menceritakan tentang seorang gadis yang berpindah ke dunia asing yaitu dunia kultivasi.
seperti apa kelanjutannya silahkan di baca
maaf sebelumnya banyak typo berterbangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab. 30
Kemudian Jiaying mengajak Yara untuk pergi ke Kantin Akademi Tingkat Akhir, di mana kantin ini sama seperti kantin di Akademi Tingkat Bawah dan Menengah.
Namun, itu hanyalah fasilitas khusus untuk Akademi Murid Dalam tentunya.
Kantin memiliki lantai masing-masing yang diperuntukkan untuk setiap siswa Tingkat Akhir kelas 1 hingga 3.
Karena Jiaying adalah siswa kelas 3, dia membawa Yara memasuki Kantin Tingkat Ketiga, khusus untuk siswa kelas 3.
Saat mereka berdua menaiki tangga, semua mata tertuju pada kecantikan dan ketampanan kedua orang di hadapan mereka. Namun, karena baik Yara maupun Jiaying sudah terbiasa, mereka berdua hanya mengabaikan tatapan panas dari para siswa.
Jiaying adalah salah satu siswa berprestasi di Akademi dan memiliki tingkat kultivasi yang mumpuni di antara para siswa setingkat dengannya.
Untuk tingkat kultivasi, Jiaying berada di tingkat Core Foundation Tahap Tengah ke-6 di usia 16 tahun.
Sementara itu, Yara berada di tingkat Core Foundation Tahap Menengah ke-2. Namun, tidak ada yang bisa membaca tingkat kultivasi dari Yara, kecuali Sang Tuan dan mereka bertiga yang berasal dari Benua Atas. Jelas mereka bisa melihat tingkat kultivasi dari Yara.
Melihat kecantikan keduanya, sekali lagi terdengar bisikan-bisikan memuja. Namun, mereka tidak berani mengkritik karena status Jiaying. Untuk sebagian orang yang mengenali Yara, mereka tahu bahwa dia adalah Raja Muda dari kerajaan nomor satu di Benua Bawah, yaitu Kekaisaran Matahari.
Setelah menaiki tangga tingkat pertama menuju tingkat kedua, situasinya masih sama. Mereka melanjutkan menaiki tingkat ketiga.
Sesampainya di tingkat atas, suasana tidak seramai di tingkat satu dan dua. Hal ini karena siswa kelas tingkat tiga sudah mencapai akhir masa belajar, di mana mereka memiliki banyak sekali aktivitas yang harus dihadiri. Selain itu, mereka sudah diharuskan berada di luar akademi untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
Untuk kelas apoteker, mereka dikirim ke beberapa rumah sakit untuk membantu para dokter selama masa uji coba. Sementara untuk kelas talisman, master array, dan pejuang, mereka dikirim ke perbatasan untuk membantu para tentara menjaga keamanan selama masa uji coba.
Ada juga kelas Beast Master, di mana mereka memasuki hutan untuk mengumpulkan beast perang. Beast ini nantinya akan diserahkan kepada akademi, disortir, dilatih kembali, lalu diberikan kepada Kekaisaran untuk dikirim ke perbatasan sebagai beast perang.
Saat ini, kantin di tingkat tiga hanya memiliki pengunjung tidak lebih dari 100 orang.
Setelah Jiaying mengajak Yara membeli makanan, dia membawa Yara ke tempat duduk.
Mereka memilih kursi paling pojok karena dari sana mereka dapat melihat langsung danau teratai yang indah.
Setelah itu, Yara memulai percakapan.
"Jiejie, bagaimana kabarmu selama di akademi? Jiejie bahkan tidak kembali saat hari libur kemarin?" tanya Yara pada jiejie-nya.
Mendengar pertanyaan dari adik kecilnya, Jiaying hanya memberikan senyuman dan menjawab,
"Aku sudah di tingkat tiga, dan saat kalian pergi berlibur, aku dan kelompokku pergi melaksanakan misi. Sayangnya, itu tidak bisa ditunda, maka aku dan kelompokku memutuskan untuk tidak mengambil hari libur kami.
Dan itu juga yang membuat aku dan kelompokku bisa bersantai saat ini."
"Jika tidak tentu, kami masih akan sama seperti mereka yang ada di gedung informasi, mencari misi, dan tidak akan bertemu denganmu." Jiaying menjentik pelan kepala adik kecilnya itu.
Jiaying merasa bahagia melihat bahwa adik kecilnya yang nakal ini baik-baik saja dan tidak kekurangan apapun. Dia tahu semua cerita dari Sun Juan, adiknya yang lain, bahwa Yara menghilang selama empat hari hanya untuk mencari ramuan demi janda permaisuri, yang adalah nenek mereka.
"Jiejie, ke mana Gege? Aku tidak melihatnya saat kami berjalan dari gedung informasi. Apakah Gege sedang mengikuti misi?" tanya Yara.
"Ya, kelompok Ah'Juan pergi menyelidiki kasus di Desa Mati. Ah'Juan dan kelompoknya berangkat dua hari lalu. Tugas itu khusus diberikan pada Ah'Juan karena dia adalah seorang putra mahkota. Itu sudah menjadi tanggung jawabnya untuk kekaisaran ini," ucap Jiaying lembut.
"Benar juga," timpal Yara.
Lalu, dia berkata lagi, "Jiejie, aku hanya merasa bahwa Gege telah memikul tanggung jawab yang begitu berat, dan itu karena aku. Jika saja aku seorang..."
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tangannya sudah digenggam oleh tangan halus milik jiejie-nya.
"Bocah nakal, apa yang kamu pikirkan? Gegemu bukan seorang yang lemah. Memang benar ini adalah tanggung jawab yang berat, tapi itu bukanlah beban. Jadi, jangan berpikir yang berlebihan. Justru aku sangat menantikan momen di mana aku, kamu, dan Yinyin bisa berbelanja bersama di masa depan, setelah Paman Zhu kembali," ujar Jiaying.
Mendengar ucapan sang kakak, Yara pun merasa lega. Dia mengangguk dan berkata, "Itu pasti."
Yara sendiri sangat menantikan kepulangan keluarganya karena dia ingin segera melepas statusnya sebagai seorang pria dan menjalani hari-hari normalnya. Namun, saat itu juga wajahnya memerah karena dia memikirkan bahwa dua tahun lagi dia akan memasuki usia dewasa dan sebagai seorang wanita yang sudah menikah.
Walaupun itu bukanlah pernikahan di dunia fana, dia tetaplah seorang istri. Dengan kasar, dia menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran anehnya, tapi ekspresi canggung di wajahnya membuat Jiaying menatap heran.
Berusaha menutupi rasa malunya, Yara berdehem dan berkata, "Jiejie, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu."
Melambaikan tangannya, Yara memasang array khusus untuk mereka berdua. Setelah merasa aman, dia mengeluarkan beberapa botol dari interspatial ring-nya.
"Ini adalah pil pemulihan tingkat 6, pil penempa tulang, pil pemurnian Qi, pil penguat darah, pil penempa otot, dan pil kekuatan jiwa," ujar Yara.
Jiaying, yang melihat begitu banyak pil, sangat terkejut. "Ya'er, mengapa kamu memberikan begitu banyak pil? Lagi pula, ini adalah pil tingkat 6!"
Melihat penolakan dari jiejie-nya, Yara menjawab, "Jangan khawatir, aku masih memiliki banyak di interspatial ring-ku."
Dengan wajah heran, Jiaying bertanya, "Ya'er, dari mana kamu mendapatkan ini? Bukankah pil tingkat 6 sangat berharga?"
Mendengar rentetan pertanyaan itu, Yara hanya tersenyum. "Ini disempurnakan oleh Tuanku. Dia memberikan pil ini setiap kali memurnikannya. Tapi aku tidak terlalu membutuhkannya."
Dalam hati, Yara berpikir bahwa dia memiliki ratusan pil seperti itu. Bahkan, dia masih akan memurnikannya lagi di masa depan. Tidak ada yang tahu kecuali Tuannya sendiri bahwa Yara adalah seorang alkemis. Tingkatan alkemisnya pun belum bisa dipastikan.
Dengan tegas, Yara mendorong botol-botol itu kembali ke tangan Jiaying. "Jiejie, percayalah, setelah ini akan ada lebih banyak lagi. Aku masih murid tingkat awal kelas satu dan masih punya banyak waktu bersama Tuan. Jadi, ini baru awal. Jika jiejie merasa ini terlalu banyak, maka bagikan saja pada orang yang jiejie percayai.
Untuk Gege, aku akan memberikannya nanti setelah bertemu dengannya di masa depan," ucap Yara.
Yara juga mengeluarkan setumpuk kertas jimat yang telah disempurnakan hingga tingkat 4. Jimat-jimat itu dibuat saat bersama Tuannya sebelum libur Tahun Baru, dan Yara masih memiliki banyak yang tersimpan di interspatial ring-nya.
Dia memberikan jimat-jimat itu kepada Jiaying sambil berkata, "Ini untuk perlindungan, mengingat jiejie bilang murid tahap akhir kelas tiga lebih sering berada di luar."
"Jiejie, aku harap kali ini Jiejie tidak menolak. Aku membuat jimat ini sebelum mengambil cuti tahun baru. Karena aku sendiri yang membuatnya, aku memiliki banyak, dan masih ada banyak kertas talisman kosong. Aku memberikan yang sudah jadi, anggap saja ini sebagai perlindungan di saat tak terduga," ucap Yara untuk meyakinkan kakaknya.
Melihat kekhawatiran dan ketulusan di mata adiknya, bagaimana mungkin hati Jiaying bisa menolak? Bukankah itu hanya akan membuat adiknya kecewa?
"Baiklah, adikku yang terbaik," ujar Jiaying sambil mengelus puncak kepala Yara dan memberinya senyum tulus.
Merasa tidak ada hal lain yang mendesak, Yara membuka kembali array-nya. Mereka berdua pun melanjutkan obrolan hangat layaknya saudara, menghabiskan waktu bersama.
Setelah dari kantin, Jiaying mengajak Yara pergi ke alun-alun karena di sana sedang diadakan Kompetisi Bela Diri antar murid Akademi tingkat akhir, kelas 1-3. Mendengar ada kompetisi, Yara langsung bersemangat dan mengikuti Jiaying menuju alun-alun.
Sesampainya di alun-alun, tempat itu sudah dipenuhi banyak siswa. Saat mereka mencari tempat duduk, sebuah suara memanggil Jiaying dari arah samping.
"A'ying, ayo duduk bersama kami," ujar seorang pria.
Itu Regen, pria tampan dengan aura bak pangeran. Melihat ke arah suara, Jiaying tersenyum lalu menarik tangan Yara untuk menuju kelompok lima orang itu.
Ketika Jiaying berjalan sambil menggandeng tangan pria tampan di sebelahnya, kelima orang dalam kelompok itu memandang mereka dengan ekspresi berbeda-beda. Ada yang terkejut, ada yang senyam-senyum seolah mengetahui sesuatu, ada pula yang ekspresinya sulit ditebak. Namun, satu orang mengepalkan tangan, tampak jengkel—atau lebih tepatnya, cemburu.
Jiaying tidak menyadari hal itu, tetapi Yara merasakan aura penindasan yang mengarah padanya. Meski bukan aura pembunuhan, tekanan itu cukup jelas. Namun, Yara hanya berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkahnya dengan tenang.
Setelah tiba di kelompok itu, Jiaying langsung menyapa kelima temannya dan memperkenalkan Yara kepada mereka.
"Kalian ternyata sudah tiba di sini. Oh iya, perkenalkan, ini Sun’Ali, adik kecilku," ujar Jiaying.
Kelima orang itu akhirnya menyadari bahwa pria tampan yang berjalan dengan Jiaying adalah adiknya, sepupu yang selama ini sering Jiaying ceritakan.
Mendengar hal itu, tekanan yang semula menyerang Yara pun menghilang. Yara menyadari bahwa seseorang begitu terbakar cemburu saat melihat wanitanya menyentuh pria lain. Menatap ke arah kelompok itu, Yara dengan sengaja menatap lekat mata pria tampan yang tadi memanggil Jiaying, lalu memberikan senyum misterius.
Regen, yang menjadi kepala kelompok, terkejut sejenak, tetapi segera membalas senyuman itu dengan tenang. "Selamat datang, adik kecil Ali. Apakah kamu datang untuk menonton kompetisi juga?" tanyanya ramah.
Setelah Yara dan Jiaying mengambil tempat duduk, Yara menjawab santai, "Ya, tadinya aku hanya ingin bertemu Jiejie karena sudah lama tidak bertemu. Namun, Jiejie mengatakan ada kompetisi persahabatan antar murid Akademi tingkat akhir. Jadi, aku memutuskan untuk menonton sebentar sebelum kembali."
Mendengar ucapan Yara bahwa dia memang datang khusus untuk menemui Jiaying, kelima orang itu mengangguk tanda mengerti.
Kemudian terdengar bunyi gong, tanda pertandingan segera dimulai.
Di bawah, tampak dua pria berdiri berhadapan, saling memberi hormat.
Tak lama, pertandingan pun dimulai. Pria bertubuh kurus dengan tampilan sederhana memegang pedang bermata dua berwarna kuning dengan bagian tengah berlubang memanjang. Lawannya, seorang pria kekar dan lebih tinggi, membawa kampak besar berbentuk setengah bulan. Kepala kampak itu putih mengilap, sedangkan gagangnya berwarna hitam.
Pria kurus memiliki elemen es. Begitu ia mengayunkan pedangnya, butiran-butiran es melesat ke arah pria kekar. Sebaliknya, pria kekar memiliki elemen tanah. Saat bilah es mendekat, ia menghentakkan kakinya, menciptakan dinding tanah.
Dinding tanah itu dengan cepat berubah menjadi dinding es setelah menahan bilah es, lalu pecah menjadi kepingan-kepingan seperti kaca. Pria kekar tampak terkejut, tetapi ia segera menenangkan diri. Ia mundur beberapa langkah, lalu mulai menyerang balik.
Ia menghentakkan kakinya lagi sambil mengayunkan kampaknya. Sebuah serangan kuat diarahkan kepada pria kurus. Tidak lama kemudian, dinding batu muncul di empat sisi, mengurung pria kurus itu di dalamnya.
Penonton mulai berspekulasi. Sebagian yakin pria kurus akan kalah, tetapi ada juga yang berpikir ini belum tentu berakhir, sebab energi keduanya masih cukup untuk melanjutkan pertandingan.
Di dalam dinding, pria kurus tampak panik. Dinding yang tadinya hanya mengurungnya kini mulai menyempit, hampir menghimpitnya seperti pancake. Namun, ia tidak menyerah. Dengan mengerahkan seluruh energi es, ia memukul keras dinding itu hingga berubah menjadi balok es yang pecah berkeping-keping.
Akibat menggunakan energi Qi berlebihan, pria kurus itu memuntahkan darah. Tubuhnya melemah, membuatnya jatuh berlutut.
“Sial, aku kewalahan,” gumamnya kesal. Ia berdiri dengan susah payah menggunakan pedangnya sebagai tumpuan.
Melihat kondisinya, wasit, Elder Su, bertanya, “Apakah kau ingin melanjutkan atau menyerah?”
Pria kurus hanya menggelengkan kepala dan berkata, “Aku masih bisa melanjutkan.” Ia menatap lawannya lagi, menantang, “Ayo, lanjutkan.”
Pria kekar tampak ragu. Ia merasa lawannya sudah mencapai batasnya. Sebagai pertandingan persahabatan, ia tidak ingin melukai lawannya terlalu parah. Namun, saat hendak mengundurkan diri, serangan mendadak dari pria kurus mengarah ke lehernya.
Refleks, pria kekar membalas serangan itu dengan kampaknya. Kedua kekuatan elemen bentrok, menciptakan percikan energi ke segala arah. Elder Su dengan cepat memperkuat penghalang array untuk melindungi penonton.
“Benar-benar keras kepala,” gumam Elder Su pelan, sambil menggelengkan kepala. Ia tahu pria kekar, Sutao, belum mengeluarkan kekuatan penuhnya sejak awal. Namun, kecerobohan lawannya, Fusian, memaksanya mengerahkan seluruh energi Qi-nya untuk bertahan.
Dari tempat duduknya, Yara mengamati pertandingan dengan tenang. Pandangannya tertuju pada Fusian, yang tergeletak di luar panggung sambil memuntahkan darah. Sementara itu, Sutao berlutut di atas panggung, napasnya tidak teratur.
Elder Su akhirnya mengumumkan, “Pemenang pertandingan ini adalah Sutao, murid dari Akademi Tingkat Akhir.”
Gong dipukul, tanda pergantian pemain.
Seorang wanita muncul di atas panggung. Dengan seragam akademi, tubuhnya mungil dengan tinggi sekitar 168 cm. Dia dikenal dengan nama panggilan Susu. Lawannya adalah pria halus bernama Wangsin.
Saat Yara melihat Wangsin, ia sedikit mengernyit, merasa pria itu tampak familiar. Namun, ia tidak bisa mengingat di mana mereka pernah bertemu.
Pertarungan pun dimulai. Susu menggunakan cambuk sebagai senjata, sedangkan Wangsin membawa pedang bermata satu. Pertarungan mereka lebih banyak melibatkan fisik, meskipun elemen Qi tetap menyelimuti serangan mereka.
Susu, pengguna elemen air, tampak anggun mengayunkan cambuknya. Wangsin, pengguna elemen api, menangkis setiap serangan dengan pedangnya. Saat elemen air dan api bertemu, percikan energi menyerupai kembang api kecil terlihat di udara.
Setelah beberapa saat, Susu mulai kelelahan. Ia memutuskan untuk menyerah, mengangkat tangannya sebagai tanda kekalahan.
Elder Su mengumumkan, “Pemenang pertandingan ini adalah Wangsin.”
Pertandingan terus berlangsung hingga babak terakhir. Yara dan Jiaying tetap menyaksikan dengan penuh perhatian, hingga akhirnya acara selesai.
Setelah keluar dari alun-alun, Yara memutuskan untuk kembali ke Akademi Tingkat Awal. Besok, ia akan kembali berlatih bersama tuannya.
Berbalik, Yara berkata kepada mereka,
"Ka-ka Senior dan Jiejie, terima kasih untuk hari ini. Jika ada waktu, aku akan berkunjung kembali. Namun saat ini aku harus kembali, karena besok aku masih harus berlatih dengan Tuanku."
Dia memberi hormat, lalu berbalik untuk pergi. Namun, sebelum benar-benar pergi, dia tiba-tiba berhenti dan berbalik lagi sambil berkata,
"Em... ngomong-ngomong, Jiejie, di masa depan, bisakah kamu menjemputku di gerbang Akademi?"
Dia tampak sedikit ragu, lalu menambahkan, "Aku hanya sedikit kurang nyaman jika harus masuk Akademi sendirian."
Mendengar permintaan aneh ini, Jiaying dan keempat temannya saling berpandangan dengan heran. Mengapa dia meminta untuk dijemput? Bukankah tadi dia baik-baik saja berjalan sendiri ke sini?
Jiaying tertawa kecil, lalu mengangguk sambil menjawab, "Baiklah, lain kali aku akan menjemputmu. Aku pun tidak ingin adik kecilku dimangsa oleh serigala tua yang lapar."
"Serigala tua? Dimana? Dimana itu?!" tanya salah satu teman Jiaying dengan ekspresi bingung. "Dan mengapa ada serigala berkeliaran di dalam Akademi?"
Yara berdehem kecil, merasa kesal dengan candaan Jiaying, lalu berkata dengan nada tak sabar, "Itu kakaku hanya bercanda."
Setelah menjawab dengan ketus, dia melangkah pergi meninggalkan mereka, dengan wajah yang jelas menunjukkan kekesalannya.
Namun, belum jauh dari kelompok Jiaying, Yara mendengar suara tawa mereka yang semakin keras. Hal ini membuat wajahnya semakin tertekuk, sementara dia berjalan sambil menghentakkan kakinya karena kesal.
Jiaying dan teman-temannya semakin terhibur melihat tingkah Yara yang kesal, dan tawa mereka pun pecah bersama, menambah semarak sore itu.