Aletta Aurora Aralie yang digambarkan oleh lalisa manoban telah menjalani hubungan yang harmonis selama dua tahun dengan Nathan Alexandra Gabriel yang di gambarkan oleh kim mingyu pria yang selalu memberikan dukungan dan perhatian penuh kepadanya. Mereka berbagi mimpi dan kenangan indah, dan Aletta percaya bahwa Nathan adalah cinta sejatinya. Namun, segalanya berubah ketika Aletta secara tak terduga bertemu kembali dengan idolanya di masa kecil.
Iqbaal Satria Mahardika yang digambarkan oleh jeon jungkook seorang penyanyi terkenal yang pernah menghiasi hari-harinya dengan lagu-lagu dan wajah menawan. Pertemuan itu membawa kembali kenangan lama, membuat hatinya bergejolak dan membangkitkan perasaan yang dulu ia pikir sudah hilang. Iqbaal, yang sekarang tumbuh menjadi sosok yang lebih dewasa dan memesona, ternyata memiliki ketertarikan pada Aletta.
Dia mulai mendekatinya dengan ketulusan yang membuat Aletta terjebak dalam dilema besar: apakah ia akan tetap setia pada Nathan, pria yang selalu ada untuknya, atau merespons perasaan dari idola masa kecilnya yang kini berdiri di hadapannya?
Di tengah godaan dan keraguan, Aletta harus memilih antara cinta yang telah terbangun dengan Nathan atau pesona baru dari Iqbaal yang tak pernah ia idamkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restu Ibu
Sesampainya di rumah sakit, Aletta langsung menjalankan rutinitasnya seperti biasa. Dia dan Alena berpisah menuju ruang kerja masing-masing.
Meski sibuk dengan tugas-tugasnya, pikiran Aletta terus terpaku pada tawaran Iqbaal. Ketika jam istirahat tiba, Aletta segera mencari tempat sepi di area taman rumah sakit untuk menelpon ibunya.
Setelah menekan tombol panggil, suara lembut ibunya terdengar di ujung sana.
Ibu:
"Halo, Aletta. Kamu gimana, nak? Gimana kerjaanmu di sana?"
Aletta tersenyum kecil mendengar suara yang selalu membuatnya tenang.
Aletta:
"Halo, Bu. Aku baik, kerjaan juga lancar. Cuma… aku mau ngomong sesuatu nih sama Ibu."
Ibunya seketika terdengar serius, seperti bisa merasakan kalau anak perempuannya punya hal penting yang ingin disampaikan.
Ibu:
"Ada apa, nak? Bilang aja, Ibu dengar."
Aletta menarik napas panjang sebelum mulai bercerita.
Aletta:
"Jadi, Bu, kemarin aku nggak sengaja ketemu sama Iqbaal, penyanyi yang aku suka sejak kecil itu. Terus... dia nawarin aku buat jadi model video klipnya."
Suara ibunya terdengar agak terkejut, tapi tetap tenang.
Ibu:
"Wah, seriusan? Kamu jadi model video klip? Terus kamu gimana? Udah kamu terima?"
Aletta:
"Belum, Bu. Makanya aku nanya Ibu dulu. Aku nggak pernah punya pengalaman di bidang itu, terus aku juga nggak tau apa aku bisa. Tapi Iqbaal kelihatan yakin sama aku."
Ibunya tertawa kecil di telepon, suara hangat yang selalu Aletta rindukan.
Ibu:
"Nak, selama kamu yakin bisa dan itu pekerjaan yang baik, kenapa nggak? Ibu percaya sama kamu. Kamu selalu bisa, selama kamu mau berusaha. Kalau itu kesempatan bagus, ambil aja."
Aletta merasa lega mendengar dukungan ibunya. Rasanya seperti sebuah beban berat di pundaknya terangkat.
Aletta:
"Terima kasih, Bu. Aku tadi ragu-ragu, tapi kalau Ibu ngizinin, aku bakal coba."
Ibu:
"Tentu, nak. Ibu selalu mendukung apa pun yang terbaik buat kamu. Asal jangan lupa jaga kesehatan, ya. Jangan terlalu capek."
Aletta:
"Iya, Bu. Pasti. Aku janji bakal jaga diri."
Obrolan itu menenangkan hati Aletta. Restu dari ibunya memberikan dorongan besar untuk melangkah ke depan.
Namun, masih ada satu orang lagi yang perlu dia beri tahu: Nathan. Aletta menghela napas panjang. Percakapan dengan Nathan mungkin akan sedikit berbeda, tapi dia yakin bahwa kejujuran adalah jalan terbaik.
Setelah mendapat izin dari ibunya soal tawaran Iqbaal, Aletta terdiam sejenak.
Ada satu hal lagi yang harus dia bicarakan, sesuatu yang sudah lama ia dan Nathan rencanakan: pernikahan.
Aletta menggigit bibirnya, sedikit ragu, tapi akhirnya dia memberanikan diri untuk bicara.
Aletta:
"Bu, ada satu hal lagi yang mau aku omongin… soal Nathan."
Suara di ujung telepon terdengar hangat, seolah ibunya sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Aletta.
Ibu:
"Ya, kenapa soal Nathan? Ada masalah sama kalian?"
Aletta:
"Nggak, Bu. Justru... Nathan kemarin sempat ngajak nikah. Aku tahu kita udah lama pacaran, keluarga kita juga udah dekat. Tapi aku masih ragu, Bu. Aku sayang sama Nathan, tapi pernikahan itu kan langkah besar."
Ibunya terdiam sebentar sebelum menjawab, dan Aletta bisa merasakan kehangatan dan pengertian dalam suaranya.
Ibu:
"Ibu udah denger dari Nathan dan keluarganya, memang mereka sudah niat buat melamar kamu. Ibu juga percaya sama Nathan, dia anak baik. Kalau kamu merasa udah siap, Ibu akan selalu mendukung keputusanmu. Keluarga kita udah dekat, dan Ibu tahu Nathan akan menjaga kamu."
Aletta tersenyum tipis. Mendengar restu dari ibunya membuat hatinya lebih tenang, meskipun perasaan campur aduk tetap ada.
Aletta:
"Jadi... Ibu setuju?"
Ibu:
"Tentu, nak. Selama kamu merasa siap dan yakin dengan keputusan itu, Ibu pasti dukung. Pernikahan itu perjalanan panjang, yang penting kalian bisa saling jaga dan menghargai satu sama lain."
Aletta merasa lega, tapi di sisi lain juga gugup. Masa depan yang sedang ia jalani terasa semakin nyata, dan itu membuat hatinya berdebar lebih cepat.
Aletta:
"Terima kasih, Bu. Aku cuma pengen semuanya berjalan baik."
Ibu:
"Tenang aja, nak. Kamu anak yang kuat, kamu pasti bisa menjalani semua ini dengan baik. Yang penting, selalu komunikasi sama Nathan. Itu kuncinya."
Setelah percakapan itu, Aletta merasa lebih ringan. Mendapatkan restu dari ibunya untuk dua hal penting dalam hidupnya—pekerjaan baru dan rencana pernikahan—memberikan dorongan besar untuk melangkah ke masa depan.
Ia menutup telepon sambil menghela napas panjang, lalu berdiri dari kursi taman rumah sakit.
Hari ini masih panjang, dan ada banyak hal yang harus ia pikirkan, termasuk bagaimana membicarakan soal pernikahan ini dengan Nathan.
Jam istirahat sudah selesai, dan Aletta kembali mengenakan jas putihnya sebagai perawat.
Setelah mengumpulkan energi dari percakapannya dengan sang ibu, Aletta siap untuk menjalani sisa harinya di rumah sakit. Senyumnya tak lagi setengah hati, kini penuh semangat.
Saat berjalan menyusuri lorong rumah sakit, Aletta memasuki ruang rawat pasien yang sudah menjadi bagian dari rutinitasnya.
Seorang pasien bernama Bu Mira, wanita paruh baya yang sedang menjalani pemulihan pasca operasi, menyambut kedatangan Aletta dengan senyum.
Bu Mira:
"Ah, perawat Aletta! Senangnya lihat kamu datang. Gimana hari ini? Sibuk ya, Nak?"
Aletta tersenyum hangat dan mendekat ke tempat tidur Bu Mira sambil memeriksa kondisi kesehatannya.
Aletta:
"Alhamdulillah, hari ini baik, Bu. Memang sibuk, tapi tetap harus semangat, kan? Gimana kondisi Ibu? Ada yang terasa kurang nyaman?"
Bu Mira menggeleng dengan senyum lebar.
Bu Mira:
"Sudah jauh lebih baik dari kemarin. Kamu memang perawat yang perhatian, jadi merasa nyaman dirawat di sini."
Aletta tertawa kecil, merasa senang bisa mendengar kabar baik dari pasiennya. Selalu ada kepuasan tersendiri dalam pekerjaannya sebagai perawat melihat pasiennya pulih dan tersenyum lagi adalah hadiah terbesar.
Aletta:
"Syukurlah kalau begitu, Bu. Kalau ada yang Ibu butuhkan, jangan sungkan untuk bilang, ya. Saya akan selalu siap membantu."
Obrolan antara Aletta dan Bu Mira terasa hangat, seperti sahabat yang lama tak bertemu.
Aletta selalu mencoba berinteraksi dengan pasiennya dengan ramah dan tulus, memastikan mereka tidak hanya dirawat secara fisik, tapi juga diberikan dukungan emosional.
Setelah selesai memeriksa Bu Mira, Aletta mengucapkan salam dan melanjutkan tugasnya ke pasien berikutnya.
Dalam hatinya, ia merasa lebih ringan, meski ada banyak hal yang harus ia pikirkan di luar pekerjaannya, termasuk tawaran Iqbaal dan rencana pernikahannya dengan Nathan.
Namun, di sini di rumah sakit ia sepenuhnya menjadi perawat yang fokus pada pekerjaannya, membantu setiap orang yang membutuhkan pertolongan.
Setelah jam kerja berakhir, Aletta menghela napas panjang dan merasa lega. Hari itu cukup melelahkan, tapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk segera menghubungi Iqbaal.
Tawaran yang diberikan Iqbaal masih menghantui pikirannya sepanjang hari, dan ia tahu, cepat atau lambat ia harus mengambil keputusan.
Begitu ia keluar dari rumah sakit, Aletta meraih ponselnya dan mengetik pesan untuk Iqbaal.
Aletta (pesan):
"Iqbaal, aku udah selesai kerja. Gimana kalau kita ketemu sekarang? Aku bawa Alena juga. Kita bisa ngobrol soal tawaran kamu."
Tak butuh waktu lama, pesan balasan dari Iqbaal datang.
Iqbaal (pesan):*
"Oke, ketemu di cafe Lolypop jam 4, ya. Tempatnya enak buat ngobrol santai."
Aletta tersenyum membaca pesan itu, lalu segera mencari Alena yang masih di ruang ganti. Setelah mengajak Alena, mereka berdua menuju ke Cafe Lolypop, sebuah tempat kecil tapi nyaman yang terkenal dengan suasana hangat dan kopi enak.
---
Sesampainya di Cafe Lolypop, Aletta dan Alena disambut oleh aroma manis kopi dan suasana yang tenang.
Lampu-lampu terang yang menggantung di langit-langit membuat suasana terasa intim, sempurna untuk percakapan penting.
Iqbaal sudah menunggu di salah satu sudut cafe, duduk dengan santai sambil memainkan ponselnya.
Saat melihat Aletta dan Alena datang, ia segera berdiri dan melambaikan tangan.
Iqbaal:
"Hai, Aletta! Hai, Alena! Duduk di sini aja."
Aletta tersenyum, mengajak Alena untuk duduk. Setelah mereka semua duduk, obrolan santai pun dimulai.
Iqbaal:
"Gimana, capek ya habis kerja seharian?"
Aletta:
"Ya, begitulah. Tapi ya udah biasa, sih. Tadi aku banyak mikirin tawaran kamu sepanjang hari."
Iqbaal tersenyum, sedikit tersipu.
Iqbaal:
"Jadi... gimana? Kamu tertarik jadi model video klip aku?"
Aletta menatap Alena sebentar, lalu kembali menatap Iqbaal. Ia mencoba memilih kata yang tepat.
Aletta:
"Sejujurnya, aku belum pernah jadi model, apalagi buat video klip. Jadi agak ragu, sebenarnya."
Iqbaal menyandarkan tubuhnya ke kursi dan tersenyum lagi, lebih lebar kali ini.
Iqbaal:
"Nggak apa-apa, aku yakin kamu bisa. Kalau kamu mau, nanti aku ajarin. Lagian ini bukan cuma video klip biasa, tapi ada short movie-nya juga. Lebih santai, kita bisa atur bareng."
Aletta berpikir sejenak, lalu menatap Iqbaal dengan sedikit ragu.
Aletta:
"Kenapa aku, Iqbaal? Kenapa bukan orang lain yang lebih berpengalaman?"
Iqbaal menatap Aletta dengan serius, tetapi santai.
Iqbaal:
Kadang justru orang yang kita kira nggak cocok ternyata yang paling pas. Kamu punya karakter yang kuat, dan itu yang aku cari."
Alena yang duduk di sebelah Aletta tertawa kecil.
Alena:
"Wah, Iqbaal, kamu pinter banget ya cari alasan! Aletta, kayaknya dia udah lama memperhatikan kamu, nih."
Bersambung….
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗