Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Seperti hari-hari sebelumnya, Arsyilla sengaja berangkat lebih pagi agar tidak bertemu dengan Rivandra. Bisa meletakkan berkasnya lebih dulu sebelum yang punya kantor datang.
Setelah satu bulan ini mengamati, waktu kedatangan dan waktu Rivandra pulang. Arsyilla memilih berangkat lebih pagi agar terhindar berpapasan dengan Rivandra yang makin terlihat aneh. Dan memilih meletakkan berkas Rivandra ke meja kerjanya sebelum dia datang.
Setelah memisahkan berkas teman-temannya, Arsyilla membawa berkas bosnya lengkap dengan segelas kopi latte hangat. lalu memberikan catatan kecil diatas masing-masing berkas untuk membedakan berkas yang kemarin dan yang harus dilakukan pengecekan hari ini.
Arsyilla tersenyum lega saat tugasnya sudah selesai. Dia segera beranjak keluar dari ruangan Rivandra.
Tapi, hari ini sepertinya keberuntungan tidak sedang berpihak padanya. Tepat saat dia membalikkan tubuhnya, tepat saat itu dia melihat Rivandra kembali tengah menutup pintu kantornya dan berdiri bersandar di pintu dengan tangan bersedekap.
'Ada apa lagi ini? Apa sepagi ini aku sudah membuat kesalahan?'
Arsyilla hanya menelan ludah getir, takut dengan sikap dingin dan tatapan tajam Rivandra.
“Selamat pagi, Pak. Berkas-berkas dan kopi latte Pak Rivandra sudah saya letakkan di meja, Pak. Permisi.” sapa Arsyilla berusaha untuk ramah.
Tapi Rivandra tidak juga berpindah tempat masih betah dengan posisi yang sama menatap Arsyilla yang gelisah. Dengan menyandarkan tubuhnya ke pintu.
“Sudah merasa tenang karena menghindariku?”
Arsyilla mendongak, memberanikan diri menatap sorot mata yang tajam itu.
“Menghindar? Maksud Pak Rivandra?”
“Kamu sengaja berangkat lebih pagi agar tidak bertemu denganku, kan?”
Arsyilla berdehem sebentar karena niatnya selama ini telah terbaca Rivandra dengan mudah.
“Bukan begitu, Pak.”
“Lalu?” tanya Rivandra seraya mendekat ke arah Arsyilla yang semakin gelisah.
Bagaimana tidak gelisah kalau kemanapun langkah Arsyilla selalu bisa terbaca Rivandra hingga dia hanya bisa mundur. Mau ke kanan Rivandra ikut ke kanan. Mau ke kiri Rivandra ikut ke kiri. Tidak bisa kabur seperti dulu lagi. Sampai dia mentok menabrak meja kerja Rivandra karena terus berjalan mundur.
“Maaf, Pak. Permisi.” pamit Arsyilla lagi berusaha untuk menghindari Rivandra.
Tapi Rivandra mengunci tubuh Arsyilla yang berada di tengah-tengah kursi. Tangan kanan Rivandra berada di kursi sebelah kanan, begitupun dengan sebaliknya.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku, Syilla.”
Arsyilla makin keki, degub jantungnya di rasa berdetak semakin cepat.
‘Sejak kapan Pak Rivandra hanya memanggil namaku dengan Syilla?’
“Ehmm... Saya hanya ingin menyelesaikan pekerjaan saya lebih cepat, Pak,” jawab Arsyilla asal.
Rivandra tertawa lirih, tawa yang pertama kalinya dilihat Arsyilla sejak dia magang sampai detik ini. Sedikit membuat suasana menghangat.
“Kenapa menghindariku?”
“Menghindar? Saya... Saya tidak menghindar, Pak.”
“Oh iya? Lalu kenapa selalu ingin pergi setiap kali aku datang?”
“Kan tugas saya sudah selesai, Pak. Saya sudah meletakkan berkas dan juga kopi Pak Rivandra di meja.”
“Kamu mau aku memberikan pekerjaan tambahan padamu? Atau... Bagaimana kalau kamu menggantikan Dion, dan mejamu berada disatu ruangan denganku? Supaya kamu tidak bisa lagi menghindar dariku?”
“Tidak... Tidak usah, Pak!” seru Arsyilla cepat. Respon yang makin membuat Rivandra kesal.
“Itu tandanya kamu menghindariku!!” seru Rivandra marah.
Arsyilla melonjak kaget. Rasa hangat yang dirasakannya tadi seketika kembali menjadi dingin hingga di titik beku.
“Ti-tidak, Pak.” jawab Arsyilla takut hingga tergagap.
“Kenapa? Karena si Ryan itu? Kamu takut dia cemburu?”
“Dia teman saya, Pak.”
“Kenapa hanya teman? Apa karena kamu menyukaiku? Mentor favoritmu saat magang?” sindir Rivandra.
“Sudah saya bilang, Pak. Teman-teman hanya bercanda,” protes Arsyilla saat sudah bisa mengatasi kekagetannya.
'Siapa sih yang mengatakan perihal pembahasan mentor favorit pada Pak Rivandra. Sampai-sampai selalu di gunakan Pak Rivandra untuk menyindirku.' batin Arsyilla kesal.
“Kalau kamu tidak menyukaiku, kamu pasti bisa menatapku dengan tegas tanpa menunduk.” tegas Rivandra.
“Tidak sopan, Pak.”
“Itu hanya alasan kamu untuk menutupi perasaan kamu kan.”
Arsyilla menghela nafas panjang kemudian menatap Rivandra. Capek juga selalu di tuduh apa yang tidak dilakukannya.
‘Siapa yang menyukaimu, Pak’ keluh Arsyilla dalam hati.
Keduanya saling beradu tatap. ini pertama kalinya di lakukan Arsyilla.
‘Meskipun tidak dalam keadaan marah, sorot mata Pak Rivandra tetap tajam dan dingin.’ batinnya.
“Kamu mempunyai mata yang indah.” Puji Rivandra seraya mengusap kepala Arsyilla. “Aku suka mata dan lesung pipimu saat tertawa, Syilla.” lanjut Rivandra memuji Arsyilla tanpa sadar.
Rivandra mencubit kedua pipi Arsyilla dengan gemas. Tentu saja membuat shock Arsyilla. Apalagi Rivandra tidak juga berhenti tertawa.
'Apa aku sedang bermimpi? Pak Rivandra? Kenapa sempat-sempatnya bersikap kekanakan seperti ini?'
“Sudah lepasin, Pak! Sakit!” keluhnya sambil berontak hingga bisa terlepas dari tangan dan kuncian tubuh Rivandra.
“Permisi, Pak.” Arsyilla cepat-cepat keluar dari ruangan Rivandra sebelum tangannya sempat menarik tangan Arsyilla.
Rivandra hanya kembali tertawa melihat sikap Arsyilla.
Belum juga selesai mengatur nafasnya agar kembali normal, Arsyilla di kagetkan dengan suara tawa Shayna dibalik pintu ruangan pemberkasan.
“Shayna! Kamu mengagetkan saja! Sudah kayak hantu tiba-tiba tertawa gak jelas.” omel Arsyilla kesal.
“Apa aku bilang?! Si Rivan itu menyukaimu. Sikap dinginnya itu hanya untuk menarik perhatian kamu, Syilla.” tegas Shayna diantara tawanya.
Shayna berangkat kerja bersama Rivandra dan Dion karena mobilnya masuk bengkel. Tentu saja Shayna bersyukur karena bisa melihat apa yang Rivandra lakukan tadi. Rasa penasarannya selama ini tentang sebaik apa Rivandra pada Arsyilla terjawab sudah.
Arsyilla hanya menggelengkan kepalanya berkali-kali. Seolah lelah dengan pembahasan Shayna yang selalu menjodohkannya dengan Pak Rivandra.
“Kapan kamu akan main ke rumahku? Aku tunjukkan seperti apa si Rivan kalau di rumah.”
“Apa hubungannya denganku? Aku tidak perduli.”
Shayna berhenti tertawa, “apa kamu masih membenci si Rivan? Padahal, setauku dia sudah berubah lho. si Rivan sudah tidak sedingin dulu kan.” goda Shayna.
“Kan aku sudah pernah bilang padamu. Kakakmu itu punya kepribadian ganda. Sebentar hangat sebentar dingin.”
“Apa itu maksudnya?”
“Lihat saja sikapnya padaku saat di depanmu atau teman-teman yang lain. Pasti akan sedingin kulkas.”
“Lalu sehangat apa dong?” goda Shayna.
“Nama kakakmu itu mempunyai arti kekuatan matahari. Dia bisa menghangatkan orang tapi tidak untukku."
"Ciiiyeeee,,, bahkan sempet-sempetnya mencari arti dari nama si Rivan. Hemmmm..." goda Shayna lagi.
"Seperti sifat matahari, aku melihatnya saja tidak mampu karena silau apalagi bermimipi mau mendampinginya. Bagai pungguk merindukan bulan. Aku hanya itik buruk rupa, atau kayak beauty and the beast. Hanya saja disini aku yang menjadi beast nya.” sindir Arsyilla sambil tertawa.
Tawa yang membuat Shayna menjadi kesal.
“Aku gak suka kamu ngomong kayak gitu. Aku menyayangimu, Syilla. Si Rivan itu juga tidak sesempurna itu. Aku gak suka pembahasan ini. Males ah,” kata Shayna kesal sambil meninggalkan Arsyilla.
Arsyilla terdiam sambil menatap Shayna yang langsung duduk di meja kerjanya dengan kesal.
“Tidak kakaknya, tidak adiknya. Tiba-tiba marah tiba-tiba baik.” gumam Arsyilla heran.