800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 Perkenalan Tiga Jenderal Besar dan Jenderal Tertinggi Atlantis
Ketegangan di seluruh benua semakin memuncak. Pemberontakan Athena yang semakin meluas mulai menantang kekuasaan Atlantis dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk mengatasi ancaman ini, para pemimpin Atlantis memanggil tiga jenderal besar mereka—mereka yang telah mengukir nama sebagai pahlawan bagi kekaisaran, serta satu jenderal tertinggi yang berada di atas mereka semua. Ini adalah pertemuan yang penuh intrik, dan kali ini, Athena bukan lagi hanya menjadi musuh bagi mereka, tetapi ancaman nyata yang harus dihancurkan tanpa ampun.
Di Dalam Ruang Pertemuan Istana Obsidian
Di ruang yang megah, dinding-dinding hitam berkilau memantulkan cahaya lampu yang dipasang di langit-langit tinggi, memberikan kesan ruangan yang dingin dan tanpa empati. Kaisar Lucien duduk di takhtanya yang tinggi, mengenakan jubah merah gelap dengan lambang Atlantis yang terpampang jelas di dada. Di hadapannya, berdiri empat figur penting, masing-masing membawa aura kekuasaan dan ketegasan yang tak terbantahkan.
Yang pertama adalah Jenderal Arden, seorang pria dengan rambut perak yang mulai memudar seiring bertambahnya usia. Dia adalah seorang veteran yang dikenal karena kemampuannya untuk memimpin pasukan besar dalam pertempuran, serta kecerdasannya dalam merencanakan strategi yang tidak terduga. Meskipun usianya tak muda lagi, ketajaman pikirannya dan pengalaman yang luas menjadikannya pemimpin yang tak tergoyahkan dalam pertempuran.
Yang kedua adalah Jenderal Valen, seorang pria muda dengan tubuh tegap dan ekspresi wajah yang keras. Dia adalah jenderal yang tak kenal ampun dalam peperangan. Valen telah memimpin beberapa operasi besar melawan pemberontakan di wilayah selatan dan dikenal sebagai orang yang tidak segan-segan menggunakan kekuatan brutal untuk menghancurkan musuhnya. Di matanya, kelemahan adalah musuh utama, dan dia tak akan mentolerirnya, apalagi dari mereka yang menganggap dirinya sebagai lawan.
Di sisi lain, ada Jenderal Maris, seorang wanita yang sangat dihormati karena kemampuannya dalam peperangan jarak dekat dan strateginya yang mematikan. Jenderal Maris dikenal akan kesetiaannya pada Kaisar Lucien, tetapi juga reputasinya sebagai seorang pemimpin yang bisa sangat dingin dan penuh perhitungan. Wajahnya, yang selalu tampak tenang, menyembunyikan keteguhan dan kelicikan yang luar biasa. Dalam pertempuran, Maris tidak pernah ragu untuk berbuat kejam demi kemenangan, dan dia selalu memastikan tidak ada yang tertinggal hidup-hidup setelah serangan besar.
Terakhir, ada Jenderal Tertinggi Caldus, sosok yang paling ditakuti dan dihormati oleh seluruh jajaran militer Atlantis. Caldus adalah jenderal dengan banyak julukan—"Si Pembantai Tak Terlihat" adalah yang paling terkenal. Dia adalah tangan kanan Kaisar Lucien, dan yang paling berperan dalam merancang dan mengendalikan kebijakan militer Atlantis. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana dia bisa begitu kuat, tetapi rumor mengatakan bahwa dia terlibat dalam eksperimen militer yang memberinya kemampuan fisik dan mental yang melampaui batas manusia biasa. Hanya beberapa orang yang pernah melihat wajahnya yang selalu disembunyikan di balik pelindung wajah hitam dan helm yang berat.
Perundingan di Ruang Pertemuan
Kaisar Lucien mengangkat tangannya, memecah kebisuan yang melingkupi ruangan besar. Semua jenderal diam, memfokuskan perhatian penuh pada pemimpin mereka.
"Athena adalah masalah kita yang paling besar saat ini," kata Lucien dengan suara yang keras dan penuh wibawa. "Kita telah berhasil menekan pemberontakan kecil di wilayah yang lebih terpencil, tetapi yang ini berbeda. Dia telah menyatukan banyak kelompok pemberontak. Jika kita membiarkan dia berkembang lebih jauh, kita akan menghadapi ancaman yang jauh lebih besar."
Jenderal Arden, yang selalu berbicara dengan tenang dan penuh pertimbangan, mengangguk perlahan. "Saya setuju, Yang Mulia. Athena bukan lagi sekadar pemimpin pemberontak. Dia kini menjadi simbol bagi mereka yang menentang pemerintahan Atlantis. Kita harus menghancurkan sumber kekuatannya."
Jenderal Valen melangkah maju, matanya penuh tekad. "Kita harus memulai serangan besar. Jika kita menyerang markas pemberontak dengan kekuatan penuh, kita akan meratakan semua yang ada di depan kita. Itu satu-satunya cara untuk mengakhiri ini dengan cepat."
Jenderal Maris menatap Valen dengan tatapan tajam. "Dan jika kita terlalu terburu-buru? Jika kita menghancurkan mereka sebelum mereka benar-benar siap, kita hanya akan memperburuk keadaan. Athena adalah seorang yang cerdas. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan bruta. Kita perlu strategi yang lebih matang."
Kaisar Lucien memandang para jenderalnya satu per satu. "Aku tahu kalian semua memiliki pandangan yang kuat. Arden, Valen, Maris—semua pendapat kalian berharga. Tapi kita harus ingat satu hal: kita tidak sedang berperang hanya untuk menghancurkan pemberontak ini. Kita berperang untuk menunjukkan bahwa Atlantis adalah kekuatan yang tak terhentikan. Kita harus membuat dunia tahu bahwa tidak ada yang bisa menentang kami."
Menyusun Rencana Besar
Kaisar Lucien mengangkat tangannya, memberikan isyarat kepada Jenderal Tertinggi Caldus untuk berbicara. Caldus, yang selama ini hanya diam, akhirnya melangkah maju dan berbicara dengan suara yang berat dan penuh kekuatan.
"Athena mungkin memiliki pasukan pemberontak yang semakin kuat, tetapi kita memiliki kekuatan yang jauh lebih besar. Kekuatan teknologi, kekuatan militer, dan kekuatan yang dapat menghancurkan apa saja di jalannya. Saya akan memimpin pasukan terbaik kita untuk menghancurkan mereka secara sistematis. Namun, kita juga harus memperhatikan satu hal—Athena adalah seorang pemimpin yang memiliki daya tarik yang kuat. Kita harus menghancurkan harapan mereka."
Kaisar Lucien tersenyum tipis. "Benar. Kita tidak hanya menghancurkan pasukan mereka. Kita akan menghancurkan semangat mereka. Kita akan membuat mereka tahu bahwa melawan Atlantis adalah kematian yang pasti."
"Athena akan mati," kata Caldus dengan tegas. "Dan saya akan memastikan bahwa kematiannya adalah contoh bagi siapa saja yang berani melawan kita."
Kesepakatan Akhir
Ruang pertemuan itu dipenuhi dengan ketegangan. Setiap kata yang diucapkan oleh masing-masing jenderal dipikirkan dengan seksama. Kaisar Lucien akhirnya menurunkan tangannya, menandakan akhir dari pertemuan.
"Rencana telah disusun. Caldus, kamu akan memimpin pasukan untuk menyerang markas mereka. Arden, Valen, dan Maris—kalian akan mendukungnya dengan pasukan yang lebih kecil namun tetap mematikan. Jangan biarkan siapa pun lolos."
Jenderal Caldus menundukkan kepala. "Dengan hormat, Yang Mulia. Kami akan menghancurkan mereka."
"Jangan sia-siakan kesempatan ini," kata Lucien, suaranya berat. "Aku ingin Athena dan pemberontaknya dihancurkan sampai tak tersisa."
Dengan itu, para jenderal meninggalkan ruang pertemuan, masing-masing dengan pikiran dan tujuan yang sama: menghancurkan pemberontakan Athena dan mengembalikan kedamaian yang dipaksakan oleh kekaisaran Atlantis. Tetapi mereka tidak tahu bahwa langkah-langkah mereka yang terus mendesak itu justru akan memicu perlawanan yang lebih besar—sebuah api yang tak akan padam begitu saja.