Viona merasa heran dengan perubahan sikap suaminya yang bernama Bara. Yang awalnya perhatian dan romantis tapi kini dia berubah menjadi dingin dan cuek. Dia juga jarang menyentuhnya dengan alasan capek setelah seharian kerja di kantor. Di tengah- tengah kegundahan dan kegelisahan hatinya, sang adik ipar yang bernama Brian, pemuda tampan yang tampilannya selalu mempesona masuk ke dalam kehidupan viona dan mengisi hari- harinya yang hampa. Akankah hati Viona akan tergoda dengan adik ipar dan menjalin hubungan terlarang sengannya karena merasa diabaikan oleh sang suami....?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Hampir ketahuan
Beberpa menit mereka melakukan ciuman lembut yang semakin lama semakin dalam. Hingga tak sadar Viona pun membalas ciuman yang begitu memabukkan tersebut.
Hingga akhirnya ciuman berakhir karena meraka hampir kehabisan nafas. Dada mereka terlihat naik turun karena nafas keduanya yang memburu, mereka berdua seakan berebut udara setelah beberapa saat lalu mereka tidak menghirupnya.
Mata keduanya saling bertemu, Viona menatap netra Brian dengan pandangan sayu. Hatinya campur aduk antara merasa malu, kesal dan takut atas apa yang baru saja mereka berdua lakukan. Tapi di balik semua rasa itu, Viona merasakan kehangatan dan kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Rasa yang sudah lama tidak dia dapatkan dari sang suami. Iya, kehangatan dan kelembutan sang suami kini sudah menguap dan berubah menjadi rasa dingin yang menyelimuti tubuh Viona.
Tapi kehangatan, kelembutan bahkan kenyamanan datang kembali tapi dari orang yang tidak seharusnya memberikan semua itu. Iya, dia adalah adik iparnya sendiri, bagaimana dia bisa memberikan semua yang Viona butuhkan dan yang lebih parahnya lagi Viona begitu menikmatinya...?
"Bri..Brian..." ucap Viona masih dengan nafas yang sedikit tersengal- sengal.
Brian menatap mata Viona dengan lekat.
"Bagaimana..? Kakak sudah tidak sedih lagi...?" tanya Brian. Terlihat bibirnya tersenyum tipis.
"Bri..Brian.. Apa yang telah kita lakukan..? I..ini salah..." ucap Viona.
"Tapi kau menikmatinya kan kak...?" tanya Brian pandangannya masih belum berpindah dari wajah Viona.
"A..aku..hemmptt...." belum juga Viona menyelesaikan ucapannya Bara kembali membungkam bibir Viona menggunakan bibirnya.
Dan lagi, ciuman itu terjadi lagi diantara keduannya. Tapi kali ini Viona berusaha untuk melepaskannya dengan mendorong dada Brian. Tapi lagi dan lagi Brian menekan tengkuk Viona menggunakan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya meraih pinggang Viona hingga tubuh mereka saling menempel satu sama lain.
Seperti ciuman sebelumnya, Brian kembali memberikan pagutan yang begitu lembut, hangat serta memabukkan. Hingga membuat Viona yang tadinya menolak pun akhirnya menyerah dan menikmati apa yang diberikan oleh Brian.
"Viona..sayang... Di mana kamu...?" terdengar suara Bara memanggil- manggil nama Viona.
Viona pun tersentak kaget dan reflek mendorong dada Brian dengan kuat untuk melepaskan ciumannya hingga tubuh Brian sedikit terhuyung ke belakang.
"Mas Bara..." gumam Viona.
"Ngapain kalian di sini...?" tanya Bara.
"Ehm.. I..itu...ta..tadi..." jawab Viona bingung menjawab apa karena grogi.
Sementara Brian hanya terlihat santai saja.
"Kamu kenapa sih...?" tanya Bara heran melihat Viona salah tingkah.
"Bibir kamu kenapa..? Kok lipstiknya berantakan begitu...?" tanya Bara sambil menunjuk bibir Viona.
"I..ini a..ku ta..tadi.. habis cuci muka, iya cuci muka..." jawab Viona.
Brian pun tersenyum tipis melihat wajah panik Viona.
"Kamu sendiri ngapain ada di sini...?" tanya Bara pada sang adik.
"Aku mau ke kamar mandi, mau pipis tapi kakak ipar lama sekali berada di dalam, aku sampai capek menunggu dia keluar..." jawab Brian dengan datar.
"Ngapain kamu berlama- lama di kamar mandi..?" tanya Bara pada Viola.
"A..aku hanya..."
"Mungkin dia habis menangis kak, karena kakak tidak mau membela kak Viona ketika dipojokkan oleh mamah papah. Lihat saja matanya merah dan sembab..." sahut Brian.
Viona menunduk, sementara Bara hanya melirik sekilas padanya.
"Ayo pulang..." Bara meraih tangan Viona lalu berjalan meinggalkan Brian.Brian pun hanya menatap kepergian Bara dan Viona.
Viona dan Bara sudah berada di ruang keluarga hendak berpamitan dengan tuan Bobby dan nyonya Rika. Sementara adik dan para sepupunya sudah terlebih dulu pulang.
"Mah, pah, Bara pulang ya..." ucap Bara.
"Mah , pah, Viola pamit..." ucap Viona.
"Iyaaa..." jawab tuan Bobby dan nyonya Rika.
Viona dan Bara pun meninggalkan rumah tuan Boby dan pulang ke rumahnya.
****
Di dalam mobil tidak ada pembicaraan di antara Viona dan Bara. Mereka sibuk dengan pikiran masing- masing. Bara fokus menyetir sambil sesekali mengecek ponselnya. Ada beberapa pesan yang masuk dan dia langsung membacanya.Bibirnya tersenyum setelah membaca pesan yang entah dari siapa.
Sementara Viona sedang sibuk memikirkan dua hal yang baru saja terjadi di rumah mertuanya. Di antaranya adalah ucapkan nyonya Rika yang begitu membuatnya sedih karena dia belum bisa memberikan cucu untuk mereka. Selain itu dia juga teringat dengan perbuatannya bersama adik ipar yaitu Brian di depan kamar mandi.
Entah apa yang membuat adik iparnya tiba- tiba melakukan hal gila tersebut dan yang lebih gilanya lagi Viona bukannya menolak tapi justru malah menikmatinya.
Ah, Viona benar- benar merasa murahan sekali saat ini. Dia tidak bisa membayangkan jika perbuatannya tadi bersama adik iparnya dipergoki oleh Bara. Pasti akan mengakibatkan kehebohan di sana. Viona pun beberapa kali menggelengkan kepalanya untuk mengusir bayangan ciuman panasnya bersama adik iparnya yang terus menari- nari di pikirannya.
"Sayang... Sayang..." ucap Bara membuyarkan lamunan Viona.
"I..iya..." Viona terkejut setelah Bara menepuk lengannya.
"Kamu kenapa dari tadi melamun terus...? Apa yang kamu pikirkan...?" tanya Bara.
"Ehm... Nggak..a..aku tidak memikirkan apa- apa kok mas..." jawab Viona.
"Trus tadi ngapain kamu lama banget di kamar mandi...? Apa benar yang dikatakan oleh Brian kalau kamu menangis di dalam sana...?" tanya Bara.
Viona hanya diam menunduk.
"Kenapa kamu nangis...?" tanya Bara lagi.
"A..aku hanya sedih saja mas..." jawab Viona.
"Sedih kenapa...? Karena ucapan mamah tadi..?" tanya Bara.
"Iya mas..." jawab Viona.
"Kenapa harus sedih sih..? Mamah kan hanya bertanya saja kenapa kamu belum bisa kasih mereka cucu. Apa salahnya...?" tanya Bara.
"Tapi ucapan mamah itu membuatku sakit mas, mamah bahkan mengatakan kalau aku mandul..." jawab Viona sambil menangis.
"Kalau memang kenyataannya seperti itu kenapa kamu harus sakit hati...? Kamu memang nggak bisa ngasih aku anak kan..? Kalau orang yang nggak bisa hamil itu namanya mandul..." ucap Bara.
"Tapi dokter mengatakan aku nggak mandul mas, keadaanku baik- baik saja nggak ada masalah..." sahut Viona.
"Mungkin itu hanya karena waktu saja mas, ada kok di luar sana pasangan suami istri yang pernikahannya lebih lama dari kita baru dikasih anak.Kita baru tiga tahun mas, bahkan ada yang sepuluh tahun baru hamil. Itu tergantung kondisi masing- masing orang..." ucap Viona.
"Makanya ayo dong mas, kita periksa berdua biar kita tahu masalah kita tuh ada di mana..."ucap Viona.
"Kenapa sih kamu selalu menganggap kalau masalahnya itu ada di aku..? Kamu mau bilang kalau yang mandul itu bukan kamu tapi aku, begitu kan..? Kamu kan tadi dengar kata mamah di keluarga aku tidak ada keturunan mandul...! " tanya Bara dengan emosi.
"Bukan mas bukan seperti itu. Aku nggak bilang kamu mandul.. Aku hanya.."
"Hanya apa, sudah lah aku malas bedebat denganmu..!" ucap Bara semakin emosi.
Viona pun menjadi sedih karena Bara tidak mau mendengar ucapannya. Viona benar- benar tidak menuduh kalau suaminya yang mandul. Dia hanya ingin mencari jalan keluar bersama- sama saja dengan datang berdua ke dokter.
Tak terasa mobil mereka pun sudah memasuki halaman rumah mereka. Bara dan Viona segera turun dari mobil. Dengan langkah cepat Bara masuk ke dalam rumah.
"Mas..mas Bara tunggu mas, mas Bara jangan marah, aku sama sekali nggak menuduh mas Bara mandul. Aku hanya ingin kita periksa ke dokter bareng - bareng mas...." ucap Viona sambil berjalan di samping Bara.
"Ayo mas besok kita ke dokter, kita melakukan inseminasi seperti yang pernah dokter sarankan pada saya. Tapi mas bara harus ikut karena ada beberapa pemeriksaan yang mas Bara harus lakukan..." ucap Viona.
"Mas Bara mau kan mas..?" tanya Viona. Tetapi Bara tidak menjawab pertanyaan Viona dia terus melangkahkan kakinya menuju ke kamar.
"Mas, sebenarnya ada dua pilihan yang dokter tawarkan sama aku, yaitu inseminasi dan juga bayi tabung. Mas Bara mau pilih yang mana ..? Aku ikut pilihan mas Bara saja...." ucap Viona.
Sampai di depan pintu kamar ,Bara pun menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya menghadap ke arah Viona.
"Nanti akan aku pikirkan, sekarang kita istirahat saja, aku sudah ngantuk..." ucap Bara sambil mengusap rambut Viona .
Lalu Bara memutar handle pintu dan kemudian masuk ke dalam kamar. Dia lalu membuka pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian tidur. Kemudian dia masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi.
Dan setelah itu dia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Tak butuh lama Bara terlihat sudah tertidur pulas. Viona yang sejak tadi duduk di pinggir tempat tidur sambil memperhatikan apa yang dilakukan oleh sang suami pun hanya bisa menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.
Viona tahu bahwa Bara marah padanya atas perdebatan tadi. melihat suaminya sudah tidur pulas, Viona lalu masuk ke dalam kamar mandi, melakukan ritual sebelum tidur yaitu mecuci muka dan menggosok gigi.
Setelah itu dia membaringkan tubuhnya di samping sang suami. Dia mencoba memejamkan mata namun tidak bisa. Semakin matanya terpejam bayangan ciumannya bersama Brian kembali muncul di pikirannya.
"Oh ya ampun... Kenapa aku jadi ingat dengan kejadian itu terus...." batin Viona sambil memegang bibirnya yang masih terlihat bengkak.
Bersambung ...