Ketika Ibu kandung Arif meninggal dunia, Arif dititipkan seorang adik sambung penyandang down syndrome. Ayah Eva sudah lama meninggal dunia. Di hari pemakaman ibunya kekasih Arif yang bernama Mawar tidak bisa ikut pemakaman dengan alasan ia ada quiz sehingga ia tidak bisa bolos kuliah. Bahkan ketika acara tahlil ibu Arif, Mawar tidak datang ke acara tahlil.
Semenjak itu Mawar menghilang tanpa jejak. Bahkan orang tua kandung Mawar tidak mau memberi tahu keberadaan Mawar. Arif merasa sedih karena kekasihnya meninggalkan dirinya begitu saja tanpa pesan apapun.
Setelah tujuh hari meninggalnya ibu Arif, saudara-saudara ayah Eva datang ke rumah untuk menemui Arif. Mereka hendak menanyakan tentang pengasuhan Eva selanjutnya. Arif mengatakan dia yang akan mengasuh Eva. Para keluarga ayah Eva tidak setuju Arif tinggal satu rumah dengan Eva karena Arif bukan muhrim Eva. Mereka ingin Eva dan Arif tinggal terpisah.
Arif bertambah bingung karena desakan keluarga ayah Eva. Ia ingat ibunya berpesan untuk tidak melepaskan Eva dan harus menjaga Eva dengan baik. Akhirnya dengan terpaksa Arif membuat keputusan.
Hai-hai jangan lupa follow akun FB Deche Sudarjono, Ig @deche62 dan Tiktok @deche_sudarjono.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Arif.
“Oh, Eva mau bunga? Nanti Kakak belikan bunga untuk Eva. Sudah jangan menangis lagi,” hibur Arif. Wajah Eva langsung berbinar mendengar perkataan Arif. Ia mengusap air matanya dengan tangannya.
“Eva mau bunga warna apa?” tanya Arif.
“Kuning,” jawab Eva.
“Baiklah. Nanti Kakak belikan bunga berwarna kuning,” ujar Arif. Eva pun tersenyum senang karena akan dibelikan bunga berwarna kuning oleh kakak sambungnya.
“Sekarang Kakak pergi ke toko dulu, ya. Kakak harus mencari uang untuk Eva,” ujar Arif.
“Untuk beli bunga?” tanya Eva.
“Untuk beli bunga, untuk makan juga dan untuk menggaji bibi-bibi,” jawab Arif dengan sabar.
“Iya.” Eva mengangguk tanda mengerti.
Arif pun bersiap-siap berangkat ke toko. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu mengucapkan salam di depan rumah. “Assalamualaikum,” ucap seseorang.
Mendengar ada yang mengucapkan salam, Arif pun berjalan menuju ke ruang tamu. “Waalaikumsalam,” jawab Arif. Ia mengintip dari balik vitrase, ia melihat ada beberapa buah mobil yang berhenti di halaman rumah dan di depan pagar rumah.
‘Siapa yang datang?’ tanya Arif di dalam hati.
Arif membuka pintu. Ada beberapa pria dan wanita separuh baya berdiri di depan pintu. Arif mengenali wajah mereka. Mereka adalah ua-ua Eva dan paman serta bibi Eva.
“Silahkan masuk, Ua.” Arif mempersilahkan ua-ua, paman dan bibi Eva masuk ke dalam rumah. Mereka menyalami Arif satu persatu lalu mempersilahkan mereka duduk di kursi tamu.
“Sebentar saya panggilkan Eva dulu.” Arif masuk ke dalam rumah untuk memanggil Eva. Tidak lama kemudian Arif kembali bersama Eva.
“Salam dulu sama ua-ua, paman dan bibi-bibi,” ujar Arif kepada Eva.
Eva mencium tangan semua saudara kandung ayahnya. “Itu kenapa wajahnya seperti habis menangis?” tanya Entin istri dari Saiful, kakak Syafrudin. Bekas Eva tadi menangis masih terlihat di wajah Eva.
“Sini, duduk sama Ua.” Entin menepuk kursi kosong di sebelahnya. Eva menurut, ia duduk di sebelah Entin.
Entin bertanya sekali lagi sambil mengusap rambut Eva. “Kenapa Eva menangis?”
“Eva mau ke makam Ibu,” jawab Eva dengan wajah sedih.
“Mau apa ke makam Ibu? Kenapa tidak ke makam Mama?” tanya Entin.
“Eva mau beli bunga yang berwarna kuning,” jawab Eva.
“Oh, Eva mau beli bunga. Di makam Mama juga ada bunga. Macam-macam warnanya. Nanti Ua antar Eva ke sana,” ujar Entin.
Entin menoleh ke Arif. “Kamu tidak pernah mengajak Eva ke makam mama Eva?” tanya Entin.
“Sewaktu Ibu masih hidup kami sering diajak Ibu ke makam mama Eva. Tapi semenjak Ibu meninggal saya belum pernah mengajak Eva ke sana,” jawab Arif.
“Maafkan saya, Ua. Mungkin karena kesibukan saya, saya lupa untuk mengajak Eva ke makam mama Eva,” ucap Arif dengan perasaan bersalah. Ia seperti tidak mau mengantar Eva ke makam mama Eva.
“Sudahlah. Kita ke sini bukan untuk membahas soal itu,” ujar Saiful menengahi pembicaraan istrinya dengan Arif.
“Arif.” Saiful memanggil Arif.
“Iya, Ua,” jawab Arif.
“Kedatangan kami ke sini adalah untuk membahas hak mengasuh Eva. Seperti yang kamu ketahui kamu dan Eva bukan saudara kandung. Kalian tidak bisa tinggal dalam satu atap bersama walaupun di rumah ini banyak orang. Kami akan membawa Eva ke panti khusus untuk penyandang down syndrome karena kami sendiri tidak mampu merawat Eva. Di sana Eva bisa berkumpul bersama teman-temannya,” ujar Saiful.
Arif hanya diam ketika mendengar perkataan Saiful. Ia menunggu Saiful selesai bicara.
“Untuk biayanya kami akan diambil dari harta kekayaan Syafrudin. Kami memutuskan harta warisan milik Eva akan kami pergunakan untuk kepentingan Eva,” lanjut Saiful.
Arif menahan nafas mendengar perkataan Saiful. Bukan masalah harta kekayaan yang ia persoalkan. Harta kekayaan peninggalan Syahfrudin dan Anita sudah dipisahkan. Ketika Anita menikah dengan Syahfrudin, ia memiliki harta kekayaan dari peninggalan bapak Arif. Semua harta peninggalan bapak Arif sudah dibalik namakan atas nama Arif agar tidak tercampur dengan harta Syahfrudin.
Bahkan boleh dibilang Anita adalah penyuntik dana segar usaha milik Syafrudin. Kala itu Syafrudin kekurangan dana untuk usahanya. Harta mana saja yang milik Syafrudin semua ada datanya di pengacara.
Ini semua dilakukan oleh Syafrudin agar ia tidak berbuat zalim kepada Arif. Ia takut suatu hari nanti saudara-saudaranya akan mengambil harta kekayaan milik Arif yang mereka sangka adalah harta kekayaan miliknya.
Arif menoleh ke Eva yang duduk di sebelah bibi-bibinya. Sekarang yang menjadi persoalan Arif adalah Eva. Sebelum meninggal, Syafrudin menitipkan Anita dan Eva kepada Arif. Beliau meminta agar Arif menjaga Eva karena bagaimanapun juga Eva sudah menjadi adik sambung Arif. Kala itu Arif menyanggupi permintaan Syafrudin.
Sebelum Anita meninggal beliau berpesan kepada Arif. “Jika Ibu sudah tidak ada, Ibu mohon agar kamu merawat dan menjaga Eva. Hanya kamu yang bisa menjaga dan merawat Eva karena kamu adalah kakaknya. Jangan sampai orang lain yang menjaga dan merawat Eva! Mereka belum tentu bisa memperlakukan Eva dengan baik. Kasihan Eva jika ia mendapat perlakuan yang tidak baik.”
Dulu Arif bermimpi akan menikah dengan Mawar. Mereka berdua yang akan menjaga dan merawat Eva. Namun, impiannya musnah setelah Mawar pergi entah kemana. Sekarang Arif bingung bagaimana meyakinkan ua-ua dan bibi-bibi Eva kalau ia sanggup untuk merawat dan menjaga Eva.
“Ua, apa saya diperbolehkan untuk menjaga dan merawat Eva?” tanya Arif kepada Saiful.
“Tidak bisa Arif. Eva bukan muhrim kamu!” jawab Saiful dengan tegas.
“Kenapa kamu tetap merawat Eva? Apa kamu takut jika kami mengambil harta hak milik Eva?” tanya Imi adik Syafrudin.
Arif tersenyum, ia tidak merasa tersinggung dengan pertanyaan Imi. “Saya tidak ingin Eva tersakiti, dia sangat rapuh. Ayah menitipkan Eva kepada saya dan saya akan menjalankan amanah Ayah. Silahkan kalau bibi-bibi dan ua-ua hendak mengambil harta milik Eva. Saya masih sanggup membiayai Eva dengan harta peninggalan bapak saya,” jawab Arif.
“Lalu apa yang akan kalau lakukan agar kamu bisa mengurus dan merawat Eva?” tanya Saiful.
Arif menarik napas dalam-dalam. Keputusannya sudah bulat. Dan ini adalah jalan satu-satunya agar ia bisa melindungi Eva.
“Saya akan menikahi Eva,” jawab Arif.
Semua orang kaget mendengar jawaban Arif. Hanya Saiful yang tidak kaget mendengar jawaban Arif. Sepertinya ia sudah tahu jika Arif akan menjawab demikian.
“Kamu sengaja menikahi Eva agar kamu bisa menguasai harta warisan Eva,” ujar Efendi kakak Syafrudin nomor dua dengan nada sinis.
Arif berusaha tenang. Ia tidak akan terpancing oleh perkataan ua-ua dan bibi-bibi Eva. “Tidak, Ua. Bagi saya yang terpenting adalah Eva. Kalau ua-ua dan bibi-bibi menginginkan warisan Eva, silahkan hubungi pengacara ayah. Nanti saya berikan nomor telepon dan alamat pengacara ayah,” jawab Arif.