menceritakan seorang anak perempuan 10tahun bernama Hill, seorang manusia biasa yang tidak memiliki sihir, hill adalah anak bahagia yang selalu ceria, tetapi suatu hari sebuah tragedi terjadi, hidup nya berubah, seketika dunia menjadi kacau, kekacauan yang mengharuskan hill melakukan perjalanan jauh untuk menyelamatkan orang tua nya, mencari tau penyebab semua kekacauan dan mencari tau misteri yang ada di dunia nya dengan melewati banyak rintangan dan kekacauan dunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YareYare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Perang Dan Ujian
Di malam hari, rakyat magi bergerak cepat di Hutan Treeden. Semakin jauh mereka melangkah ke depan, hujan deras mulai membasahi mereka, dan asap hitam perlahan mengelilingi rombongan itu. Para peri segera membuat sihir pelindung untuk menjaga asap tersebut tidak mendekati rakyat magi dan para peri. Di tengah kekacauan itu, Raja Van terus berteriak.
"Terus maju! Sebentar lagi kita akan sampai! Persiapkan diri kalian, pertempuran sudah dekat!"
Di tempat lain, pada malam yang sama, hujan terus mengguyur reruntuhan Kota Magi. Sebuah lingkaran sihir teleportasi mulai muncul di tengah kota.
"Riza, kau lambat sekali! Sudah saatnya kau ikut bertempur," seru seseorang.
Seorang pria tinggi berbalut jubah hitam beraksen emas muncul. Rambutnya hitam pendek, dengan tatapan tajam, dan lingkaran sihir terlihat di lehernya. Perlahan ia maju dan berkata.
"Baik, Jenderal. Aku akan memindahkan para musuh ke berbagai tempat. Ngomong-ngomong, di mana Rika, Lust, dan Vermil?"
"Musuh di sini terlalu banyak, sampai-sampai mereka kelelahan dan terbunuh, hahaha," jawab sang Jenderal.
"Oh, begitu."
Riza mulai berjalan dari tempat pengobatan menuju medan pertempuran. Serangan sihir dan orc mendekatinya dari berbagai arah. Riza mengangkat kedua tangannya ke samping, membentuk lingkaran sihir putih yang mengelilinginya. Sihir musuh yang mendekat tiba-tiba terhisap masuk ke dalam lingkaran itu, lalu muncul kembali di atas para penggunanya. Riza juga segera memindahkan orc-orc yang berada di sekitarnya ke medan pertempuran yang jauh dari pasukan Yidh.
Di tempat lain, tiga negara terlihat saling bertarung di wilayah Magi.
"Aku sudah lelah. Ini tidak akan pernah selesai."
"Terima ini!"
...Sebenarnya, untuk apa aku bertarung? Apa tujuan perang ini?
"Bendera hijau di tempat pengobatan Negara Joxa sudah hilang! Mereka telah gugur! Pasukan Tirr, terus serang setiap musuh yang datang! Para pemanah, pertahankan posisi! Para pelindung, tetap di depan! Sedikit lagi musuh di sini hampir habis! Habisi mereka agar kita bisa melanjutkan melawan Yidh di sana!"
Pasukan Tirr hampir memenangkan pertempuran di sisi timur Magi. Mereka mulai merasa percaya diri dan senang, namun tiba-tiba lingkaran-lingkaran sihir muncul di berbagai tempat, termasuk di tempat pengobatan.
"Apa itu? Hati-hati, ada sesuatu yang keluar!"
Pandangan pasukan Tirr teralihkan, dan beberapa prajurit mereka terkena serangan sihir serta panah dari belakang. Pertempuran yang kacau terjadi di malam yang hujan deras itu—kelengahan sedikit saja bisa berakibat fatal. Tak lama kemudian, dari lingkaran-lingkaran sihir tersebut, muncul orc-orc raksasa setinggi 5-7 meter.
"Aaah! Bukankah orc sudah habis? Tapi kenapa mereka muncul lagi? Banyak sekali di berbagai tempat! Serang orc itu, dan hati-hati, ada serangan dari pasukan musuh!"
Orc-orc tersebut segera menyerang dan mengacaukan barisan. Beberapa orc bahkan muncul di tempat pengobatan Tirr dan menghancurkannya.
...Ini bukanlah perang...
Di tempat yang tak diketahui, Hill terlihat terus menunggangi unicornnya.
...Sepertinya masih jauh menuju Magi. Hari sudah sangat gelap, dan aku mulai mengantuk...
Dengan perlahan, Hill menutup matanya sambil duduk di punggung unicorn yang tengah terbang. Namun tak lama kemudian, suara-suara banyak orang mulai terdengar di dalam kepalanya.
"Ikutilah ujiannya. Buktikanlah bahwa kau layak mendapatkannya. Ikutilah ujiannya. Ikuti... ujiannya... layak... layak... layak... anak kecil... ikutilah..."
Suara-suara asing itu terus bergema di pikiran Hill, mengulang-ulang kata-kata yang sama. Hill terbangun tiba-tiba, terguncang.
...Apa tadi itu? Kenapa ada begitu banyak suara orang berbicara?
Seketika, unicorn itu turun di tengah hutan.
"Unicorn, mau ke mana kita?"
Unicorn itu mendarat di depan sebuah gua yang sangat gelap, lalu perlahan membaringkan tubuhnya dan tertidur.
"Unicorn, apa kamu baik-baik saja?"
...Bagaimana ini? Aku harus segera sampai di Magi...
Hill segera turun dari punggung unicorn, lalu menoleh ke sekelilingnya dengan rasa khawatir.
...Meskipun sudah malam, di tengah hutan ini terasa terang karena sinar bulan. Tapi di depanku ada sebuah gua yang sangat gelap, gelap sekali, bahkan aku tidak bisa melihat sedikit pun apa yang ada di dalamnya...
Hill terus memandang gua itu dengan jarak yang sangat dekat. Tak lama kemudian, suara-suara asing kembali terdengar di dalam pikirannya.
"Ikutilah ujiannya, apakah kamu layak... ikuti, ikuti... dia anak kecil, bisakah... ikuti, ikuti..."
Hill memegang kepalanya dengan rasa takut, berusaha menghilangkan suara-suara yang bergema di pikirannya.
...Berisik! Berisik sekali! Ada apa ini...
Tiba-tiba, suara-suara itu berhenti, dan suasana berubah menjadi sangat sunyi. Gua yang gelap itu mendadak menjadi sangat terang. Hill merasa takut dan mencoba membangunkan unicorn yang tertidur, tetapi unicorn itu tetap tidak bangun. Tak lama kemudian, terdengar suara seorang wanita dari dalam gua.
"Tidak apa-apa, jangan takut. Ikutilah ujiannya dan jadilah orang yang layak menerima gelang itu."
Rasa panik Hill perlahan mereda, tetapi kekhawatirannya masih tersisa.
"Ujian? Maksudmu apa?"
"Masuklah kemari."
Tanpa ragu, Hill perlahan berjalan mendekati gua yang bercahaya itu. Ketika ia berdiri tepat di depan pintu gua, hanya satu langkah lagi yang dibutuhkan untuk masuk. Namun, Hill terdiam, karena rasa takutnya masih tersisa. Tiba-tiba, sebuah tangan muncul dari balik cahaya dalam gua dan menariknya masuk.
"Tidaaakkk!"
Hill merasa dirinya tersedot ke dalam gua bercahaya itu. Pandangannya dipenuhi cahaya putih yang menyilaukan, seolah ia sedang melayang di antara pancaran cahaya yang mengelilinginya. Badannya terasa terus bergerak ke depan, melayang semakin jauh. Cahaya di sekitarnya semakin terang, hingga ia memejamkan mata. Ketika membuka matanya kembali, ia mendapati dirinya berada di sebuah tempat seperti dungeon luas dari sebuah istana. Di sampingnya terbentang jurang yang gelap, dan di depannya terlihat sebuah jembatan. Hill berbalik memandang ke berbagai arah, mencoba memahami tempat itu. Tak lama kemudian, suara seorang pria terdengar di dalam pikirannya.
"Biarkan gelang itu melihat apakah kau layak atau tidak. Bergeraklah, ikuti jalan yang ada."
Hill merasa khawatir dan takut, tetapi dia mencoba mengikuti ucapan yang ada di pikirannya. Hill segera membuka tasnya; busur dan anak panah yang diberikan Raja Van, sebelumnya disimpan dalam kantong sihir, kini ia keluarkan. Busur putih yang dibuat oleh penempa magi itu tampak sederhana, dengan ukuran dan berat yang pas untuk Hill sehingga ia bisa menggunakannya dengan mudah.
...Aku takut ada makhluk berbahaya di depan sana. Aku harus berhati-hati. Semoga aku bisa melawan mereka dengan busurku. Sebelumnya, aku berlatih cara menggunakan busur dan menembakkannya, tetapi tenagaku masih lemah untuk menarik panah, dan busur ini kecil. Semoga saja tidak ada apa-apa di depan sana...
Hill segera berjalan ke depan, melintasi sebuah jembatan batu yang sedikit lebar. Di sampingnya tidak ada pelindung; terlihat jelas jurang gelap tepat di kiri dan kanan jembatan itu. Hill terus berjalan dengan tatapan lurus ke depan sambil memegang busurnya erat-erat.
...Jembatan ini panjang sekali. Jauh di depanku terlihat seperti gerbang, tetapi itu sangat jauh sekali. Sebaiknya aku berjalan agak cepat...
Tak lama kemudian, terdengar suara di belakang Hill. Dia berhenti dan berbalik ke belakang.
...Suara apa itu? Sepertinya aku salah dengar...
Hill melanjutkan berjalan, namun suara itu semakin terdengar keras. Hill berbalik lagi, melihat bahwa ujung jembatan di tempat ia berdiri sebelumnya mulai runtuh sedikit demi sedikit. Hill diam memperhatikannya, lalu jembatan batu itu mulai runtuh dari ujung belakangnya. Hill panik dan segera berlari sekuat tenaga ke depan. Runtuhan jembatan itu tampak seperti mengejarnya dari belakang. Ia terus berlari dengan perasaan panik dan ketakutan, mengarah lurus ke sebuah gerbang yang masih jauh di depannya.
Suara runtuhan jembatan dari belakang Hill semakin berisik, dan jembatan itu runtuh dengan semakin cepat. Pijakan di bawah kaki Hill mulai terasa bergetar.
...Oh tidak, apa yang harus kulakukan...
Hill terus berlari lurus menuju gerbang yang jauh di depannya, tetapi semakin lama ia berlari, gerbang itu tidak juga semakin dekat. Seolah-olah gerbang itu ikut bergerak menjauhi Hill.
...Ada apa ini? Aku terus berlari, tetapi aku tidak mendekati gerbang itu...
Hill berlari dengan penuh rasa takut dan panik, meskipun jembatan yang dipijaknya semakin bergetar dan runtuhan jembatan semakin mendekat dari belakang.
...Apa yang harus kulakukan? Percuma saja aku terus berlari, aku bahkan tidak mendekati gerbang itu sedikit pun...
Waktu terus berlalu, dan Hill masih berlari dengan rasa takut dan kepanikan.
...Ini tidak akan selesai. Pasti ada sesuatu...
Hill terus berlari, tetapi kini ia mulai berpikir meskipun perasaannya masih dilingkupi ketakutan.
...Apa yang harus kulakukan? Ini tidak akan selesai. Jika begini terus, hal ini akan terus berulang. Tunggu sebentar... Jika ini terus berulang, rasanya ada yang aneh. Aku sudah lama berlari, tetapi aku tidak merasa lelah sedikit pun. Dan jembatan yang runtuh di belakangku semakin dekat, tetapi dari tadi tidak pernah mencapai tempatku. Berarti...
Pelan-pelan, Hill memperlambat langkahnya. Rasa takut dan paniknya mulai memudar. Dia perlahan berhenti berlari dan berbalik, menatap ke arah jembatan yang terus runtuh dan semakin dekat. Pijakan di bawahnya semakin bergetar, namun Hill tetap diam, memandang runtuhan yang terus mendekat.
...Datanglah. Pijakan ini akan runtuh...
Runtuhan jembatan tiba-tiba berhenti tepat di depan Hill; hanya satu langkah lagi, dan dia bisa terjatuh ke dalam jurang gelap. Jembatan itu sepenuhnya berhenti runtuh. Hill berbalik menghadap ke arah gerbang, dan seketika gerbang yang sebelumnya jauh tiba-tiba ada tepat di depannya. Hill mulai berjalan menuju gerbang itu. Tak lama kemudian, suara asing terdengar di dalam pikirannya.
"Ujian itu bertujuan untuk membuatmu bisa berpikir tenang di saat keadaan genting, tetapi waktu yang kau butuhkan lama sekali. Kamu berlari ketakutan selama 3 jam sebelum akhirnya bisa berpikir dengan tenang. Meskipun begitu, kau berhasil melewatinya. Apakah kau bisa melewati ujian kedua? Buktikanlah jika kau layak, bocah."
...Jadi tadi aku berlari ketakutan selama 3 jam? Tapi rasanya tidak selama itu...
Tak lama kemudian, gerbang di depan Hill mulai terbuka perlahan. Dari balik gerbang itu, tampaklah sebuah tempat yang sangat berbeda. Hill mulai melangkah memasuki gerbang.
...Sebuah terowongan besar dengan bola-bola sihir yang menerangi sekitarnya. Tempat ini sangat lembap dan terasa dingin. Aku bisa mendengar tetesan air, dan ada genangan di lantai yang kupijak. Apakah tempat ini berada di bawah air...
Hill terus berjalan maju sambil memandang sekelilingnya. Ia melangkah terus, dan waktu berlalu tanpa terasa.
...Aku sudah berjalan lama, tetapi tidak ada apa-apa di sini...
Hill terus berjalan, dan ia mulai menyadari ada sesuatu yang berubah.
...Rasanya semakin aku berjalan, cahaya yang menerangi tempat ini semakin redup dibandingkan sebelumnya...
Hill terus berjalan, dan seiring waktu, cahaya di depan mulai semakin redup. Ketika Hill melihat ke belakang, ia menyadari bahwa cahaya terlihat lebih terang di sana, jauh di belakang. Namun, di depannya, cahaya mulai menghilang.
...Di depanku mulai gelap. Aku harus terus berjalan...
Hill melangkah maju sambil melepaskan busur dari punggungnya, lalu memegang busur itu erat-erat. Ia juga mengambil sebatang anak panah dari wadah yang terikat di punggungnya.
...Tempat ini sudah semakin gelap. Aku harus berhati-hati; perasaanku tidak enak...
Dengan penuh kewaspadaan, Hill terus berjalan dalam kegelapan. Tak lama kemudian, terdengar suara aneh dari arah depan. Hill segera mengarahkan busurnya ke depan, bersiap-siap.
...Aku tidak boleh panik. Aku harus tenang, tenang, tenang...
Suara itu semakin dekat. Tak lama, Hill melihat dua titik merah yang tampak mengapung di kegelapan di hadapannya. Ia menarik tali busurnya dengan sekuat tenaga. Sosok itu bergerak cepat ke arah Hill, semakin dekat. Hill panik dan segera berlari ke belakang.
...Tidak, tidak! Aku tidak bisa! Aku harus kembali...
Sosok itu terus mendekat, mengeluarkan suara yang menyeramkan dari belakang Hill.
...Dia tepat di belakangku...
Hill pun memberanikan diri untuk berbalik dan menembakkan panahnya.
...Oh tidak, panahku meleset...
Tanpa sengaja, panah Hill meleset. Sosok itu melayang di udara; monster itu menyerupai kelelawar besar tetapi bertubuh seperti manusia dewasa, dengan mata merah menyala, kulit hitam, dan telinga panjang. Sambil berlari, Hill mengambil anak panah lain.
...Aku hanya memiliki 20 anak panah. Semoga kali ini kena...
Sambil terus berlari, Hill kembali berbalik dan menembakkan panahnya. Namun, dengan mudah, monster itu menghindari panah yang terbang lambat. Hill terus berlari menuju tempat yang lebih terang, lalu berbalik lagi dan melihat monster itu berhenti di tepi cahaya.
...Kenapa dia diam? Jangan-jangan, dia tidak bisa masuk ke tempat terang ini. Ini kesempatanku...
Hill mengambil satu anak panah lagi, membidik kepala monster dari jarak yang cukup dekat, dan menembakkannya. Sayangnya, panah itu meleset.
...Tinggal 17 panah lagi. Kali ini harus kena...
Hill kembali menembakkan panahnya, kali ini mengenai perut monster tersebut, tetapi panah itu hanya sedikit menancap dan tidak melukainya parah. Monster itu tampak baik-baik saja.
...Akhirnya kena, tapi seranganku terasa lemah. Akan kucoba lagi. Ini tembakan kelima...
Hill melepaskan satu panah lagi dan berhasil mengenai kepala monster itu.
...Meskipun sudah terkena dua panah, dia masih terlihat baik-baik saja dan tetap diam. Sebelumnya, dia bisa menghindari panahku. Kenapa sekarang dia hanya diam di sana...?
Hill bingung melihat monster itu tak bergerak dalam kegelapan. Perlahan, ia memberanikan diri mendekat. Namun, begitu ia mendekati kegelapan, monster itu mulai bergerak lagi, membuat Hill langsung berlari kembali ke tempat terang, dan monster itu kembali diam.
...Apa yang harus kulakukan sekarang? Dia benar-benar menjaga jalan ini...
Hill terus berpikir sambil melihat sekeliling.
...Sepertinya tidak ada cara lain. Aku harus mencoba mendekatinya dan menembaknya ketika dia bergerak...
Hill perlahan berjalan mendekati kegelapan sambil mengarahkan panahnya ke monster itu. Monster itu mulai bergerak seakan hendak menyerangnya. Hill dengan cepat menembakkan panahnya, yang mengenai kepala monster itu, meskipun tak menembus dalam. Hill segera mengambil dua anak panah dan menembakkannya satu per satu dengan cepat.
Monster itu mulai terlihat kesakitan, terbang tak terkendali sambil menabrak dinding dan batu di sekitarnya. Monster itu kembali melesat ke arah Hill. Hill dengan cepat menembakkan panahnya lagi, dan kali ini, monster itu menabrak sesuatu yang tiba-tiba membuat kegelapan lenyap, dan tempat itu menjadi terang.
Seketika, monster itu terbakar oleh cahaya hingga habis menjadi abu.
...Tempat ini jadi terang saat monster itu menabrakkan dirinya ke tembok di atas, lalu dia langsung mati karena cahaya. Ini kesempatanku untuk berlari ke depan. Tapi sebelum itu...
Hill berlari untuk mengambil beberapa anak panah yang sebelumnya ia tembakkan.
...Syukurlah, ada empat anak panah yang masih bisa digunakan. Sekarang aku punya 14 anak panah. Semoga ini cukup...
Hill mulai berlari ke depan. Tak lama kemudian, ia melihat kegelapan lagi di depan, dan jauh di sana tampak sepuluh mata merah bercahaya.
...Sepertinya di depan sana ada lima monster. Mungkin aku hanya perlu melakukan hal yang sama seperti tadi...
Hill mendekat ke area gelap, sementara monster-monster di depannya mulai bergerak cepat ke arahnya. Hill segera mundur kembali ke tempat terang.
...Ada lima monster di sana. Aku harus menembak satu saja agar mereka bergerak seperti tadi...
Hill mengambil tujuh anak panah, lalu perlahan berjalan ke arah kegelapan dan menjatuhkan enam anak panah di lantai di bawahnya. Ketika kelima monster mulai mendekat, Hill menembakkan panahnya, lalu mengambil anak panah yang ia jatuhkan satu per satu untuk ditembakkan lagi, kemudian segera berlari kembali.
...Sulit sekali. Dari tujuh panah, hanya dua yang berhasil mengenai monster. Ini akan sulit jika mereka terus bergerak dan menghindar. Menyerang satu monster saja tidak cukup...
Dengan sisa tujuh panah, Hill mengambil semuanya dan perlahan bergerak ke kegelapan untuk mencoba lagi. Saat monster-monster itu mendekat, Hill menembakkan panahnya.
...Gawat, tidak ada yang kena. Hanya tersisa satu anak panah lagi...
Salah satu monster semakin mendekat. Hill menarik anak panah terakhirnya, lalu menembakkannya tepat ke mata monster yang paling dekat. Monster itu terbang tak terkendali, menabrak monster lain dan dinding di sekitarnya. Tiba-tiba, cahaya muncul lagi, dan kelima monster itu terbakar menjadi abu. Hill segera berlari mengambil kembali anak panahnya.
...Hanya ada lima yang tersisa. Semoga ini cukup...
Hill mulai berlari ke depan, namun tak lama kemudian ia terkejut.
...Ini tidak mungkin. Di depan sana, ada jauh lebih banyak monster. Jumlahnya tak terhitung, dan aku hanya punya lima anak panah. Melawan mereka semua akan membuatku kesulitan. Apa yang harus kulakukan...?
Hill berhenti di area yang terang, terdiam dalam kebingungan. Putus asa karena jumlah monster yang begitu banyak di depannya, Hill terduduk, merasa tak tahu harus melakukan apa.
"Apakah kau akan menyerah? Sebaiknya menyerah saja. Anak kecil sepertimu tak seharusnya ada di sini. Tampaknya kau memang tidak layak."
Mendengar suara di dalam pikirannya itu, Hill perlahan bangkit.
...Tidak, aku tidak akan menyerah. Kalau aku menyerah sekarang, bagaimana aku bisa menyelamatkan ibuku...?
"Wow, semangat sekali, bocah. Aku suka semangatmu, tapi jika hanya itu, kau tak akan mampu menghadapi kerasnya dunia ini. Kau tak punya sihir, kekuatan fisikmu lemah. Lihatlah kenyataan ini, bocah. Melawan satu monster saja membuatmu kesulitan, mustahil bagimu bisa menyelamatkan ibumu."
Hill berdiri terdiam, merenungkan kata-kata itu.
...Apakah selama ini semua yang kulakukan sia-sia? Mungkin dia benar, aku memang tak bisa apa-apa. Levia sering khawatir padaku, aku hanya beruntung bisa hidup sampai sekarang. Berkali-kali aku terjatuh, aku merasa sakit, kelaparan, melihat hal-hal yang sulit dilupakan... dan pada akhirnya, aku tetap tak bisa melakukan apa-apa. Kenyataannya, aku hanya anak kecil biasa...
"Apakah sekarang kau mulai sadar, bocah? Perjalanan ini mustahil bagimu. Sudah saatnya kau akhiri semua ini."
"Hill, kau adalah anak yang paling ibu sayangi."
Hill teringat pada ibunya yang selalu tersenyum padanya. Tiba-tiba, dengan wajah serius, ia berkata dengan suara lantang.
"Meskipun begitu, aku akan tetap bergerak. Tak peduli seberapa berbahayanya perjalanan ini, meski aku hanya seorang anak kecil yang tidak memiliki sihir. Meskipun Levia dan Paman Helix tak bisa lagi membantuku, aku akan terus maju. Rasa sakit tak akan membuatku menyerah. Selama aku masih hidup, aku akan terus berjuang untuk mencapai ibuku, karena..."
Dengan wajah penuh tekad, Hill memandang ke arah kegelapan yang dipenuhi monster, lalu berteriak.
"Karena aku adalah satu-satunya anak yang disayangi ibuku, satu-satunya orang yang dimilikinya! Jika bukan aku, tak ada yang bisa menyelamatkannya. Aku tak akan membiarkan ibuku sendirian. Meskipun ayahku sudah tiada, akulah yang akan membuat ibuku bahagia suatu hari nanti. Aku akan melawan siapa pun yang mencoba menghalangiku!"
"Hahaha! Bocah, buktikanlah sekarang juga!"
Tiba-tiba, cahaya yang menerangi tempat Hill mulai meredup. Suara monster di depan terdengar semakin keras, dan seluruh tempat perlahan-lahan menjadi gelap. Para monster kelelawar di kejauhan mulai bergerak, jumlahnya tak terhitung, mengarah ke Hill dengan cepat.
Meskipun tempat ini mulai gelap, setidaknya Hill masih bisa melihat jalan dan monster-monster yang mendekat.
Hill menyimpan busur di punggung, lalu mengeluarkan kantong sihir dari tas kelincinya dan mengikatnya di pinggang. Dia mengambil dua anak panah dan memegangnya erat-erat.
...Jika aku tidak bisa mengatasi ini, berarti aku tidak akan pernah bisa menyelamatkan ibuku...
Monster itu terus terbang menuju Hill, mengeluarkan suara yang menyeramkan. Hill mulai berjalan maju, dengan tangan kanan dan kiri memegang satu anak panah di masing-masing tangan. Lalu dia berbicara dengan tegas.
"Aku sudah terbiasa menghadapi hal berbahaya, bahkan aku pernah menahan serangan monster yang jauh lebih besar dari kalian. Aku sudah terbiasa menghindari serangan. Aku akan buktikan kepada mereka bahwa aku bisa menyelamatkan ibuku."
Perlahan, Hill bergerak lebih cepat, dan segera berlari menuju monster kelelawar yang juga meluncur cepat ke arahnya. Mereka mulai berhadapan.
Salah satu monster menggerakkan tangannya untuk mencakar Hill. Hill menghindar sambil melompat dan menusukkan anak panah ke mata monster itu. Dari belakang, monster lainnya mencoba menabrak Hill, tetapi Hill berhasil menghindar. Dia kemudian menusukkan anak panah ke monster yang ada di sampingnya, lalu cepat mengambil panah dari punggung dan melemparnya ke arah monster yang berusaha menabrak. Anak panah itu menembus mata monster tersebut. Hill terus berlari, menghindari serangan sambil melawan para monster.
...Anak panahku tinggal dua lagi...
Hill mengambil dua anak panahnya, menggoreskan salah satunya ke wajah monster yang datang. Setelah itu, dia menusukkan panah ke mata monster itu. Tinggal satu panah lagi, Hill menusukkan panah terakhir ke monster yang ada di sampingnya. Dengan cepat, dia membuka kantong sihirnya dan mengambil belati miliknya sambil berlari. Hill memutarkan badannya dan dua monster tergores oleh belati. Dia kemudian menusukkan belatinya ke monster yang ada di depannya. Hill terus berlari sambil menghindar dan melawan para monster. Monster-monster yang terluka mulai terbang tak terkendali dan menabrak beberapa monster lainnya.
...Mereka tidak ada habisnya...
Monster-monster itu terus berdatangan entah dari mana, jumlah mereka semakin banyak. Hill sudah mulai kesulitan. Dia berhenti berlari dan menyadari bahwa monster-monster itu sudah mengepungnya. Jumlah mereka sangat banyak. Hill menodongkan belati ke salah satu monster dan berteriak.
"Maju kalian! Aku akan mengalahkan kalian semua!"
Semua monster mulai menyerang Hill.
"Sudah cukup, bocah."
Tiba-tiba, Hill merasa dirinya berada di sebuah ruangan yang tertutup oleh tembok putih.
"Tidak kusangka kau akan melawan mereka," suara itu terdengar jelas di ruangan itu, bukan di pikirannya.
"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Hill kebingungan.
"Aku adalah orang yang menjaga tempat ini dan juga gelang surya."
Hill bingung karena dia tiba-tiba berpindah tempat saat sedang bertarung. Dia berdiri dan memandang sekeliling ruangan. Suara itu terus berbicara, seolah tahu apa yang Hill rasakan.
"Kamu telah berhasil melewati dua ujian—membuatmu tetap tenang dan tidak mudah panik, serta membuatmu berani melawan rasa takutmu. Terimalah ini."
Seketika, sebuah cahaya muncul dari atas, dan perlahan sebuah gelang mengapung turun ke depan Hill.
"Sebenarnya, meskipun kamu berhasil melawan monster tadi, jika di kenyataan mungkin kamu bisa saja mati," lanjut suara itu.
"Apa maksudmu?" tanya Hill, merasa semakin bingung.
"Tempat ini bukan kenyataan ataupun mimpi. Buktinya, kamu tidak merasa lelah sedikitpun, kan? Padahal kamu sudah bergerak cukup lama dan bertarung. Jika di dunia nyata, kamu pasti akan kelelahan dan bisa saja mati oleh monster itu. Pertarungan tadi adalah gambaran dirimu jika memiliki stamina yang banyak dan kuat. Kenyataannya, stamina-mu sekarang tidak terlalu kuat, apalagi kamu masih seorang bocah. Mungkin perlahan kamu akan berkembang juga. Baiklah, cukup basa-basinya. Sekarang gelang surya ini menjadi milikmu. Waktunya kamu pergi dari sini."
"Tunggu dulu, aku tidak mengerti sama sekali. Sebenarnya apa tujuanku melakukan semua ini? Lalu untuk apa gelang ini?" tanya Hill dengan penuh kebingungan.
"Kau akan tahu sendiri nanti."
"Tungguuu!"
Perlahan, seluruh tempat itu menjadi putih bercahaya.
...Apa ini? Wajahku terasa geli dan dingin...
Hill perlahan membuka matanya, melihat unicorn sedang menjilati wajahnya.
...Di mana ini? Sepertinya aku berada di dalam gua. Hari sudah terang, apakah ini sudah pagi?
Hill melihat tangan kanannya.
...Ada sebuah gelang perak dengan garis emas. Sepertinya ini bukan mimpi...
Hill mulai berjalan keluar dari gua.
"Unicorn, apakah kamu sengaja membawaku ke tempat ini?" tanya Hill pada unicorn itu.
Unicorn itu mengangguk, seolah memang sengaja membawanya ke sana.
"Aku tidak tahu apa niatmu, tetapi ini sudah pagi. Kita harus segera kembali ke Magi. Tolong kali ini bawa aku ke Magi. Aku harus segera kesana."
Unicorn itu menurunkan tubuhnya, dan Hill mulai menaiki unicorn itu. Mereka pun berangkat menuju Magi.