Agistya dan Martin awalnya pasangan yang bahagia.
Namun, semuanya berubah saat Agistya hamil di luar rencana mereka.
Martin yang ambisius justru membencinya dan merasa hidup mereka berantakan.
Tak lama setelah anak mereka lahir, Martin menceraikannya, meninggalkan Agistya dalam kesendirian dan kesedihan sebagai ibu tunggal.
Dalam perjuangannya membesarkan sang buah hati, Agistya bertemu dengan seorang pria yang baik hati, yang membawa kembali kebahagiaan dan warna dalam hidupnya.
Apakah Agistya akan memaafkan masa lalunya dan membuka hati untuk cinta yang baru?
Bagaimana pria baik ini mengubah hidup Agistya dan buah hatinya?
Apakah Martin akan menyesali keputusannya dan mencoba kembali pada Agistya?
Akankah Agistya memilih kebahagiaannya yang baru atau memaafkan Martin demi keluarganya?
Semuanya terjawab di setiap bab novel yang aku update, stay tuned terus ya!✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sosok hangat
Komala menangkap wajah tak bersahabat Tya, saat dia merengek minta uang kepada kakaknya.
"Kak Tya kenapa? Kesel? Gak suka aku manja sama kak Martin?"
"Mala ... Please jangan mulai, yang sopan kamu sama kak Tya." Ucap Martin dengan suara rendahnya, khawatir Mala ngambek seperti kejadian kemarin di meja makan saat dia membentak adiknya.
"Kak Tya biasa aja kok Mal, mungkin kamunya aja yang lagi sensitif." Sanggah Tya.
Martin menoleh ke arah istrinya, "Tya ... Udah cukup, gausah di perpanjang."
Sepanjang perjalanan suasana di mobil pun terasa hening, Martin pun sama sekali tidak mengizinkan Tya ataupun Mala menyetel musik di dalam mobil, Alhasil kedua wanita itu sibuk dengan ponselnya masing-masing.
"Kak, kabarin aku kalau kamu udah setuju, yang pasti aku pengeeeen banget nonton konser itu." Ucap Mala saat mobil Martin sudah terparkir di depan kampusnya.
"Iya bawel, sana turun, belajar yang bener."
Tya hanya bisa memutar bola matanya, kala melihat interaksi manis Kakak beradik itu, sebenarnya Tya tidak akan merasa iri jika Martin bersikap adil padanya.
Mala sudah turun, suasana masih saja hening ... karena Tya belum mau membuka suaranya.
"Kamu jangan jutek kayak tadi dong sama adik aku." Ucap Martin memecah keheningan.
"Jutek? Perasaan biasa aja, mungkin aku keliatan jutek karena dia gak sopan sama aku."
"Ga sopan atau karena kamu iri?"
Dengan cepat Tya menoleh ke arah Martin, wajah emosinya sudah tidak bisa di sembunyikan lagi. "Kalau beneran iri, terus kamu mau gimana?"
Martin menghela nafasnya, sambil merapatkan kedua bibirnya. "Kamu harus gimana? ya rasain aja sendiri, ini itu akibat karena kamu ga satu visi misi sama aku, tinggal gugurin aja susah banget, dari dulu aku selalu meratukan kamu dalam segala hal, tapi tidak lagi sekarang, karena kehadiran bayi itu dalam perut kamu. Sekarang sadar kan? kalau bayi itu pembawa sial?"
Air mata Tya menggenang, Martin selalu menyalahkan janin apapun masalahnya, hatinya terasa teriris kala membayangkan anak yang ada di dalam perutnya tidak di inginkan sama sekali oleh ayah kandungnya sendiri.
"Kenapa? nangis lagi? gak terima?" Cecar Martin.
Tya memilih memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil, tangannya menghapus air mata yang sudah jatuh dengan cepat pada pipinya.
.
.
Sampai di kantor, Tya langsung bergegas keluar mobil tanpa berkata apapun pada Martin.
"Ngambek aja sana sampai kamu capek sendiri, aku ga akan pernah setuju dengan kehadiran anak itu." Gumam Martin saat Tya menutup pintu mobilnya dengan kencang.
.
.
Sampai di kantor, Tya bergegas mengerjakan tugasnya dengan cekatan, menghadiri rapat dan mencatat hal yang penting.
Saat jam makan siang, Client yang mengajak makan di lura bersama atasannya menggunakan parfum yang menyengat, dan itu sangat menusuk di hidung Tya, karena mereka duduk bersebelahan.
*Tya mulai merasa mual.
Di tutup mulutnya dengan sebelah tangan, dan itu cukup mengejutkan beberapa Client bos nya.
"Kamu kenapa? Gak sopan loh ... mereka itu lagi pada makan." Bisik pak Regard.
"Maaf pak, asam lambung saya kumat."
Untungnya Tya masih bisa menahan dengan banyak meminum jus jeruk sebagai penetral rasa mualnya, sampai makan siang bersama itu usai.
Sore harinya, Tya pulang lebih awal ... sebelum Martin menjemputnya, Tya harus sudah pergi dari kantornya.
Tya memutuskan untuk mengambil cuti dan menenangkan pikiran dulu di rumah ibu kandungnya, sebisa mungkin Tya harus menghindari sumber stress yang bisa mempengaruhi janinnya.
.
.
Hari sudah semakin gelap, Martin masih memarkirkan mobilnya di kantor Tya, pria itu masih tetap pada pendiriannya tidak mau menghubungi Tya sama sekali, dan soal antar jemput Martin tetap lakukan itu walau tanpa komunikasi seperti biasanya.
Martin terpaksa turun, hanya untuk bertanya pada satpam jaga.
"Pak, Tya sudah pulang?" Tanya Martin dengan sopan.
"Oh sudah pak, udah lama sih dari jam 3 sore."
"Oh gitu pak, terimakasih ya." Ucap Martin yang di dalam hatinya menahan geram.
Bisa-bisanya kamu ngerjain aku. awas kamu ya ...
***
"Ini kenapa tiba-tiba minta di suap-usap punggungnya? kamu ga enak badan?" Tanya Rini, ibu kandung Tya.
"Engga Bu, Tya cuman kangen aja... pas jama. kuliah kalau badan lagi capek, tinggal di usap sama ibu langsung enakan."
Rini terus mengelus lembut punggung Tya naik turun, keadaan aslinya ... Tya sangat membutuhkan sosok hangat yang sudah tidak Tya rasakan lagi di rumah mertuanya.
Padahal dulu, Yunita sangat perhatian dan protektif pada kesehatan Tya ... tapi semenjak hamil, mertuanya itu langsung berubah 360°.
Ibu kandung Tya tinggal seorang diri, mengingat Ayahnya yang meninggalkan nya entah kemana sejak dia kecil, dan Tya lah anak satu-satunya yang Rini miliki.
Keseharian Rini adalah berjualan kue di sekitar komplek, itupun hanya jika ada yang memesan, untuk sekedar mengisi waktu luang, karena uang bulanan dari Tya sudah lebih dari cukup untuknya.
"Bu, mumpung Martin gak ikut, aku mau tidur sama ibu ya?"
"Iya iya ... emang suamimu itu sesibuk itukah sampai gak nemenin kamu kesini?"
"Iya Bu, dia sibuk banget." Ucap Tya beralasan.
"Bu, ibu ada tabungan?" Tanya Tya tiba-tiba.
Rini menaikan sebelah alisnya, Tya tidak pernah membahas soal keuangan apapun itu padanya, selama ini Tya juga tidak pernah bertanya soal kemana Rini menghabiskan uangnya selain untuk modal berdagang.
"Kamu ada masalah keuangan nak? Kok tiba-tiba bertanya seperti itu?"
"Ng ... Tya cuma pengen tau aja kok Bu, itu aja." Tya harus mengambil ancang-ancang dari sekarang, memikirkan nasib ibunya kedepan yang saat ini hanya mengandalkan transferan dari Tya.
Rini masuk ke dalam kamar, menunjukan buku tabungan bank pada Tya ... Tertera 56juta uang yang Rini kumpulkan.
"Syukurlah kalau ibu ada tabungan, kita gak tahu kedepannya akan seperti apa Bu, dana darurat seperti ini sangatlah penting."
"Jujur saja Tya, kamu sedang ada masalah?"
"Ibu gak usah khawatir, Tya baik-baik aja kok."
Rini kemudian menaruh kembali buku tabungan itu di kamarnya.
***
Makan malam di rumah Martin.
"Istri kamu lembur?" Tanya Yunita di sela-sela makannya.
"Engga, dia udah pulang dari jam 3 katanya."
"Loh? terus kemana dia? Ibu ga liat Tya dari tadi."
"Nah, ibu aja bingung ... Apalagi aku suaminya, dia gak bilang mau pergi kemana, apa pantas seorang istri bersikap seperti itu? Huh ... Salahku dulu terlalu meratukan dia, sekarang dia jadi pembangkang begini." gerutu Martin.
Apa jangan-jangan mereka berantem karena aku minta tiket konser ya sama kak Martin? Huh ... Lebay banget, duit dia kan gak kalah banyak dari kakakku, pake segala ngiri sama aku
thank you Thor 😘😍🤗
semangat lanjut terus yaaa 💪💪😘🤩🤗🤗
ini nih slh satu org Kufur..
Tdk bersyukur...