Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 5.
"Pa...! Papa!" Dengan terburu-buru gadis itu menuruni anak tangga di kediaman mewahnya. Ia mengenakan ransel kecil dengan beberapa berkas yang ia pegang. "Papa!" lagi ia berteriak.
"Kenapa kamu berteriak, Anggi?!"
"Pa, Papa yang antar aku ke kampus ya? aku akan melakukan pendaftaran ulang."
"Kamu bisa pergi dengan diantar supir. Papa sudah terlambat ke kantor pagi ini."
"Iihh Papa...aku gak mau. Aku maunya Papa temenin aku dulu daftar kuliah. Papa bisa kapan saja datang ke kantor. Gak ada yang bakal komplen, Papa kan atasan di sana."
Gadis yang bernama lengkap Anggita Dewi Abraham itu kekeh ingin mendaftar kuliah dengan tetap diantar oleh ayahnya.
"Mas tidak keberatan kan menemani Anggi? Kantor dengan kampus Anggi juga searah?"
Pria satu-satunya yang ada di meja makan itu terlihat menghela napas pelan. Sebelum akhirnya ia memberikan anggukan, tanda setuju dengan permintaan putri dan istrinya itu.
Galang Abraham mau tidak mau harus mengikuti keinginan putrinya. Menolaknya berulang kali juga akan sia-sia karena setiap memiliki keinginan, Anggita akan selalu bersikap ngotot hingga keinginannya itu dipenuhi.
Lahir sebagai putri tunggal dari pasangan kaya raya, Galang Abraham dan Sekar Ayudhisa. Anggita Dewi Abraham begitu dimanja, hidupnya yang sudah bergelimbang harta sedari kecil membuat ia tak pernah merasakan kesulitan jika menginginkan sesuatu. Tinggal katakan, maka semua harapan akan seketika menjadi nyata.
Seperti saat ini, Anggita yang meminta untuk ditemani mendaftar kuliah bersama ayahnya itu sudah mulai menuju kampus setelah mereka selesai melakukan sarapan bersama. Anggita terlihat begitu senang dengan wajahnya yang berbinar. Para mahasiswa baru di kampusnya akan segera tahu jika ia adalah anak orang kaya.
"Kamu yakin akan mendaftar kuliah di kampus ini?" tanya Galang pada putrinya saat mobil mereka yang dikemudikan oleh supir telah memasuki area kampus.
"Ya, yakinlah. Papa harusnya merasa bangga anaknya memilih kuliah di kampus bergengsi?" Wajah Anggita kini berubah kesal. Ia sepertinya tidak senang dengan pertanyaan ayahnya yang terdengar ragu itu. "Masa anak seorang Galang Abraham tidak berkuliah di kampus terbaik di kota. Gimana sih papa," cibiknya kesal dengan wajah yang sudah berubah masam.
"Bukan begitu maksud Papa..." Galang tidak lagi melanjutkan perkataannya karena melihat wajah Anggita yang cemberut.
Bukan tanpa alasan Galang bertanya demikian. Hal itu karena ia sangat mengetahui kemampuan anaknya di bidang akademik maupun non akademik. Putrinya itu hanya lihai berdandan dan menggunakan kartu sakti yang ia berikan.
"Ayo Pa!" ajak Anggita pada Galang setelah mobil terparkir dengan rapi.
"Papa harus antar kamu sampai kelas juga?" Galang terlihat heran saat melihat Anggita yang ternyata juga memintanya turun dari mobil. "Papa harus ke kantor, Sayang. Papa ada meeting pagi ini."
"Papa temanin aku dulu setelah itu baru ke kantor."
Galang lagi-lagi mengalah. Pria yang terlihat gagah dengan setelan jas lengkap itu keluar dari dalam mobil dan mulai membersamai langkah Anggita.
Bersamaan dengan itu, di sisi lain area kampus Ardi Lim terlihat berjalan mengiringi langkah Tsania dari belakang. Mereka baru saja tiba dan sedikit terlambat dari jadwal. Seharusnya Ardi lebih dulu mengantar Tsania ke tempat kost putri Laura itu, baru Tsania sendiri lah yang akan menuju kampus untuk melanjutkan pendaftaran.
Tapi karena Ardi menilai ini adalah pertama kalinya Tsania ke kota, maka ia memutuskan untuk menemani Tsania hingga urusan putri Laura itu selesai.
"Lihat! Bodyguard gadis itu tampan sekali."
"Sepertinya bukan bodyguard. Kau tidak melihat pakaiannya."
Mereka yang merupakan mahasiswa baru di area kampus itu memperhatikan Ardi Lim yang berjalan mengikuti Tsania, layaknya seperti bodyguard. Tapi pakaian yang ia kenakan tidak mendukung pendapat tersebut, karena terlalu berlebihan jika seorang bodyguard mengenakan stelan jas serta jam tangan dengan nilai puluhan juta.
"Hot Daddy!!"
"OMG ia memiliki Hot Daddy!!"
Para maba yang umumnya perempuan itu begitu heboh saat memperhatikan Ardi bersama Laura.
"Kenapa berhenti?" Galang ikut menghentikan langkah saat Anggita yang terpaku di undakan anak tangga menuju kampus. Ia mengikuti arah pandang sang putri yang kini tengah memperhatikan seorang gadis cantik yang menaiki anak tangga dengan pria dewasa yang ada di belakangnya.
"Apanya yang Hot Daddy. Terlihat biasa saja, pasti hanya karyawan perusahaan kecil."
Ternyata Anggita tidak setuju dengan penilaian para mahasiswi. Ia kembali melanjutkan langkah setelah Tsania dan Ardi melewati mereka. Galang yang melihat sikap putrinya itu hanya menggeleng tidak habis pikir.
Mereka sama-sama menuju ruangan yang dikhususkan untuk para maba melakukan pendaftaran ulang. Dan tepat di ujung koridor, Anggita melihat Tsania yang sedang bicara dengan Ardi.
"Om bisa berangkat ke kantor, aku tidak apa-apa sendiri. Ini hanya mendaftar ulang."
Tsania merasa tidak enak karena telah merepotkan Ardi. Cukuplah ia sudah menumpang secara gratis sampai ke kota dengan teman ibunya itu.
"Tidak masalah, Om akan tunggu sampai selesai setelah itu Om akan antar kamu ke kost. Atau kamu mau tinggal di apartemen? Om punya apartemen yang kosong."
Dengan cepat Tsania menggeleng. Tsania tidak bodoh, apa yang ditawarkan Ardi Lim hanya akan membuat ibunya marah jika ia sampai berani menerima kebaikan yang Ardi Lim tawarkan.
"Ternyata Sugar Daddy, bukan Hot Daddy."
Tsania dan Ardi Lim langsung menoleh bersamaan pada suara yang tiba-tiba saja masuk dalam pembicaraan mereka.
"Mereka salah menilai," kata Anggita lagi dengan tersenyum sinis pada Tsania.
"Apa yang kau katakan barusan?"
"Om bukan Ayahnya, kan?" Tangan Anggita terangkat mengarah pada Tsania. "Dia hanya kekasih Om. Kekasih gelap...mungkin..."
Ardi Lim yang mendengar perkataan Anggita jelas saja merasa marah. Ia hampir saja mengumpat gadis itu tapi tertahan saat melihat Anggita yang tiba-tiba saja ditarik oleh seseorang.
"Apa yang kau katakan, Anggi?! Jangan menilai orang sembarangan!!"
"Aku tidak sembarangan menilai, Pa. Dia memanggil Pria itu dengan sebutan Om. Sudah jelas mereka bukan ayah dan anak."
Galang begitu terkejut saat melihat putrinya mengeluarkan pendapat yang bisa membuat orang lain tersinggung. Dan Anggita tetap bersikap seperti biasa, ia kekeh dengan pandangannya.
"Jadi gadis arogan ini putrimu?" Ardi mendekat pada Galang dan Anggita. Ia memperhatikan Galang sesaat dan langsung mengingat jika mereka pernah bertemu sebelumnya. "Katakan padanya untuk lebih menjaga lisan. Beri tahu dia jika aku bisa saja memperkecil dunianya."
Galang terlihat tidak terima dengan julukan serta ancaman yang Ardi Lim berikan.
"Kau sepertinya memang seorang gadun."
Rahang Ardi Lim mengeras. Pria yang jauh lebih tampan dari Galang Abraham itu mengepalkan tangan dan mengangkatnya untuk menghajar Galang.
"Om!" Tsania meraih tangan Ardi dan menggeleng. "Tsania sudah terlambat," katanya pelan. Ia tidak ingin melihat Ardi Lim terlibat masalah. Terlebih kini beberapa orang memperhatikan mereka.
Ada rasa getir yang sebenarnya Tsania rasakan. Bahkan di tempat baru dan berbeda sekali pun ia tetap mendapat penilaian buruk.
Ardi Lim yang melihat wajah memohon itu menarik napas berulang kali. Emosinya benar-benar ingin meledak mendengar hinaan Galang. Ia memang pria bajingan tapi Ardi Lim tidak pernah menjalin hubungan dengan anak remaja apalagi menjadi sugar daddy seperti yang dituduhkan.
Tsania akhirnya menarik pelan lengan Ardi untuk menjauh meninggalkan Galang dan Anggita.
"Benarkan mereka itu menjalin hubungan. Pantas saja orang miskin bisa kuliah di sini." Anggita memperhatikan penampilan Tsania yang telah jauh meninggalkan mereka.
"Hentikan ocehan mu! Cepat selesaikan urusan mu di sini."
Anggita terlihat mengerucutkan bibir mendengar perkataan ayahnya. Dengan wajah yang masam ia melangkah masuk ke ruang pendaftaran.
***
*Gadun adalah istilah gaul di kalangan muda tentang Sugar Daddy
Jangan lupa tinggalkan jejak 😉
dihhh spek buaya berkelas/Joyful/