Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Calista masih meringkuk lemah di tempat tidur rumah sakit, dengan wajah cemberut karena Evan menolak permintaannya.
“Aku nggak mau makan ini!” rengeknya sambil menggeser mangkuk bubur yang ada di meja overbed yang ada di atas ranjangnya.
“Aku mau mie ayam.”
Evan menghela napas panjang memejamkan mata sejenak, menahan diri agar tidak meledak.
“Denger ya, Calista!" katanya tegas, tapi suaranya sedikit melembut.
“Ini perintah dokter. Perut lu masih sensitif. Kalau gue biarin makan mie ayam sekarang, lu bakalan dirawat lebih lama karena nggak sembuh-sembuh. Lu mau?”
Calista diam, tapi matanya melirik Evan seperti anak kecil yang ngambek. Evan akhirnya menyerah, dengan bujukan kata-kata manis saja pasti tidak akan mempan, Evan harus beraksi. Dia menarik kursi ke dekat tempat tidur, mengambil sendok, dan mulai menyuapkan bubur ke arah mulut Calista.
“Mulut buka. Jangan ngelawan,” perintahnya, suaranya rendah tapi penuh tekanan, sendok berisi bubur putih pucat yang jelas hambar tanpa rasa itu ia dekatkan ke mulut Calista.
“Enggak enak…” gumam Calista, ia sedikit menunduk takut melihat wajah garang Evan. Evan semakin menajamkan tatapannya membuat nyali Calista semakain ciut dan akhirnya membuka mulut perlahan.
Senyum tipis tersungging di wajah Evan, dengan pelan ia pun menyuapkan bubur ke mulut Calista. Dengan wajah tertekan Calista mengunyah pelan bubur hambar itu, terlihat sangat lucu dan mengemaskan.
Evan menikmati wajah lucu Calista. Dia tidak tahu kapan tepatnya, tapi melihat Calista seperti ini—manja, keras kepala, tapi tetap memikat—membuat perasaannya berubah. Ada kehangatan yang mulai tumbuh di hatinya. Dia ingin terus ada di sini, memastikan gadis ini tidak pernah merasa sendirian.
Namun, momen itu langsung dirusak oleh suara berisik dari pintu kamar.
“WOY, WOY! Apaan nih adegan sinetron lokal?! Evan nyuapin Calista?” Bobby langsung masuk tanpa aba-aba, diikuti Rian dan Laura.
Evan mendengus, langsung meletakkan sendok di mangkuk dengan gerakan yang sedikit keras. Calista sampai hampir tersedak mendengar teriakan Bobby, mungkin ini yang orang lain rasakan saat mendengarnya berteriak. Hehehe, Calista baru sadar, ini sedikit menyebalkan.
"Bukan urusan lu!” katanya ketus, berusaha menyembunyikan rona merah mulai merayapi pipinya.
Rian tertawa terbahak-bahak.
“Cie ..cie... udah pantes banget jadi bapak rumah tangga. Calista aja sampe dimanja banget. Cepet nikah nggak lu berdua, gue nyumbang jadi biduan deh, gratis.” Evan memutar matanya jengan mendengar ucapan absurd Rian.
“Cieee,” sambung Laura dengan nada menggoda.
“Kita ganggu momen romantis, ya? Maaf banget, Evan. Eh, nggak deng. Nggak maaf, kapan lagi bisa liat seorang Evan suapin cewek, momen langka dan perlu diabadikan!” Laura mengarahkan ponselnya dan mengambil gambar Calista dan Evan.
Calista, yang tadi lemas, mendadak ikut tertawa kecil. Evan memutar bola matanya, tapi hatinya tidak bisa bohong. Dia senang melihat Calista tertawa lagi—meski saat ini, teman-temannya sudah resmi menjadi musuh bebuyutannya.
“Udah, udah!” Evan akhirnya berdiri.
“Lo bertiga cuma bikin rusuh, mending pulang. Kalau mau jenguk, jenguk aja, jangan gangguin orang, berisik!” ketus Evan yang seolah hanya angin lalu bagi Trio rusuh itu.
Meski bicara ketus tapi dalam hati dia merasa senang, meski sangat berisik, tapi ini adalah salah satu momen paling membahagiakan baginya. Dan semakin hari, perasaannya pada Calista terasa makin sulit untuk ia tahan untuk tidak tumbuh lebih besar.
“Gue bawa makanan khusus dan spesial nih buat Calista!” seru Bobby dengan senyum lebar, mengangkat kantong kertas dari restoran cepat saji.
"Dari restoran langganan gue lho Cal, gue jamin enak dan bikin lu nagih, Cal! Ayam goreng crispy plus kentang, nggak lupa sodanya dong!” Bobby mengangkat botol berisi minuman bersoda berwarna coklat itu, sambil mengoyang-goyangkan botolnya singkat.
Mata Calista langsung berbinar, seperti anak kecil yang baru dapat hadiah.
“Bobby, kamu emang malaikat, nggak ada mie ayam nggak apa-apa itu juga enak, dari pada makan bubur hambar ini!” seru Calista penuh semangat, tangannya refleks meraih kantong itu.
Tapi sebelum sempat menyentuhnya, tangan Evan lebih dulu bergerak cepat, merampas kantong kertas itu dan menjauhkan dari jangkauan Calista.
“Enggak!” Suara Evan terdengar dingin, penuh ketegasan.
Calista memandang Evan dengan wajah memelas dan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Tapi aku mau, Epan. Cuma satu potong aja, please?” rengeknya.
“Enggak boleh,” jawab Evan lagi, lebih tegas.
“Dokter udah bilang, makanan berminyak kayak gini bikin perut Lu makin parah.”
“Tapi—”
“Calista,” potong Evan sambil menatapnya serius, Calista menunduk menjatuhkan bahunya dengan kecewa.
Evan mengambil nafas panjang, ia meletakkan kantong makanan berisi ayam goreng itu di meja.
“Ca, dengerin gue, gue janji, kalau lu udah sembuh, gue bakal ngasih izin Lu makanan apa pun yang lu mau. Mau mie ayam, sate, atau ayam crispy , apapun itu gue beliin semuanya, lu bisa makan sampai puas. Tapi sekarang, lu harus nurut. Lu harus sembuh dulu, gue nggak mau lu semakin parah, cuma karena salah makan," tutur Evan dengan nada rendah.
Calista terdiam, bibirnya mengerucut kesal. Tapi tatapan Evan yang penuh kelembutan dan khawatir itu membuatnya akhirnya menyerah. Dia mengangguk pelan sambil membuang muka. Dia tidak ada pilihan lain selain menurut pada ucapan Evan. Sementara itu, Evan berbalik ke arah Bobby yang masih memegang minuman bersoda.
"Tapi beneran boleh minta apapun?" tanya Calista memastikan. Evan mengangguk membuat senyum Calista mereka lagi.
“Dan lu,” Evan berkata dengan nada yang lebih rendah, tapi menusuk.
“Seharusnya Lu tau makanan berminyak dan soda itu pantangan buat orang yang kena asam lambung?”
Bobby mengangkat tangan, mencoba membela diri.
"Gue tadi cuma keinget Calista pas beli ini Van, dia masuk rumah sakit karena jarang makan kan, ya gue inisiatif lah buat kasih dia makanan, Bro. Hehehehe ... ya maap kalau salah.” Bobby menyengir sembari mengusap tengkuknya.
“Inisiatif lu kebablasan,Bobby,” kata Evan sambil menghela napas panjang.
“Gue ngerti niat lu baik, tapi ya nggak gini juga," lanjut Evan dengan jengah.
Suasana kamar rumah sakit tiba-tiba sunyi. Bobby menunduk, merasa bersalah.
"Ya maaf.Gue nggak akan bawa makanan sembarangan lagi deh, ” gumamnya Bobby. Evan mengangguk singkat, lalu berbalik ke Calista.
“Lihat? Gue bahkan marahin temen gue buat lu. Jadi, mulai sekarang, tolong dengerin gue, ya. Pokoknya Lu harus nurut sama gue."
Calista memutar matanya sambil mengembuskan napas panjang, tapi ada senyum kecil yang tersungging di wajahnya.
“Iya, iya, bossy banget sih kamu.”
Rian dan Laura yang dari tadi diam akhirnya meledak dalam tawa.
"Ya elah, jangan galak-galak nanti darah tinggi!” kata Rian sambil terpingkal-pingkal.
“Tapi sweet sih,” tambah Laura.
Evan hanya menggeleng, capek dengan tingkah semua sahabatnya. Ia kemudian kembali duduk di samping tempat tidur Calista, menatap lekat gadis yang mulai memakan bubur walau dengan wajah tersiksa. Dalam hatinya Evan sadar—semua ini dia lakukan, semua perhatian untuk Calista karena sesuatu yang mulai tumbuh di hatinya. Tapi, Evan belum sepenuhnya yakin jika itu adalah cinta.
gak nyangka kalian udh pada punya buntut wkwk kalo ngumpul makin rame makin kocakk pastinya
Happy ending yg no kaleng kaleng ini mah . terimakasih sudah menyuguhkan cerita yang super berkesan ini, love you author 😘😘
lelah semua..... tp kamu gk mau membebani orang2 yg kamu sayangi
sabar ya, Ca....
di suruh menjaga, mendengarkan kalo ada suara².... malah telinga di sumpelin... gimana mau denger....
sukuriiiin.... skrg gk ada yg membela kamu, Gab... nikmati sanksi mu....