Cinta itu bukan seperti matematika yang hasilnya pasti sama persis dengan apa yang kita perhitungkan. Terkadang Allah menjodohkan seseorang dengan orang yang berbanding terbalik dengan seseorang itu. Tujuannya biar saling melengkapi.
Seperti yang dialami Andhini Maharani atau biasa disapa Rani. Tipe Idamannya: nggak boros, makai kacamata tipis, smart, bersih dari jerawat, berpakaian rapi, setia, sabar, bijaksana dan paling penting sayang sama adiknya. Ia justru jatuh cinta sama Raditya Saunders. Cowok yang super duper boros, hobinya traveling dan menghamburkan-hamburkan uang papanya. Untuk menyatukan dua hati yang saling mencintai ke ikatan suci pernikahan tentu bukan hal yang mudah. Rani dan Radith dihadapkan pada ujian yang dahsyat. Ujiannya adalah Andhina Rosalia, yang berstatus sebagai adik kandung Rani justru mencintai Radith juga.
Rani berada di sebuah persimpangan, ia bingung memilih jalan yang mana. Jalan antara merelakan Radith untuk Andhina atau mempertahankan Radith?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariny NH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong!
From : Ayang Dhanu Tercinta
Andhina, kamu dandan yang cantik ya! Jam 8 malam aku jemput. Aku mau ngajakin kamu dinner. Anggap aja ini kencan di malam Minggu pertama kita jadian.
Dhanu adalah pacar Andhina, baru seminggu jadiannya. Namun, ia sudah sejak lama jatuh cinta pada Dhanu, bersyukur ia akhirnya bisa mendapatkan cinta Dhanu.
OMG, Dhanu mau jemput jam 8 malam? Ngajakin kencan di malam Minggu pertama setelah jadian? Sekarang jam berapa? Andhina melirik jam yang menempel di dinding kamarku. Dan ternyata sudah jam 7 malam. Ia panik, Dhanu mau jemput satu jam lagi. Sedangkan dirinya saat ini cuma memakai piyama.
Ia membuka lemari pakaian untuk mencari baju yang cocok buat kencan. Tapi semua bajunya kaos lengan pendek, daster, baby doll. Masa iya sih kencan memakai babydoll? Namun tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah gaun model terbaru berwarna pink. Bagian atasnya sederhana, tanpa aksen dengan warna putih yang membuat gaun lebih manis sedangkan bagian bawahnya melebar. Gaun ini pemberian kakaknya di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun. Sekitar 2 tahunan, gaun ini jarang ia pakai sehari-hari soalnya ia sehabis pulang sekolah selalu di rumah garap novel tak mungkin kan memakai gaun?
Sepertinya gaun ini paling cocok, batin Andhina. Ia tidak tahu kemana Dhanu akan mengajak makan malam dimana. Mungkin di tempat yang santai atau mungkin juga di tempat yang formal. Di manapun itu, gaun ini paling aman. Mampu Nampak formal sekaligus santai. Langsung ia pergi ke kamar mandi untuk mengenakan gaun tersebut.
Ia berdiri gugup di depan meja rias dengan kebingungan. Mau dandan gimana? Seumur hidup tak pernah dandan. Mama dan kakak dari kecil mendidiknya seperti cowok, kayak gini deh jadinya bingung sendiri. Ternyata jadi cewek waktu menjelang kencan itu ribet.
Setelah berperang antara otak dan hati akhirnya ia memutuskan dandan yang simple aja. Cukup menyisir rambut, rambut ia biarkan terurai, mengenakan bando dan sedikit memoleskan wajahnya dengan bedak biar terlihat tidak pucat.
Setelah semua sudah beres, ia memakai sepatu berhak rendah dengan warna yang senada warna gaunnya yakni pink. Ia menatap diri di cermin untuk terakhir kalinya, sebelum meraih tas dan melangkah keluar kamar.
Ia tersenyum puas melihat bayangan dirinya sendiri. Ya, berdandan simple pun aku tetap cantik memesona. Malam ini Andhina Rosalia akan berubah menjadi gadis feminim. Tak kalah feminim dengan Kak Rani. Aku yakin Dhanu bakal bengong, terpesona oleh kecantikanku, batin Andhina senang.
Tepat saat itu bel berbunyi. Itu pasti Dhanu, kak Rani lagi bersama kak Adelia makanya tak ada yang bukain pintu. Dengan riang ia melangkah ke arah pintu, sebelum membuka pintu ia mengintip di jendela dulu. Siapa tahu yang memencet bel maling atau perampok kan bahaya kalau dibukain pintu.
Ia melihat Dhanu di sana. Ia bernapas lega, kesal akan ketakutan yang tidak beralasan. Semua ini pasti gara-gara kebanyakan nonton berita kriminal. Ia membuka pintu dengan memasang senyum paling manis.
Dhanu tersenyum manis begitu melihatnya. Dari binar matanya Dhanu menunjukkan terpesona akan penampilan Andhina. Ia jadi serba salah antara tersipu dan bahagia.
Dhanu berdehem dan mengangkat alisnya, “Mungkin malam ini aku akan sibuk.”
“Sibuk?” Andhina menatap Dhanu bingung. “Kalau sibuk ngapain ngajakin aku kencan segala!” sambungnya lagi.
Dhanu hanya tersenyum penuh arti, “Aku akan sibuk mengusir lelaki yang ingin mendekatimu karena penampilanmu sangat cantik.” Dhanu mengedipkan sebelah matanya dan setengah membungkuk, “Andhina, terima kasih kamu mau jadi kekasih hatiku dan kencan bersamaku.”
Andhina tergelak mendengar rayuan Dhanu yang dibalut dalam canda. Ia tak menyangka Dhanu bisa menggombal juga. Ketika Dhanu mengulurkan tangan untuk mengajaknya naik ke mobil dan ia mengikutinya dengan langkah ringan pastinya tanpa beban.
***
Setengah jam telah berlalu, sepanjang perjalanan ia dan Dhanu hanya diam saja. Abis Dhanu sih tak memancing pembicaraan terlebih dahulu. Ia mencoba berpikir positif, mungkin dia lagi fokus menyetir mobil dan tak suka ngobrol saat menyetir.
Tiba-tiba Dhanu ngerem mobil secara mendadak. Ia terkejut bukan main. Jangan-jangan Dhanu menabrak kucing? Berbagai pikiran jelek pun hinggap di otak Andhina. Sambil berdoa dalam hati agar hal jelek tersebut tidak terjadi. Kata Nenek, “Kalau menabrak kucing maka kesialan bakal mengintaimu.”
“Dhanu, kok berhenti mendadak?” Tanya Andhina memastikannya. Ia berharap sekali jawaban yang keluar dari mulut Dhanu bukan karena menabrak kucing.
“Sudah sampai di tempat tujuan.” Dhanu tersenyum manis.
Andhina mengdengus kesal, “Dasar Dhanu! Bikin jantungku mau copot aja.”
Ia lihat dari kaca mobil, ini tempat apa? Kok sepi dan gelap? Wah, jangan-jangan Dhanu ternyata orang jahat. Dia ingin memerkosa dan membunuhku di tempat ini. Lagi-lagi berbagai pikiran jelek hinggap di otak Andhina. Ketika ia ingin turun dari mobil, Dhanu menarik lengan kanannya. Ia menoleh pada Dhanu.
“Nona yang cantik, tunggu sebentar! Biar aku yang membukakan pintu mobilnya,” jawabnya manis. Ia mencoba tersenyum untuk menutupi ketakutannya.
Masa iya sih cowok semanis Dhanu ingin berbuat jahat padaku? Rasanya benar-benar mustahil. Tapi aku teringat berita di Koran, bahwa pembunuh ada yang berasal dari pondok pesantren. Zaman sekarang lulusan pesantren nggak menjamin seseorang bakal berbuat baik selamanya.
Sekarang pintu mobil terbuka. Pelan-pelan ia turun dari mobil. Keringat dingin pun membasahi jidat Andhina. “Kamu jangan takut! Aku nggak akan berbuat macam-macam sama kamu di tempat ini,” ujar Dhanu seolah mengerti akan ketakutannya.
“Coba deh liat ke arah sana! Di situlah kita dinner malam ini,” sambungnya lagi. Jari telunjuk Dhanu ke arah pohon pisang.
Andhina mengerjap mata berkali-kali berharap salah lihat. Pemandangan yang ada di hadapannya ini benar-benar tak sesuai dengan apa yang ia bayangkan sebelumnya. Dalam bayangannya Dhanu bakal mengajak dinner di sebuah restoran mewah atau hotel bintang lima. Eh, ternyata Dhanu malah membawanya ke kebun pisang yang disulap jadi tempat romantis. Pertama kalinya dalam hidup Andhina dinner sama cowok di kebun pisang.
“Kalau tahu dari awal aku nggak bakal memakai gaun dan berdandan segala. Mending juga memakai kaos oblong, jaket, celana panjang dan topi biar nggak kedinginan plus digigit nyamuk. Dasar Dhanu, wajah doing yang manis eh ternyata pelit.” Andhina mulai menggerutu dalam hati.
“Andhina, kamu kecewa ya karena tempatnya nggak sesuai harapanmu?” Tanya Dhanu. Andhina tak menjawab. Kecewa sudah pasti. Capek-capek dandan yang cantik, ternyata Cuma dibawa ke kebun pisang.
“Andhina, maafin aku ya nggak bisa membawamu dinner ke tempat yang mahal. Beginilah aku apa adanya, orang nggak mampu. Anak yatim pula.” Sambung Dhanu lagi.
“Kalau orang nggak mampu kok menjemputku memakai mobil segala?” tanya Andhina ketus.
“Itu mobil temanku. Dia minjemin ke aku, katanya masa jemput cewek memakai sepeda ontel? Lagipula jarak rumahku dan rumahmu kan sangat jauh. Andhina, kalau kamu nggak bisa menerimaku apa adanya aku ikhlas kok diputusin detik ini juga. Aku memang nggak pantes mendapat cintamu.”
Betul juga kata Dhanu jarak rumahnya dan rumahnya sangat jauh. Ia di Bekasi sedangkan Dhanu di Bogor. Kalau Dhanu menjemputku naik sepeda ontel, kapan sampainya? Bisa jamuran aku nungguin dia.
Andhina memandangi wajah Dhanu, guratan wajahnya terlihat jelas sebuah kesedihan dan takut akan kehilangan cinta untuk kedua kalinya. Ia jadi tak tega deh marah-marah sama dia. Mencintai orang itu harus menerima kekurangan orang tersebut. Mau tak mau ia harus menerima kekurangan Dhanu yang terletak di dompetnya yang kering.
"Ada yang bilang tempat romantis itu di Korea, Jepang, Paris, Hongkong dan sebagainya tapi bagiku dimanapun bisa jadi tempat romantis asalkan aku bersamamu, orang yang aku cintai selama ini."
“Beneran, Dhin? Terima kasih banyak ya?” Dhanu memeluk Andhina erat lalu mengecup keningnya.
“Dhan, boleh aku minta sesuatu nggak?”
“Minta apa? Selama aku bisa memenuhi akan kupenuhi.”
“Aku cuma minta lain kali kalau ngajakin dinner kasih tahu tempatnya biar aku bisa menyesuaikan baju yang kupakai. Dingin tau, makai gaun ginian! Kamu sih tadi nggak ngasih tahu tempatnya.” Andhina manyun. Tapi yang ada malah Dhanu terkikik geli dan mencubit pipi Andhina.
“Kamu tambah cantik kalau lagi manyun.” Dhanu mulai menggombali Andhina lagi.
Dhanu melepas jaketnya. Ia memakaikan jaket tersebut ke tubuh Andhina. Ya, ampun Dhanu romantis banget sih kayak di sinetron atau novel. Jadi merasa nggak enak sama Dhanu, soalnya tadi sempat punya pikiran jelek tentang dia. Biarlah tempatnya nggak sesuai dengan apa yang aku harapkan tapi Dhanu sesuai dengan yang kuharapkan. Semoga Dhanu menjadi cinta pertama dan terakhirku.
***
Setengah jam berlalu, makanan yang ada di depan Andhina dan Dhanu sudah habis.
“Dhanu, kita pulang yuk! Dah malam nih, aku takut dimarahi kakakku pulang kemaleman.” Andhina mengajak Dhanu pulang.
“Tunggu bentar. Kita menikmati malam sebentar lagi.” Dhanu bernapas sejenak. “Coba deh liat bintang di langit sana!” jari telunjuk Dhanu ke arah langit.
Andhina terpesona melihat keindahan bintang-bintang bertaburan di atas langit. Ditambah lagi bintang tak sendirian, mereka ditemani bulan purnama.
“Aku bisa membuat mala mini menjadi lebih indah, jauh lebih indah dari bintang-bintang di atas sana!”
Dahi Andhina berkerut, tak mengerti apa yang dimaksud Dhanu. “Maksudnya?”
Dhanu tak menjawab pertanyaan Andhina. Justru Andhina merasakan tangan Dhanu meraba-raba bagian pinggang, lalu terus naik ke atas. Andhina mencoba melepaskan tangan Dhanu dari tubuhnya. “Aku geli tau.”
“Tenang aja sayang. Ini justru bagian dari keindahan.”
Dhanu sekarang beralih menciumi leher Andhina. Dari gelagat Dhanu ia tahu bahwa Dhanu sebentar lagi akan menodainya.
“Please, jangan nodai aku.”
Dhanu semakin berhasrat menciumi Andhina. Dengan cepat Andhina menampar pipi Dhanu, ia bersiap berlari. Namun ketika hendak lari tangan kanan Andhina dicekal hingga akhirnya ia jatuh. Dalam sekejap Dhanu menaiki tubuh Andhina.
“Tolong!” teriak Andhina sekeras-kerasnya.
“Percuma sayang nggak akan nada yang dengar. Lebih kamu menikmati malam yang indah ini bersamaku.”
“Hey, kamu. Sedang apa di sana? Lepaskan cewek itu!” terdengar suara yang tak dikenali. Dhanu mencari sumber suara. Ternyata di sana ada bapak mengenakan jas putih. Tanpa aba-aba Dhanu dan bapak itu mulai bertengkar.
Andhina bernapas lega akhirnya ada yang datang untuk menolongnya. Tiba-tiba kepala Andhina sedikit pusing, dan dalam sekejap ia tak sadarkan diri.
***