Emily seorang model yang sukses dan terkenal. Namun, kesuksesan itu tidak dia dapatkan dengan gampang dan berjalan mulus. Mimpi buruk terjadi disaat dia menjadi boneka *** pribadi milik presedir di agensi tempat dia bekerja. Mulut terbungkam saat dia ingin berteriak, namun ancaman demi ancaman terlihat jelas di depan matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeppeudalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepaskan Jeratan
📍Restaurant; Ruangan VIP
“Mengalah, katamu?” suara Amanda terdengar lirih, tetapi nada skeptisnya jelas terbaca.
Reymond mengangguk pelan, tubuhnya bersandar dengan santai di kursi. “Hm.”
Amanda memiringkan kepala, ekspresinya mencerminkan kebingungan sekaligus kekhawatiran. “Reymond…” ucapnya, suaranya hampir seperti bisikan.
“Saya akan pastikan Anda terbebas dari Mvvo Company,” jawab Reymond tegas, kedua matanya menatap lurus ke arahnya. “Anda… hanya perlu mengikuti apa yang saya katakan, Bu Amanda.”
Amanda terdiam. Pandangannya turun ke gelas teh di depannya, kedua tangannya menggenggamnya erat, mencari kehangatan dari benda mati itu. Dalam hening, dia menghirup napas panjang, mencoba mencerna situasi.
“Bukannya kemarin Anda bilang kalau Anda percaya pada saya?” Reymond melanjutkan, suaranya lebih tenang kali ini. “Terlepas dari apa yang terjadi, saya ingin Anda keluar dari perusahaan dengan perasaan tenang. Bukankah itu yang Anda inginkan?”
Kata-kata Reymond menghentikan gerakan Amanda. Dia tetap menunduk, tetapi matanya kini berkaca-kaca. “Aku punya tabungan yang cukup untuk pergi dari negara ini,” ucapnya akhirnya, suaranya rendah, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Aku ingin hidup tenang tanpa rasa takut. Awalnya, aku pikir tak masalah kalau orang-orang menganggapku jahat, asalkan aku bisa keluar dari perusahaan.” Dia berhenti sejenak, menatap teh dalam cangkirnya yang kini mulai dingin. “Dan sekarang… kamu mengabulkan keinginanku, Reymond.”
Dia mengangkat wajahnya perlahan, sorot matanya menusuk. “Aku harus berterima kasih, bukan? Tapi apa yang kamu inginkan dariku?”
Reymond mengangkat bahu, nadanya santai. “Hiduplah dengan tenang seperti yang Anda inginkan, Bu Amanda.”
Amanda menyipitkan matanya, mencoba menilai maksud tersembunyi di balik jawaban itu. “Hanya itu?” tanyanya, sedikit tidak percaya.
“Hm,” gumam Reymond singkat, menyesap teh dari cangkirnya.
“Lalu,” Amanda melanjutkan, melipat tangan di depan dada, “siapa yang akan menggantikan aku?”
“Saya.”
Amanda terpaku, matanya membulat. “Kamu?”
Reymond mengangguk lagi, kali ini lebih tegas. “Iya.”
Amanda tertawa kecil, tidak percaya. “Bukannya kamu gak tertarik dengan Mvvo Company?”
“Awalnya memang begitu. Tapi setelah saya pikirkan lagi…” Reymond menatap ke jendela, seolah mencari inspirasi di balik kaca buram. “Saya harus berada di perusahaan itu.”
Amanda memiringkan kepala, menatapnya curiga. “Kali ini siapa yang membuatmu menurunkan egomu? Bukankah sebelumnya kamu sangat keras kepala untuk tidak ingin terlibat di perusahaan itu?”
Reymond menoleh kembali, ekspresinya netral. “Siapa? Tidak ada. Hanya saja, Serein pernah mengatakan kalau dia tidak begitu tertarik dengan perusahaan papanya.” Dia berhenti sejenak, bibirnya melengkung tipis. “Dia ingin saya menggantikannya menjadi penerus suatu hari nanti.”
Amanda mengangguk pelan, memahami. “Ah… jadi itu alasannya.” Dia tersenyum pahit, menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Pikiranku sudah terlalu jauh. Aku pikir kamu melakukannya untuk alasan lain.”
Reymond menghela napas, wajahnya serius. “Saya hanya sadar bahwa sudah saatnya keluar dari jalur aman yang selama ini saya jalani, Bu Amanda.”
“Baiklah,” ujar Amanda setelah hening beberapa saat. Dia menegakkan tubuh, tatapannya kini penuh kepastian. “Aku akan mengundurkan diri setelah surat pemecatanku dikirim. Aku nggak akan meminta uang ganti rugi, dan aku akan pergi secara diam-diam dan tenang.”
“Itu pilihan yang terbaik, Bu Amanda,” kata Reymond sambil mengangguk.
Amanda memandangi pria di depannya, mencoba membaca pikirannya. Namun, tidak ada tanda-tanda lain yang tersirat dari wajah tenang Reymond. Di tengah ketegangan yang samar, hanya satu hal yang Amanda sadari—Reymond, dalam ketenangannya, telah merancang segalanya dengan sangat matang.
***
📍Apartement
-Dalam kamar-
Setelah membersihkan tubuhnya, Emily memutuskan untuk tetap berada di dalam kamarnya. Dan fokusnya, menatap layar ponsel dengan serius.
"Hhhh ... sejujurnya, aku begitu gelisah dengan ketenangan seperti ini. Aku takut, kalau keesokan harinya, akan ada hal yang bisa saja membuatku menangis ketakutan."
Dan sepanjang hari, dia terus ketakutan begitu pun gelisah. Sekalipun, beberapa hari ini, Reymond yang sering berkunjung ke perusahaan, tidak menutupi sedikitnya kegelisahan itu masih menyelimuti Emily.
"Kenapa tiba-tiba bu Amanda dipecat? apa bu Amanda melakukan kesalahan? seketika aku berpikir, apa bu Amanda, korban dari pak presedir juga? Hhhhh ... menyebut namanya saja jantungku lemas, karena merasa ketakutan seperti ini."
"Dallas? a-aku harus memilih pakaian yang..." Emily seketika beranjak dari tempat tidurnya. Dia berjalan menuju closet room dan menatap beberapa baju cantik yang tersusun rapi.
"Dallas, aku harus menggunakan pakaian yang mana?..." tampaknya, puan ini sedang memikirkan pakaian apa yang akan dia kenakan untuk ke Dallas, "aku harus berpenampilan bagaimana? apa aku akan bertemu dengannya disana?" yang secara sadar namun tidak sadarnya dia sedang memikirkan seorang pria yang akhir-akhir ini membuatnya fokus memikirkan pria itu.
***
📍Rai’s House
“Kamu sudah pulang, sayang?” tanya Rein dengan senyum hangat, menyambut Reymond yang baru saja memasuki rumah.
Reymond melepas jasnya dengan tenang, meletakkannya di sandaran kursi. “Hm, iya, Rein,” jawabnya singkat.
Belum sempat Rein bertanya lebih lanjut, suara Mattheo terdengar dari arah ruang kerja. “Reymond, bagaimana?” Pria itu berjalan keluar dengan langkah mantap, raut wajahnya menunggu jawaban.
Reymond mengangguk pelan. “Semua berjalan lancar, Pa. Amanda sudah menerimanya.”
Mattheo berhenti di depan mereka, alisnya terangkat. “Benarkah?”
“Iya, Pa,” Reymond mengulang dengan nada tenang. “Kita hanya perlu memastikan untuk tidak mengganggunya agar dia tidak berubah pikiran.”
Mattheo menghela napas lega, ekspresinya melunak. “Papa serahkan semuanya padamu, Reymond. Aku tahu kamu akan mengurusnya dengan baik.”
“Ya, Pa,” jawab Reymond sambil sedikit menundukkan kepala.
Mattheo menepuk bahu Reymond sebelum kembali masuk ke kamarnya. Setelah pintu tertutup, Rein mendekat, tatapan ingin tahunya tidak bisa disembunyikan.
“Apa yang sebenarnya terjadi, sayang?” tanyanya pelan, hampir berbisik.
“Bu Amanda sudah dipecat,” jawab Reymond dengan nada datar, sambil merapikan lengan kemejanya.
Rein terkejut. “Huh? Dipecat?”
Reymond mengangguk tanpa ekspresi. “Iya.”
“Apa Bu Amanda melakukan kesalahan?” Rein bertanya, matanya menyipit, mencoba mencari kebenaran di balik jawaban Reymond.
“Bisa dibilang begitu.”
Rein menatapnya, mencoba mencerna jawabannya. “Lalu, siapa yang akan menggantikan dia?”
Reymond mengangkat pandangannya, tatapannya tegas. “Saya.”
Rein terdiam sejenak, matanya membulat. “Kamu? Itu serius, sayang?” tanya Rein, suaranya sedikit meninggi, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
Reymond mengangguk. “Iya, Rein. Saya yang akan menggantikannya.”
Wajah Rein bersinar, senyumnya merekah lebar. “Akhirnya!” serunya, memeluk Reymond erat. “Kamu berubah pikiran dan mau menjadi CEO di perusahaan milik keluargaku!”
Dia menenggelamkan wajahnya ke dada Reymond, menggenggam erat tubuh pria itu seolah tidak ingin melepaskannya. “Makasih, sayang, udah mau memikirkan soal ini,” katanya dengan nada penuh haru.
Namun, Reymond tetap diam. Tangannya tidak bergerak membalas pelukan itu, hanya berdiri kaku, matanya kosong menatap ke depan. Ada sesuatu di balik sikap dinginnya, sesuatu yang tidak dia ungkapkan.
Rein sedikit mengendurkan pelukannya, menyadari keheningan Reymond. Dia menatap wajah pria itu dengan alis berkerut. “Sayang… kenapa kamu diam saja?” tanyanya hati-hati.
Reymond menarik napas panjang sebelum menjawab pelan, “Tidak ada apa-apa, Rein.” Suaranya terdengar datar, nyaris tidak beremosi.
Rein terdiam, matanya mempelajari setiap inci wajah Reymond, mencari jawaban yang tidak dia katakan
****
Khusus bab ini, bab tambahannya sudah
tersedia dikaryakarsa; Miralee. Yang berminat baca silahkan cek dikaryakarsa.
Beberapa bab penting akan selalu diupdate di karyakarsa; beberapa diantara seperti pov atau sudut pandang dari karakter utama. Ada pula bab yang lebih frontal dengan gambar-gambar yang tidak akan diupload disini.