Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Teman Bercerita
Dalam perjalanan bahkan Nirmala merasa tidak nyaman. Perasaannya sangat gugup. Dalam hati bertanya-tanya, kemana Galen akan membawanya pergi? Apa yang akan dibicarakan oleh pria itu?
Ketika mobil masuk ke dalam Basement Apartemen, maka Nirmala sudah tahu jika Galen akan membawanya ke Apartemennya. Namun, untuk apa? Nirmala merasa dia tidak seharusnya tahu tentang Apartemen Galen ini.
"Turunlah"
Nirmala menoleh dan menatap pada Galen yang sudah membukakan pintu untuknya. Nirmala melepas sabuk pengaman dan segera turun dari mobilnya.
"Tuan, untuk apa kita datang kesini?"
Galen tidak menjawab, dia menggandeng tangan Nirmala dan membawanya ke dalam lift. Nirmala menatap tangannya yang berada dalam genggaman Galen. Jangan tanyakan lagi bagaimana keadaan perasaannya saat ini. Bahkan jantungnya sudah berdebar kencang.
Tuhan, kenapa kau berikan aku perasaan seperti ini pada orang yang salah.
Nirmala menyadari perasaan ini sejak dulu dia sering bersama Galen ketika mengantar Laura ke Rumah pria itu, atau sebaliknya, Galen yang datang ke Rumah Laura. Nyatanya perasaan itu sempat hilang saat Galen pergi ke Luar Negara untuk melanjutkan pendidikan dan bisnis keluarga yang disana. Tapi, ketika sekarang pria ini kembali, dan malah semakin dekat dengannya, maka Nirmala tidak bisa lagi memungkiri apa yang dia rasakan saat ini.
Perlahan Nirmala menarik tangannya dari genggaman Galen. Dia harus mulai menjaga jarak demi kebaikan perasaannya. Namun, entah itu akan berhasil atau tidak jika Galen terus seperti ini.
Pintu lift terbuka, Galen kembali menggandeng tangan Nirmala dan membawanya keluar dari dalam kotak besi itu. Bahkan dia tidak peduli dengan gadis itu yang tadi melepaskan genggaman tangannya.
"Tuan, untuk apa kita kesini?"
Masih belum ada jawaban apapun, Nirmala hanya mengikuti langkah Galen hingga sampai di depan sebuah pintu. Galen membuka pintu dan membawa Nirmala masuk. Suasana Apartemen yang luas, dengan ruang tengah lengkap dengan sofa bed dan televisi besar. Di ujung ruangan, tepatnya dekat jendela besar, sebuah meja kerja berada. Ada sebuah mini bar juga di bagian dapur.
Namun, satu yang Nirmala rasakan disini. Sepi ... Bahkan tidak ada pajangan atau sekedar figura foto yang terpajang di dinding. Benar-benar polos. Persis seperti tempat tak berpenghuni saja.
"Duduklah"
Nirmala hanya menurut saja ketika Galen membawanya untuk duduk di sofa. Masih diam dengan tangan saling meremas di atas pangkuannya. Nirmala tidak tahu apa yang diinginkan pria disampingnya sampai membawanya ke Apartemennya.
"Tuan, saya harus kembali. Ini sudah malam" Aku tidak bisa terus berada disini, apalagi duduk begitu dekat dengannya.
"Nirma" Galen meraih tangan gadis disampingnya. Membuat Nirmala menoleh dan tatapan mereka saling beradu sekarang. "... Pertanyaanku masih sama. Bisakah kau bersama denganku? Menemaniku dan berada disampingku?"
Nirmala mengerjap kaget, ini bukan mimpi dan Galen juga bukan dalam keadaan yang mabuk sekarang. Lalu, kenapa pria itu masih saja mengatakan itu. Apa dia sedang bercanda sekarang?
Sadar Nirma, dia kekasihnya Nona Muda. Alam sadar telah menyadarkannya, Nirmala langsung menarik tangannya dari genggaman Galen.
"Maaf Tuan, apa maksudnya? Kenapa Tuan berbicara seperti itu? Ingat Tuan, sekarang masih ada Nona Muda yang menjadi kekasih Tuan"
Galen menghembuskan nafas panjang, dia bersandar pada sofa. Menatap langit-langit dengan beberapa kali menghela nafas.
"Aku ingin kau menjadi teman berceritaku, karena jika dengan Laura, aku bahkan tidak bisa bercerita lepas seperti bersamamu"
Hanya teman bercerita ya? Entah kenapa hati Nirmala malah kecewa mendengar itu. Lalu, apa yang sebenarnya dia harapkan saat pria disampingnya sudah menjadi milik orang lain. Sadar Nirma, kamu tidak akan boleh terlalu jauh berharap! Begitulah hatinya menyadarkan dirinya sendiri.
Galen menoleh pada Nirmala yng hanya diam saja, masih dengan kepala yang bersandar pada sandaran sofa. "Bagaimana? Kau mau bersamaku? Aku tidak akan mengganggu waktu kerjamu, hanya butuh saat waktu senggang saja. Terkadang aku lelah dengan pekerjaan dan tuntutan Kakek dan Papa, tapi aku tidak bisa bercerita pada siapapun. Dan aku rasa, kau akan menjadi teman cerita yang baik dan nyaman untukku"
Nirmala menatap Galen dengan lekat, dia bimbang dengan ini. Tapi hatinya mendorong dia untuk menyetujuinya. Setidaknya menjadi teman saja sudah cukup untuknya. Tidak perlu meminta lebih, karena Nirmala juga sadar diri siapa dirinya, yang sampai kapan pun tidak akan pernah pantas untuk Galen.
"Hanya jadi teman cerita? Baiklah, aku juga tidak ada teman dekat lain selain Nona Muda yang menjadi saudaraku sekarang"
Galen tersenyum, entah dia begitu bahagia sekarang. "Jadi, sekarang kau harus menepati janji untuk menonton drama bersama"
Nirmala mengangguk saja. Hanya menjadi teman bercerita, dia rasa itu akan mudah.
*
"Saat aku sekolah menengah, aku sering beli bakso disini. Dan aku ingat kamu, jadi ingin ajak kamu buat coba" ucap Benji.
Saat ini mereka sedang berada di kedai Bakso sederhana di pinggiran jalan. Di sebrangnya ada sebuah sekolah menengah atas. Tempat Benji bersekolah dulu.
Laura selalu antusias setiap Benji membawanya ke tempat-tempat yang belum pernah dia kunjungi. Padahal dia tinggal di Kota ini bukan baru satu, dua tahun. Tapi untuk tempat pinggir jalan yang adanya lebih banyak di pinggiran kota, maka dia tidak tahu.
"Jadi, dulu kamu sekolah disana?" ucap Laura sambil menunjuk ke arah sekolah di sebrang jalan.
"Ya, itu sekolah aku"
Laura tersenyum, suasana disini cukup ramai meski hari sudah malam. Para pedagang kaki lima dan beberapa kedai pinggir jalan sudah mulai banyak pengunjung.
"Silahkan, Ben. Wah tumben bawa wanita cantik, biasanya cuma sama Deni"
"Haha, iya Bang. Sesekali bawa selain Deni, bosan terus sama dia"
"Gitu dong, ini pacarnya?"
Benji langsung menggeleng cepat, sementara Laura hanya diam saja, hanya memberikan senyuman tipis pada si pemilik kedai.
"Ini hanya temanku, Bang. Aku belum punya pacar" ucap Benji.
"Tidak papa, semuanya juga berawal dari teman"
Benji hanya tersenyum saja, si pemilik kedai berlalu untuk melayani pelanggan yang baru datang. Benji kembali fokus pada gadis disampingnya.
"Ayo makan"
Laura tersenyum, dia tahu bentuk dan rasa bakso. Tapi bakso yang ada di Restoran, dan tampilannya tidak seperti ini.
"Mie nya warna warni ya, ada sayuran hijaunya juga. Wah, ini kok beda sama bakso yang biasa aku makan ya?"
Benji tertawa kecil, dia faham apa yang dimaksud Laura. Karena sudah sering dia menemukan reaksi Laura yang berlebihan seperti ini pada suatu makanan. Yang jelas, Laura memang terlahir dari kalangan yang sangat berbeda dengan Benji.
"Iya Ra, bakso disini seperti ini. Kalo ini namanya bakso untuk kalangan kelas menengah ke bawah. Kalo yang di Restoran, jelas berbeda tampilannya. Tapi kamu coba deh, yang jelas bakso disini tidak kalah enak dengan bakso yang pernah kamu makan di Restoran"
Laura tersenyum, dia mencoba dengan kuahnya dulu. Dan suapan pertama, dia sudah tersenyum penuh kegirangan, dia menyukai rasanya. Lalu mencoba satu butir bakso yang kecil, dan lagi dia dibuat takjub dengan rasanya.
"Wah, ini enak sekali Benji"
Benji tersenyum melihat Laura yang begitu antusias. "Mau tambah sambal dan kecap? Akan lebih enak ini"
"Boleh"
Benji mengambil alih mangkuk bakso milik Laura, dan dia memberikan bumbu yang pas untuk baksonya.
Kebersamaan seperti ini yang tidak Laura rasakan dan dapatkan saat bersama Galen.
Bersambung
Satu bab dulu.. nanti nyusul agak sorean satu lagi. Aku lagi kurang enak badan, mau istirahat dulu bentar.
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪