Caroline Blythe Berasal dari keluarga Broken Home dengan ibu yang harus masuk panti rehabilitasi alkohol. Hidup sebatang kara tidak punya kerjaan dan nyaris Homeless.
Suatu ketika mendapat surat wasiat dari pengacara kakeknya bahwa beliau meninggalkan warisan rumah dan tanah yg luas di pedesaan. Caroline pindah ke rumah itu dan mendapatkan bisikan bisikan misterius yang menyeramkan.
Pada akhirnya bisikan itu mengantarkan dirinya pada Rahasia kelam sang kakek semasa hidup yang mengakibatkan serentetan peristiwa menyeramkan yang dialaminya di sana. Mampukah Caroline bertahan hidup di Rumah tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tidak Pantas Untukmu
“Berapa kali anda mengalami penglihatan aneh seperti itu?” tanya psikiater Caroline.
“Sejak saya pindah ke Ravenwood dok. Sebelumnya penglihatan itu tidak intens, tapi belakangan makin hari makin menjadi jadi. Wujudnya tampak jelas dan menakutkan sehingga saya beberapa kali pingsan. Bukan hanya itu, saya juga mendengar bisikan dan suara suara yang intinya mengusir saya dari rumah kakek,” jelas Caroline pada Psikiater yang merawatnya.
“Baiklah, ini anda saya resepkan obat untuk mengusir halusinasi anda. Silahkan anda tebus ke apotik terdekat,”
“Baik Dokter,” terimakasih.
Setelah itu Caroline keluar dari ruang praktek dokter dan menuju ke jalan raya untuk naik bis ke Pusat Rehabilitasi Alkohol Queen Of England yang merupakan pusat rehab milik pemerintah. Disanalah tempat ibunya dirawat selama hampir 3 bulan ini.
Sesampainya di pusat rehab, Caroline menunggu di ruang tamu khusus yang disediakan oleh pihak lembaga agar peserta rehab bisa menemui keluarganya di sana. Tak lama dia melihat ibunya muncul di kawal oleh dua orang petugas berpakaian biru.
“Halo mama, apa kabar? Apakah mama sehat?” tanya Caroline pada ibunya.
Ibu Caroline menyambut bahagia kedatangan anaknya.
“Ibu baik saja disini Caroline. Bagaimana kabarmu di luar sana. Apakah kau sudah bayar sewa apartemen kita?
“Hemm mama, aku sudah tidak tinggal di apartemen itu. Aku sekarang tinggal di Ravenwood,”
Senyum ibunya yang semula mengembang mendadak seketika hilang.
“Apa maksudmu, Raven…dimana itu?
“Ravenwood. Aku menerima warisan kakek untuk tinggal di sana. Seorang pengacara, tuan Richard, di menghubungiku dan memberikan surat kuasa kepemilikan rumah itu beserta kuncinya. Sudah selama hampir 3 minggu ini aku tinggal di sana bu.”
Wajah ibu Caroline seketika menjadi ketakutan dan juga gusar, “Apa maksudmu ? Mengapa kau tidak meminta pertimbanganku dulu waktu menerima warisan itu dan tinggal di sana? “
“Ibu, tenanglah, semua baik baik saja. Aku dibantu oleh tuan Richard pengacara kakek dan juga Harry. Everything is ok.” jawab Caroline mencoba menenangkan ibunya.
“Tidak seharusnya kau pindah ke rumah itu, apalagi dengan bantuan Harry. Apa kau tidak tahu malu? Apa kau perlakuan ibu Harry pada kita?” jawab ibu Caroline.
“Itu khan ibunya, Harry tidak pernah berbuat hal yang menyakitkan,” jawab Caroline
“Intinya aku tidak mau kau tinggal di rumah orang terkutuk itu,” kata ibunya sambil menatap tajam ke arah Caroline
“Bu, persoalannya aku tidak punya cukup uang untuk membayar tunggakan sewa apartemen kita, kemarin tuan Richard yang membantuku melunasinya. Ravenwood desa yang indah, penduduknya ramah,” ujar Caroline beralasan pada ibunya.
Lalu dia membongkar isi tasnya ingin mengambil ponselnya, guna menunjukkan foto rumah kakek. Tapi rupanya ponsel itu terselip entah kemana, justru obat dari psikiater yang dia letakkan di atas meja. Ibunya melihat obat itu dan memegangnya.
“Kau minum obat ini? Buat apa? “
“Obat untuk terapi stress, ibu tidak perlu cemas, aku baik baik saja” jawab Caroline.
Setelah dia menemukan Ponselnya ditunjukkannya ruman kakek yang sudah direnovasi oleh Harry.
“Lihat, rumahnya besar bukan? Nanti ibu juga bisa jalan jalan ke kebun kakek, kita bisa menanam sayuran dan berbagai bumbu serta buah, sehingga kita tidak perlu takut kehabisan makanan jika musim dingin tiba,” ujar Caroline dengan penuh semangat,
“Nak, maafkan ibumu yang tidak berdaya ini. Ibu tidak bisa memberikan apa apa padamu,”jawab Mrs, Beatrix sambil mencium tangan putrinya.
“Ibu, yang penting ibu segera sembuh. Di desa ini tenang, tidak seperti di apartemen. Kita akan jauh dari cemooh warga, karena rumah di sana relatif jauh jarak satu dengan lainnya. Yang penting ibu sembuh dulu, ok?”
Ibu Caroline mengangguk sambil mengusap air matanya. Tak terasa jam kunjung sudah usai dan Caroline pun harus pamit dan kembali ke Ravenwood.
******
Caroline berjalan keluar dari klinik rehab menuju ke arah terminal kota london. Pikirannya melayang pada masa depan dirinya. Uangnya sudah hampir habis, sementara dia belum punya pekerjaan. Bagaimana cara dia mensupport kebutuhan mereka kelak?
Ditengah kecamuk pikirannya, Caroline melewati sebuah Cafe dengan taman yang indah dimana pengunjung bisa duduk di dalamnya sambil menikmati secangkir kopi atau teh dan sepiring kecil kue. Caroline senang sekali dengan suasana Cafe itu.
“Andai aku punya uang, aku ingin juga pergi ke cafe macam ini,” ujar Carline dalam hati.
Tiba tiba pandangannya tertuju pada sepasang pria dan wanita yang sedang duduk berdua di cafe itu sambil menikmati sore musim panas yang indah. Mendadak Caroline merasa iri, anda dia gadis itu dan lelaki itu adalah Harry.
Tiba tiba lelaki yang sedang berduaan itu menoleh padanya dan betapa Kagetnya Caroline ketika melihat bahwa itu Harry. Rasa cemburu merambat masuk ke pikirannya.
“Ya Tuhan, aku berharap itu aku dan dia, ternyata itu benar dia dengan gadis lain,”
Caroline menatap nanar, dan tak terasa air matanya meleleh, segera dia beranjak pergi dari tempat itu sebelum Harry tahu. Tapi ….terlambat, Harry sudah melihatnya.
“Hai Caroline,” teriak Harry,
Setelah permisi dengan gadis yang semeja dengannya, Harry langsung berlari dan mengejar Caroline.
Caroline mempercepat langkahnya dan berusaha untuk menghindar . Namun tentu saja, perut kosongnya tidak bisa berkompromi. Tubuhnya yang lemas, tidak mudah diperintah untuk lari atau bahkan sekedar berjalan cepat. Harry pun berhasil menyusulnya.
“Caroline, mengapa kau tidak bilang jika kau akan ke London. Aku bisa mengantarmu. Please Caroline dengar dulu aku ngomong,” ujar Harry sambil menarik tangan Caroline.
Secara otomatis badan Caroline pun berbalik menghadap Harry dan wajahnya tidak bisa dia sembunyikan lagi. Air matanya yang meleleh terlihat oleh Harry.
Wajah Harry tampak terkejut. Lalu tangannya mengusap pipi Caroline dan menghapus air matanya.
“Kau menangis? Kau cemburu Caroline?” ujar Harry lembut
Ketika Harry meraih dagunya dan hendak menciumnya, Caroline memalingkan wajahnya lalu berkata,” Aku tidak pantas mengharapkanmu Harry. Terimakasih kau sudah membantuku. Tapi aku cukup tahu diri. Aku bukan gadis gadis London yang berpakaian trendy dan bisa menemani soremu yang indah, Aku bahkan tidak berpendidikan tinggi. Ibumu benar, aku tidak pantas untukmu. Please jangan lagi datang Harry, aku tidak ingin makin tersakiti,” jawab Caroline dengan air mata mengalir deras.
Seketika dia menjauhi Harry dan berlari meninggalkan Harry yang termangu seorang diri. Caroline terus berlari sekuat tenaga dengan air mata yang mengalir deras dan perasaan Hancur.
“Tidak, kau tidak layak cemburu Caroline, dia bukan pacarmu lagi,” guman Caroline dalam hati.
Tak lama dia sampai di area pemberhentian Bis, dan untungnya ada bis yang merapat. Segera Caroline naik ke dalam bis itu dan meninggalkan London menuju ke Ravenwood.
****
Dengan pikiran yang kacau dan perut kosong, Caroline memejamkan mata di dalam bis. Dia ingin menepis semua kekacauan hidupnya dan masuk ke alam mimpi. Perjalanan panjang ke Ravenwood memberinya kesempatan untuk berpikir dan merencanakan masa depannya.
“Aku harus bisa melupakan Harry. Kalau aku larut dalam pikiran ini, maka aku tidak mungkin bisa bangkit dan berjuang untuk kehidupanku dan ibu.” batin Caroline.
Dia berencana untuk segera cari kerja di Ravenwood, kerja apa saja asal bisa dia gunakan untuk membeli kebutuhan dan menyambung hidup. Tak terasa Caroline pun tertidur dengan segala pikiran dan rencananya untuk bisa bertahan hidup di rumah Almarhum kakeknya.