku, Dira. Aku mohon kamu mau menerima ini ya? "
Dira masih tampak diam mematung. Entah apa yang merasuki Alby akhir- akhir ini. Sejak kejadian Alby melempar makanannya, Alby mulai berubah. Tak terlalu tempramen. Bahkan mulai banyak berbicara. Dan Nadira pun menerima kartu tersebut, dengan sedikit ragu. Belum hilang keterkejutan Nadira, Alby pun menyodorkan lagi sebuah kartu pada Nadira.
Nadira mengerutkan keningnya.
" Untuk apa lagi, Mas? "
Alby tersenyum tipis.
" Ini untuk keperluan rumah. Bayar tagihan dan sebagainya. "
Alby kembali memberikan kartu itu kepada Nadira.
" Kartu yang tadi cukup, Mas. Ini kamu pegang aja."
Nadira kembali menolaknya. Alby tetap bersikeras agar Nadira menerima kartu itu. Dan lagi-lagi Nadira mengalah, dan menerima kartu tersebut. Alby tersenyum puas.
Sore hari Alby mulai belajar berjalan menggunakan alat bantu. Walau bagaimana pun, Alby harus rajin berlatih. Agar segera pulih. Nadira masih setia berada di samping Alby, dan ikut berjalan,selama Alby melatih kakinya. Setelah di rasa cukup, Alby menyudahi latihannya. Dan kembali duduk di kursi roda. Nadira pun mendorong Alby masuk ke kamar.
" Mas mau mandi sekarang? atau masih mau istirahat?"
" Langsung mandi aja."
Nadira pun melangkah ke kamar mandi, dan menyiapkan air. Setelah selesai, Nadira pun keluar dan dia melihat Alby yang sudah membuka kaos oblong yang di pakainya. Ini memang bukan pertama kalinya Nadira melihat Alby telanjang dada, tapi entah mengapa, dirinya tetap saja malu, setiap kali melihat pemandangan itu.
Kali ini Alby berusaha memaki kruk untuk berjalan ke kamar mandi.
" Mas, yakin bisa sendiri? "
Alby pun mengangguk, Nadira yang khawatir tetap menunggu Alby sampai selesai mandi. Pakaian sudah di letakkan di atas ranjang. Lima belas menit kemudian, Alby pun keluar, dan tampak segar dengan rambut basahnya.
Alby yang melihat Nadira masih di menunggunya, tersenyum tipis. Nadira masih fokus dengan laptopnya. Sepertinya keadaan Ol shop miliknya sedikit memiliki masalah. Suara deheman dari Alby membuyarkan konsentrasi Nadira. Dia melihat kearah Alby yang sudah duduk di tepi ranjang.
" Hm...Dira keluar dulu ya, Mas."
Pipi Nadira bersemu merah, malu melihat Alby hanya bertelanjang dada dan hanya membelitkan handuk di pinggangnya.