Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Keduanya beranjak melangkah keluar bersama setelah sebelumnya telah meminta ijin pada Wita dan Wira.
"Aku kayak ondel-ondel gak sih?" tanya Riana pada Stevani.
"Gak lah, ini tuh cantik, enak aja!" ucap Stevani yang sedikit tersinggung dengan ucapan Riana.
"Ya sorry gue gak pede aja Vani."
Kemudian mereka berdua terdiam beberapa saat.
"Na?"
"Hhhmm."
"Lo udah punya gebetan? kalau belum aku punya cowok nih dia lagi nyari istri."
"Hhmm ada sih, tapi aku gak tau dia suka sama aku atau enggak."
"Ciee, siapa sih? kok aku gak tau." cetar Stevany sampai mengguncang-guncang tubuh saudara nya.
"Rahasia." jawab Riana.
"Ah ga asyik, kok main rahasia-rahasiaan."
"Nanti kalau aku udah siap aku cerita."
"Beneran loh? jangan bohong!"
"Iya."
Selang dua menit mereka telah sampai di pusat perbelanjaan yang sore ini cukup ramai pengunjung. Stevany kalap membeli banyak baju dan alat make up keluaran terbaru. Riana hanya mengekor membawa barang belanjaan Stevany.
"Na, kita couple yah?"
"Gak usah lah, baju ku masih bagus kok."
"Bagus apaan, pokoknya aku mau beli dua."
"Ya terserah lah, kalau papa ngomel aku gak mau belain."
"Yah kok gitu sih, bodo amat lah, mau beli!"
Riana memperhatikan orang-orang yang sedang sibuk memilih-milih baju, ada muda-mudi sepertinya juga hingga pandangannya tertuju pada sebuah gaun berwarna hijau botol cantik.
Seorang gadis bermata sipit berkulit putih bersaman dengan Riana memegang baju yang sama. "Aku duluan yang melihatnya! kau cari yang lain aja sana!" ujar nya jutek, Riana melotot tak percaya. "Heh mba dari tadi juga udah liat."
Mba- mba tadi tetap tidak mau mengalah dan memasukkan gaun tersebut ke dalam tas belanjaannya. "Ya, yang waras ngalah.. " gerutu Riana tak sadar bahwa ucapannya justru mematik amarah gadis sipit itu. "Apa? maksudmu aku tidak waras? kemari kau!"
"Aahh!" Stevani kaget begitu menoleh ke belakang Riana sudah tidak ada. Lebih kaget lagi saat melihat Riana jambak-jambakan dengan pengunjung lain.
"Riana sudah!"
"Dia duluan Vani!"
"Hei kau tau aku siapa? aku anak orang kaya di kota ini. Jadi kau jangan berani-berani cari masalah denganku. Dasar orang miskin!" Stevani berang sekali.
"Udah Na, ngalah aja sama pasien RSJ mah."
"Huuh." Riana menghempas rambut kasar. "Apa-apaan ini kau apakan anak saya?"
Deg.
Kedua orang itu sama-sama saling menatap satu sama lain. Satu orang menatap dengan pandangan rindu sementara satu nya lain dengan pandangan dingin seolah bisa membekukan apapun. "Ma."
"Ayo ci kita pulang!"
"Tapi Ma, mama harus kasih mereka pelajaran dulu sama gadis jelek itu! liat nih rambut cici rontok." Adu gadis itu manja memperlihatkan sejumput rambut di tangannya. "Nanti kita ke salon, ayo pulang!"
"Maa."
Riana hanya diam, ia tidak berniat mengejar karena ibunya sendiri seolah enggan untuk mengakuinya.
"Na.."
"It's oke Vani, aku ga papa."
Stevani geram dengan ibu kandung nya Riana yang bahkan tidak mau menyapa anak kandung nya sendiri barang sebentar. "Gak usah di pikirkan kamu punya mama Wita, mama sayang sama kamu Riana, kamu juga punya aku, papa dan juga kakak."
"Iyah Vani, ayo kita pulang. Aku capek."
***
Tok...tok...tok.
"Riana kamu makan dulu, Nak!" Panggil Wita dari pintu luar kamar anaknya. "Nanti mah, nanti Rian makan sendiri."
"Mama taruh di sini yah, samping pintu."
"Iya, Ma."
Wira sudah diberitahu oleh Stevani kalau tadi sore mereka bertemu dengan Sarah di mall.
"Kenapa Riana, sayang?"
"Biasalah mas."
"Ketemu Sarah lagi?"
"Hhmm, sudah lama waktu berlalu. Aku gak nyangka Sarah masih tetap egois." geram Wita.
Wira mengusap bahu istrinya yang naik turun karena marah. "Sudah tidak apa-apa, suatu saat orang itu akan menyesal sudah menyia-nyiakan anaknya sendiri. Penyesalan selalu ada di akhir, sayang." Wira berkata seperti itu karena pernah mengalaminya.
"Aku hanya ingin Sarah sedikit peduli pada Riana, aku juga gak minta supaya Riana tinggal bersama dia. Gila aja! Riana itu anakku. Aku yang jaga dia selama ini." di balik pintu ternyata Riana mendengar nya, ia sangat terharu karena Mama Wita begitu sayang kepadanya yang bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan keluarga ini.
"Aku hanya mau Sarah ngobrol sebentar, udah Mas itu saja."
"Iya sayang. Udah jangan marah-marah, ntar perawatan wajah kamu jadi sia-sia dong. Sabar yah."
"Iyah sabar. Mending kita tidur yuk."
***
"Sepi sekali."
Stevano masuk ke dalam rumah dan mendapati rumah yang sepi, ia sangat heran karena biasanya akan ada teriakan dua bocil Stevani yang biasanya masih asyik nonton televisi di ruang tamu. "Apa mereka sudah tidur?"
Kruyuuk,
"Lapar." Stevano bangkit dan melangkah menuju ruang makan, ia tersenyum karena ibunya tak lupa menyiapkan makan malam untuknya juga. Stevano memanaskan makanannya sejenak kemudian duduk dan makan sendirian dalam diam. Riana melangkah membawa piring kotor ke dapur. "Kak udah pulang?"
"Hhmm, baru aja. Kamu udah makan belum? sini makan bareng dek."
Kemarin tuh terdengar biasa saja tapi kenapa sekarang jantungnya berdebar-debar?
"U-udah kak tadi."
"Sini duduk! temenin kakak makan." Riana menurut. "Capek yah kak?"
"Hhm namanya juga kerja."
"Sini aku suapin."
Stevano menyerahkan sendok di tangannya dan membiarkan adik angkatnya menyuapi ia makan.
"Udah, udah kenyang."
"Masih ada dua suap lagi."
"Gak, gak kuat." Stevano meraih gelas dan mengisi nya dengan air putih, meminumnya hingga tandas. Riana lagi-lagi terpana, sedang minum saja kakaknya begitu seksi apalagi dengan kemeja yang lengannya sudah di gulung sampai ke siku, memperlihatkan otot tangan kakaknya yang makin membuatnya keliatan manly.
Tak.
"Sakit!!"
"Lagian kamu ngeliat kakak begitu, kakak ganteng yah?"
"Ck!! Narsis."
"Emang susah jadi orang ganteng mah."
"Apaan sih kak." Riana membereskan piring bekas makan Stevano dan mencuci di wastafel. Stevano mendekat, iseng memeluk adiknya dari belakang.
"ak-kakk."
"Hum.."
"Kakak ngapain sih! risih.:
"Kakak capek Na.. butuh pelukan."
"Awas kak! susah ini cuci piringnya!"
"Galak banget, jangan galak-galak nanti kamu gak punya pacar loh.:
"Dih kaya yang ngomong punya aja!"
Dalam hati Riana berharap Stevano memang masih jomblo dan tidak punya wanita idaman. "Kakak punya lah, emang kamu jomblo!" Riana manyun, hatinya terasa sedikit perih mendengar kenyataan itu langsung dari mulut sang kakak. Ia tau gadis yang bernama Juwita adalah pujaan hati Stevano.
"Tidur udah malem!"
"Ih kak apasih!" Riana kesal karna Stevano mengacak-acak rambutnya lalu langsung pergi dari dapur."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...