Apa yang akan kalian pilih? antara persahabatan dan nyawa? dimana saat kalian tidak ingin kehilangan teman-teman, tapi kamu juga tidak ingin kehilangan nyawamu. apa yang akan kalian pilih?
permainan ini mengatakan bahwa jika kami menang, mereka akan membebaskan kita. namun aku sendiri juga tidak yakin jika mereka akan melepaskan kami dengan mudah begitu saja. kami harus kehilangan teman-teman, kehilangan harapan, putus asa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bada'ah Hana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Boneka Seeker
Tiga boneka tersebut masih berlarian diikuti oleh para Seeker untuk mencari Hider. Saat mereka bertemu dengan gadis kecil tersebut yang membawa kepala Jihan serta jantungnya, para Seekernya awalnya merinding. Namun, mereka kembali terbiasa dengan penyiksaan yang ada di tempat ini. Tidak ada ampunan bagi pemain. Bahkan satu Seeker mampu membunuh 4 siswa dalam semalam. Namun, kali ini mereka lebih berhati-hati dalam membunuh Hider.
Dan Hider semakin hari semakin pintar bersembunyi. Membuat para Seeker kerepotan. Mereka semua terpisah saat jumlah mereka hanya sedikit. Tidak seperti dulu yang selalu bersembunyi bersama-sama.
"Kita pilih mana yang harus dibunuh selanjutnya." Ucap salah satu seorang Seeker.
Salah satu Seeker kembali ke arah ke-dua temannya. Nampak anak laki-laki itu terengah-engah diikuti oleh boneka beruang berwarna putih. Melihat seorang anak laki-laki itu berlari ke arah mereka, keduanya pun menoleh. Anak laki-laki itu berhenti dan mengambil nafas sebelum berbicara.
"Kalian nemu Hider?" Tanyanya.
"Aku cuman nemu satu." Jawab salah satu Seeker.
"Aku gak nemu." Jawab seorang gadis dengan kaos hijau mint.
"Sialan, jumlah kita hanya sedikit. Bagaimana jika kita kalah?!" Ucap laki-laki tersebut.
"Kalah? Artinya mati." Jawab laki-laki tinggi dengan Hoodie hitam.
"Kamu gak bantu." Kata gadis dengan kaos mint.
Gadis itu berjalan ke arah lain untuk menemukan para Hider dengan diikuti oleh boneka anak laki-laki. Sementara laki-laki dengan Hoodie hitam berjalan ke arah lain dengan boneka kucing putihnya. Tersisa anak laki-laki bersama boneka beruangnya yang bingung harus ke arah mana.
"Aku gak yakin apa aku bakal lakuin ini lagi? Aku gak mau lakuin ini tapi... kalau aku gak lakuin, aku bisa mati." Ucapnya sembari berjalan ke arah lain diikuti oleh boneka beruang.
"Mereka sama sekali gak bisa di ajak kerja sama." Ocehnya.
"Sabar aja." Ucap boneka beruang berwarna putih tersebut.
"Diem deh! Gara-gara kamu, aku hampir aja mati di awal tau."
"Tapi, selamat kan?" Tanya boneka beruang tersebut.
"Whatever. Hei, aku penasaran siapa yang bikin permainan bodoh ini."
"Itu rahasia." Jawab boneka beruang tersebut.
"Cih aku benci rahasia!"
"Artinya kamu suka membongkar rahasia orang lain." Ucap boneka beruang berwarna putih itu.
"Hey, Seeker." Panggilnya.
"Apa!?"
"Gak perlu marah gitu. Pikirkan cara sadis apa yang bisa kamu gunakan kepada para Hider."
"Terserah. Kita cari mereka dulu." Jawab sang Seeker.
"Sebenernya satu itu cukup."
"Bukankah lebih banyak lebih baik? Maksudnya, jika para Hider mati, kami bisa menang."
"Ya terserah kalian."
...
Besok paginya, Ela kembali terbangun dengan keadaan berada di dalam sebuah wadah air yang besar sendirian. Kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Perlahan gadis dengan hoodie biru muda itu keluar dari tong air tersebut.
"Ela! Kamu di dalam?" Panggil seseorang.
Dari suaranya, Ela bisa tau bahwa itu adalah Zayyan. Ela bersyukur anak laki-laki itu masih selamat dari kejaran para Seeker.
"Iya."
Zayyan tersenyum mendengar suara Ela. Segera dia membuka tutup tong air yang cukup berat tersebut. Anak laki-laki dengan kaos putih tersebut membantu Ela untuk bisa keluar dari sana. Perlahan-lahan tutup tong air tersebut terbuka. Ela akhirnya bisa bernafas lega. Zayyan tersenyum dan membantu Ela untuk keluar.
"Makasih."
"Andra Narendra tereleminasi. Andra adalah Hider."
"Sial." Ucap Zayyan.
Mereka berdua berlari ke arah Yandra yang sudah berada di lapangan basket. Mereka tengah mengurusi mayat Jihan yang kepalanya sudah hilang. Ela awalnya terkejut, namun sebelumnya Haru dan Kaizy juga mengalami hal yang sama. Namun, menurut Ela, Jihan yang paling tidak beruntung.
Zayyan dan Gavin mencari bukti lain di tempat dimana Andra bersembunyi. Hanya ada jejak kaki sepatu yang terkena darah. Keduanya tersenyum sembari memotret bukti tersebut. Gavin mengirim foto itu ke grub kelas mereka. Sementara Zayyan mencari informasi lainnya.
Beberapa saat setelah Andra dan Jihan dimakamkan, mereka kembali menuju ke tempat dimana Andra meninggal. Zayyan dan Gavin masih mencari informasi lainnya. Namun, yang mereka temukan hanyalah jejak sepatu dari Seeker.
"Ini sepatu anak laki-laki. Ukuran 40." Jawab Gavin yang bisa melihat samar-samar ukuran sepatu di jejak tersebut.
"Kita bisa cek dulu, kan?" Tanya Zayyan kepada teman-temannya.
Mereka pun setuju. Yardan satu persatu mengecek ukuran sepatu yang dipakai teman-temannya. Hanya ada dua sepatu yang di temukan oleh Yandra. Sepatu milik Khandra dan Agam. Keduanya memiliki ukuran yang sama, namun dengan jenis yang berbeda. Keduanya melepas sepatu mereka dan memberikannya kepada Gavin untuk di periksa.
"Ini punya Khandra." Ucap Gavin.
"Yang bener!? Periksa yang bener dong!" Kata Khandra dengan wajah yang memerah.
Gavin mengangguk. Dia mengembalikan sepatu milik Khandra. Sehingga anak laki-laki itu bisa memeriksanya apakah mereka terlihat sama. Kedua mata Khandra terbuka lebar seolah tak percaya dengan apa yang dia temukan. Jejak darah itu adalah milik sepatunya.
"Jadi, ini Khandra?!" Tanya Olivia dengan wajah tak percaya.
"Tapi, aku gak melakukannya." Jawab Khandra dengan tegas.
"Bukannya semalem kamu sembunyi bareng Andra? Bisa jadi dong kalau kamu yang bunuh dia." Ucap Agam kepada sahabatnya ini.
"Iya. Tapi, bukan aku. Apaan dah nuduh temen sendiri."
"Jangan-jangan yang bunuh Darren itu juga kamu?" Tanya Ela yang teringat jari Khandra waktu itu.
"Kagak lah. Gila kali!" Jawab Khandra.
"Gak mungkin, kalian kan selalu sembunyi bareng-bareng. Dan bisa aja kan kalau kamu emang bunuh dia?" Kata Agam yang membuat Khandra semakin panas.
Khandra tipikal orang yang mudah emosi. Ingin rasanya dia memukul Agam. Dia tidak menyangka jika mereka sudah lama berteman, namun sikap Agak seperti ini kepadanya. Tiga sahabatnya sudah tiada, dan hanya tersisa mereka. Agam bukannya melindungi, tapi malah mengantar Khandra ke arah kematian.
Anak laki-laki dengan kaos hitam itu terus berkata bahwa bukan dirinya yang membunuh Andra. Akan tetapi, tidak ada yang percaya pada dirinya. Khandra berjalan ke arah Agam sembari mengepalkan tangannya. Terlihat jelas bahwa anak laki-laki itu sangat marah.
"Apa?" Tanya Agam.
Secara tiba-tiba Khandra melempar pukulan ke arah sahabatnya ini. Andrian dan Gavin berusaha melerai mereka. Namun secara fisik, Khandra jauh lebih kuat dibandingkan mereka. Apalagi dengan badannya yang kekar, membuat Gavin dan Andrian kewalahan. Yardan dan Zayyan juga berusaha membantu untuk memisahkan mereka.
Zayyan mendorong tubuh besar Khandra hingga jatuh ke lantai dan menahannya untuk tidak kembali memukul Agam. Sementara Agam, dengan darah yang ada di wajahnya mulai merasa kesakitan. Laki-laki itu hanya menatap ke arah sahabatnya dengan tatapan kesal sekaligus marah.
"Sial! SINI LO! BERANINYA PLAYING VICTIM! LAKI APA BUKAN, HAH!? DASAR GAK TAU MALU!" Teriak Khandra.
Gavin, Andrian dan Zayyan berusaha menahan Khandra untuk tetap berada di tempatnya. Berulang kali dia berteriak dan melempar umpatan kepada sahabatnya itu. Khandra terus menerus bergerak untuk bisa terlepas dari tiga laki-laki yang menahannya. Beberapa saat kemudian, Khandra mulai merasa lelah. Dia menghela nafas sebelum berbicara kepada tiga laki-laki yang menahannya.
"Aku udah tenang. Lepasin sekarang." Ucapnya.
"Tenangin dirinya mandiri ya, bre." Ledek Gavin dengan polosnya.
Mereka bertiga melepaskan Khandra. Beberapa saat kemudian, Khandra kembali memandangi Agam dengan perasaan jijik. Seolah dia ingin mengatakan, kenapa dia mau berteman dengan laki-laki menjijikkan seperti Agam. Anak yang suka bertengkar, suka menyiksa orang yang tidak bersalah, bahkan Agam bukan teman yang baik. Dia bahkan tidak membantu untuk membela Khandra dalam hal ini. Seakan dia sudah terbiasa dengan permainan bodoh ini.
Beberapa anak lain sudah melakukan voting terhadap Khandra. Anak laki-laki itu tidak peduli lagi apakah dia harus mati sekarang. Yang terpenting baginya adalah memukul Agam hingga babak belur.
"Kalian tenang dulu. Untuk sementara kalian bisa keluar dari ruangan ini. Aku dan yang lain bakal selidiki lagi." Ucap Yardan.
"Gak guna, Dan. Yang voting aku udah ada 10 anak. Jika 5 anak memilih Seeker sebenarnya, aku bakalan mati juga." Jawab Khandra sembari berjalan keluar.
"Dan, kayaknya nih cuman jebakan." Ucap Zahra yang tiba-tiba merasa aneh dengan keadaan dua sahabat itu.
"Agam kayak gak peduli sama Khandra." Kata Ela.
"Makanya itu. Aku ngerasa kalau malah ini emang jebakan kayak milik Haru." Ucap Zahra.
"Polisinya gimana sih?! Kita bahkan gak tau siapa polisinya!" Kata Olivia.
"Polisi gak datang setiap waktu. Kamu tau, seperti di peraturan bahwa polisi tau semuanya. Polisi tau identitas kita semua." Kata Zahra.
"Lalu, kenapa polisi gak muncul?" Tanya Sena yang penasaran.
"Gini, semisal polisi muncul, maka pada Seeker akan ngejar dia. Makanya kita harus pinter cari buktinya." Jawab gadis dengan hijab sport berwarna hitam itu.
Teman-temannya mengangguk. Mereka setuju dengan ucapan Zahra. Sementara itu, ditempat lain Khandra mengikuti Agam yang entah pergi kemana. Laki-laki itu seperti membawa sebuah kapak yang memiliki sisa darah. Khandra mengira, bahwa kapak itu digunakan untuk membunuh Andra. Untuk itu, Khandra mencoba mengikuti sahabatnya ini tanpa diketahui olehnya.
Beberapa saat setelahnya, Agam masuk ke sebuah ruangan yang memiliki banyak sekali barang bangunan. Kayu, besi, batako, semen, dan sebagainya. Serta sebuah boneka berbentuk kucing berwarna putih. Boneka tersebut memegang sebuah pisau di tangan kanannya yang diikat oleh tali merah.
"Sialan, pada akhirnya kami cuman bisa bunuh satu orang. Ya, setidaknya aku tidak mati. Itu bagus."
Mendengar ucapan Agam, kedua mata Khandra terbuka lebar. Dia tidak menyangka selama ini yang menjadi Seeker adalah Agam, sahabatnya sendiri. Khandra selalu berusaha untuk melindungi Agam agar terhindar dari fitnah. Tapi, siapa sangka Seeker itu adalah sahabatnya yang dia lindungi.
Perlahan-lahan, Khandra mendekat dan mulai menghajar Agam. Namun, sayangnya laki-laki itu berhasil menghindar dari pukul Khandra. Dengan segera dia memukul bagian punggung Khandra dengan kapak. Darah mulai keluar dari tubuh Khandra. Mata Agam terbuka lebar. Dia mengira menggunakan bagian pegangan kapak untuk memukul sahabatnya ini, namun yang dia gunakan justru besi kapak tersebut.
"Sial." Ucapnya.
"Agam, kamu benar-benar sampah. Aku pikir kita teman... baik. Ternyata, kau tidak ada bedanya dengan... sampah." Kata Khandra yang mulai merasa sakit di punggungnya.
"Aku... maaf."
"Maaf!? Apa maaf bisa menyembuhkan lukaku?! Apa maafmu itu bisa menyelesaikan permainan bodoh ini?! Apa maafmu bisa mengembalikan teman-teman kita yang mati!? Tidak, kan?" Kata Khandra. Wajah laki-laki itu berubah menjadi merah karena amarahnya.
"Khandra, aku gak bermaksud..."
"Bermaksud apa!? Kau berusaha membunuhku, temanmu sendiri! Aku nyesel kenal sama kamu, Gam. Kita teman, kan? Kamu juga harus mati!" Kata Khandra sembari melemparkan boneka kucing tersebut ke arah Agam.
Laki-laki itu menghindar ke arah lain. Khandra berusaha berdiri. Namun, darah terus mengalir dari tubuhnya. Sehingga Khandra mulai merasa lemas. Khandra tergeletak di lantai. Bersamaan dengan itu, suara dari mikrofon kembali terdengar.
"Khandra Surya tereleminasi. Khandra adalah Hider."
"Ndra.... Khandra... ini... ini bercanda, kan? Ndra! Bangun, Ndra!" Panggil Agam sembari menggoyang-goyangkan bahu Khandra.
"Mustahil.... Khandra mati. Ndra!!!!"
Siswa lainnya yang mendengar suara dari mikrofon tersebut mulai mencari keberadaan Khandra. Dari lorong yang gelap, mereka bisa mendengar suara teriakan dari Agam. Segera mereka mencari sumber suara itu. Mereka menemukan Agam memegang sebuah kapak di hadapan mayat Khandra.
Air mata Agam menetes atas kepergian sahabatnya ini. Anak-anak lain yang melihat kejadian tersebut, tentu saja mereka terkejut karena Khandra bukanlah Seeker. Ditambah Khandra dibunuh oleh sahabatnya sendiri.
"Jadi, kamu bunuh Khandra, Gam!?" Kata Olivia yang tidak percaya.
"Bukan... aku... aku gak bermaksud."
"Apa maksudmu gak bermaksud!? Udah jelas kamu pegang kapak!" Kata Yora.
Agam tidak bisa menghentikan air matanya. Dia merasa bersalah sudah membunuh kedua temannya, ditambah dengan Nendra dan Evano bunuh diri saat mereka keluar dari batas permainan.
"Aku minta maaf..." Kata Agam.
"Maafmu gak cukup, Gam. Kamu harus mempertanggung jawabkan ini semua." Ucap Ela.
"Kasih aku kesempatan lagi!"
"Kesempatan!? Gimana kalau kamu yang Seeker!? Kamu bisa bunuh kami di lain waktu!" Kata Irene dengan wajah yang penuh amarah.
Agam tidak bisa berkata-kata lagi. Teman-temannya mulai memilih dirinya sebagai Seeker. Mereka mulai meninggalkan Agam sendirian. Sementara mayat Khandra dibawa untuk segera dimakamkan di lapangan golf.
"SIAL SIAL SIAL!!!!!" Ucapnya saat teman-temannya sudah pergi meninggalkan dirinya.
Kini Agam sendirian. Boneka kucing putih yang memegang pisau tersebut hanya menatap Agam dengan datar. Agam mulai sangat kesal dan merusak boneka tersebut hingga hancur. Kapak dan beras dari boneka itu bertebaran ke sana kemari. Benang merah boneka tersebut putus.
"Maaf..." ucapnya sekali lagi sebelum dia kehilangan kesadarannya.
"Agam Pamungkas tereleminasi. Agam adalah Seeker."
Jam mulai menunjukkan pukul 11 malam. Para siswa mulai bersembunyi di tempat mereka masing-masing. Jam terus berdetak membuat jantung mereka berdebar-debar. Beberapa saat kemudian, suara mikrofon kembali terdengar.
"Aturan permainan baru. Di saat jam 12 tiba. Para Hider akan bersembunyi di tempat masing-masing. Pada permainan kali ini, para Hider diberi waktu 3 jam untuk bersembunyi. Saat para Hider bertemu dengan para boneka, para Hider bisa merusak boneka Seeker.
Disaat boneka hancur, para Seeker juga akan tereleminasi. Waktu kalian hanya 3 jam untuk permainan kali ini. Untuk para Seeker. Kalian akan mencari para Hider seperti biasanya. Namun, kalian akan terpisah dengan para boneka. Jika ada Seeker yang masih mengikuti boneka, maka dia akan dieliminasi dari permainan.
PERMAINAN DIMULAI!"
"Aturan baru?" Tanya Ela dalam benaknya.
"Sial, ini semakin sulit." Ucap Zayyan.