Rayan dan rai, sepasang suami-istri, pasangan muda yang sebenarnya tengah di karuniai anak. namun kebahagiaan mereka di rampas paksa oleh seorang wanita yang sialnya ibu kandung rai, Rai terpisah jauh dari suami dan anaknya. ibunya mengatakan kepadanya bahwa suami dan anaknya telah meninggal dunia. Rai histeris, dia kehilangan dua orang yang sangat dia cintai. perjuangan rai untuk bangkit sulit, hingga dia bisa menjadi penyanyi terkenal karena paksaan ibunya dengan alasan agar suami dan anaknya di alam sana bangga kepadanya. hingga di suatu hari, tuhan memberikannya sebuah hadiah, hadiah yang tak pernah dia duga dalam hidupnya dan hadiah itu akan selalu dia jaga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happypy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua belas
Sore berganti malam, dan suasana rumah mulai dipenuhi oleh teman-teman maharani, ibu rai, yang datang untuk berkumpul. Suara canda dan tawa terdengar riuh di ruang tamu, namun hal itu tidak menarik perhatian Rai. Ia lebih memilih untuk menjauh dari keramaian dan berniat pergi ke kamarnya. Namun, saat hendak menaiki anak tangga, ibunya tiba-tiba menahan langkahnya.
"Rai, ajak brian bicara. Jangan hanya diam saja," kata Maharani dengan nada lembut tapi tegas. Rai menoleh, sedikit terkejut, lalu menatap ibunya dalam diam. Bagaimana mungkin ia bisa berbicara dengan seseorang yang tidak ia kenal? Meskipun hatinya enggan, Rai tak punya pilihan lain selain menuruti permintaan ibunya.
Brian, yang sudah menunggu di luar, tampak gugup ketika rai akhirnya menghampirinya. Mereka berdua duduk di bangku halaman rumah, sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Brian duduk dengan gelisah, jelas merasa canggung di hadapan sosok yang sejak lama ia kagumi dari kejauhan. Tangannya berkeringat, dan ia sesekali melirik rai, berharap bisa memulai percakapan, namun mulutnya terasa kaku.
Sementara itu, Rai justru terdiam, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Pikirannya melayang jauh, mengingat suami dan anaknya yang telah tiada. Di tengah keheningan yang menggantung di antara mereka, hati rai seakan terjepit oleh rindu yang tak terungkap. Setiap bintang yang berkelap-kelip di langit seolah mengingatkannya pada kehadiran mereka, yang kini hanya ada dalam kenangan.
Di antara mereka berdua, tak ada kata yang terucap. Hanya diam, tenggelam dalam perasaan masing-masing.
Suasana hening yang sebelumnya menguasai mereka tiba-tiba terpecah oleh suara Brian yang pelan, namun cukup terdengar. “Langitnya indah ya ” katanya sambil melirik sekilas ke arah Rai.
Rai, yang tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengangguk. “Iya, langitnya indah,” jawabnya singkat, namun maknanya dalam. Bagi Rai, keindahan langit malam itu bukan hanya tentang bintang-bintang, melainkan tentang bayangan suami dan anaknya yang selalu menghiasi ingatannya. Mereka berdua, dalam kenangannya, adalah keindahan yang tak tergantikan.
Brian menatap rai dengan pandangan kagum, terpesona oleh ketenangan yang terpancar dari wajahnya. Sekilas, perasaan yang selama ini dipendamnya muncul ke permukaan, membuatnya tak bisa mengalihkan pandangan dari rai.
Tiba-tiba, Rai merasa ada yang memperhatikannya. Ia pun menoleh dan terkejut saat mendapati mata brian menatapnya lekat-lekat. Mata mereka bertemu dalam keheningan, dan keduanya terjebak dalam momen yang canggung. Spontan, Rai langsung menggeser duduknya, menjauh sedikit dari brian, merasa tidak nyaman dengan intensitas tatapan itu.
Brian yang tersadar dari kebodohannya, refleks melebarkan matanya, terkejut dengan sikapnya sendiri. Bagaimana bisa ia begitu ceroboh dan terang-terangan memperhatikan rai? Ia menundukkan kepala, malu, dan hatinya sibuk merutuki dirinya sendiri. Momen yang seharusnya sederhana, kini berubah menjadi semakin canggung. Tak ada kata-kata yang bisa memperbaiki suasana, hanya keheningan dan rasa kikuk yang menyelimuti mereka berdua.
Kecanggungan di antara rai dan brian seolah tak ada akhir, hingga tiba-tiba ponsel rai berdering, memecah keheningan yang mencekam. Rai mengeluarkan ponselnya dan melihat nama dina muncul di layar. Tanpa ragu, ia langsung menjawab panggilan itu.
"Halo rai, kamu di mana?" tanya dina di seberang, suaranya terdengar penasaran. "Tadi aku ke apartemen mu, tapi kamu nggak ada."
Rai menghela napas pelan, merasa sedikit lega bisa mendengar suara manager sekaligus ia anggap kakaknya. "Aku di rumah mama, lagi bantu-bantu di sini " jawabnya sambil melirik brian yang masih duduk di sampingnya, tampak gelisah.
"Oh, gitu. Aku ke sana aja ya, biar kita ngobrol. Nggak apa-apa kan?" Dina berkata dengan nada riang, dan itu membuat Rai merasa lebih baik.
“Boleh kak. Datang aja ” sahut Rai, suaranya sedikit lebih cerah, merasa kehadiran dina akan membuatnya lebih nyaman dan menghilangkan rasa canggung yang masih tersisa.
Setelah percakapan berakhir, Rai menyimpan ponselnya dengan perasaan yang lebih tenang. Kehadiran dina di rumah ibunya nanti akan menjadi pelarian dari perasaan asing yang menyelimuti dirinya saat ini. Rai tersenyum kecil, senang membayangkan dina segera datang, sementara brian, yang masih duduk di sebelahnya, hanya bisa menunduk, tak tahu harus berkata apa setelah momen tadi.
Tak lama kemudian, Dina tiba. Begitu melihatnya, Rai langsung bangkit dari duduknya tanpa ragu, menyambut dina dengan langkah cepat. Mereka berpelukan erat, seperti kakak dan adik yang sudah lama tak berjumpa. Pelukan itu hangat dan penuh arti, seolah menjadi pelipur bagi kegelisahan yang selama ini menghinggapi rai.
Brian, yang duduk tak jauh, tersentak melihat rai tiba-tiba bangkit dan memeluk seorang wanita. Pikirannya sempat dipenuhi rasa penasaran, namun begitu dia menyadari siapa wanita itu, Brian menghela napas lega. Dina, sang manager rai, sosok yang sering ia dengar meski tak pernah bertemu langsung. Dina mungkin tidak mengenal brian, tetapi brian sudah cukup mengenal reputasinya sebagai orang penting di balik kesuksesan rai.
Setelah beberapa saat, Rai mengajak dina untuk duduk bersamanya dan brian. Saat dina menoleh ke arah pemuda yang tak ia kenal, tatapannya penuh pertanyaan. Dina langsung melirik rai seakan meminta penjelasan. Rai hanya bisa menghela napas panjang, matanya memberi isyarat bahwa ia akan menjelaskan semuanya nanti. Dina pun mengerti, tanpa perlu kata-kata, hubungan mereka begitu dekat hingga isyarat kecil saja sudah bisa dipahami.
Rai kembali duduk dengan dina di sampingnya, sementara brian merasa sedikit tersisih, tapi sekaligus lega melihat keakraban antara rai dan dina. Kini, suasana menjadi sedikit lebih hangat meski sisa kecanggungan tadi masih terasa. Dina mulai mengajak rai berbincang ringan, membuat perasaan rai sedikit lebih baik setelah pertemuan yang tak direncanakan ini. Lalu dina mengulurkan tangannya ke arah brian.
"Halo, nama saya dina, saya teman sekaligus managernya Rai," katanya dengan ramah, suaranya penuh kehangatan. Brian menyambut tangan Dina dengan anggukan kecil dan senyum tipis.
"Saya brian, senang bisa berkenalan denganmu " jawabnya, nada suaranya tak kalah ramah.
Percakapan pun mulai mengalir lebih ringan. Dina, dengan caranya yang khas, segera mengambil alih suasana. Ia tahu betul bahwa rai tidak terlalu nyaman dalam situasi seperti ini, sehingga dina dengan cerdik membawa topik pembicaraan yang sederhana namun menyenangkan. Sesekali dina melibatkan rai dalam percakapan, tetapi cukup memberi ruang baginya untuk tetap merasa nyaman.
Seiring berjalannya waktu, suasana yang tadinya dipenuhi rasa tanya dan kecanggungan berubah menjadi lebih hangat dan akrab. Brian, yang awalnya merasa kikuk, mulai merasa lebih santai, berkat dina yang tak henti-hentinya menjaga percakapan tetap mengalir dengan lancar. Rai, di sisi lain, merasa bersyukur atas kehadiran dina, yang selalu tahu cara membuatnya nyaman tanpa harus banyak bicara.
Dengan perlahan, malam itu yang awalnya terasa janggal berubah menjadi percakapan yang lebih menyenangkan, ditemani oleh kehadiran langit malam yang tenang dan perasaan lega yang mulai menyelimuti mereka bertiga.
🦋🦋
Jam telah menunjukkan pukul sembilan malam. Suasana yang awalnya dipenuhi tangisan kini sedikit mereda, ketika zeline, gadis kecil yang penuh rasa rindu, akhirnya tertidur setelah sebelumnya menangis tak henti-henti. Wajahnya tampak lelah, matanya yang basah masih menyisakan jejak airmata. Rayan, ayah yang tak pernah lelah menenangkan putrinya, menggendong zeline erat di pelukannya, sambil terus mengusap punggungnya dengan lembut, sesekali mengucapkan kata-kata penuh kasih yang ia harap bisa meredakan rasa sedih zeline.
Sejak zeline mendengar seorang teman kecilnya memanggil 'bunda', pikirannya tak berhenti mencari sosok yang tak pernah ada di sampingnya. Rasa ingin tahu dan kerinduan yang mendalam membuat zeline gelisah. Ia menolak makan, tak berhenti memanggil ibunya, seolah berharap keajaiban akan mempertemukan mereka. Setiap kata bunda yang keluar dari mulut kecilnya seperti jarum halus yang menusuk hati mereka yang mendengar.
Rahma, seorang ibu yang juga berada di ruangan itu, merasakan perihnya batin zeline. Ia tahu bagaimana rasanya seorang anak merindukan pelukan ibunya. Rahma menahan airmatanya selama mungkin, namun ketika zeline terus menolak makan dan terus memanggil ibunya, pertahanan rahma runtuh. Dengan hati yang hancur, Rahma mendekati zeline sebelum gadis kecil itu akhirnya terlelap. Airmata Rahma jatuh ketika ia berbisik lembut. .
“Zeline, kamu juga putriku. Ambillah asiku agar kamu bisa tidur dengan nyenyak. Maafkan aku zeline. Aku akan mencari ibumu dan membawanya kembali untukmu.”
Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar. Tak ada yang mampu menahan isak tangis di ruangan itu. Rayan, yang selama ini terlihat kuat, tak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Airmatanya mengalir deras saat mendengar janji yang diucapkan Rahma. Tio, Sania, dan Rani, yang berada di ruangan itu, ikut menangis, tak mampu menahan emosi yang mengguncang hati mereka.
Sania dan rani, yang selama ini hanya mengidolakan rai, kini tahu kenyataan mengejutkan bahwa ibu yang dirindukan zeline adalah sosok yang mereka kagumi. Sosok yang menjadi pusat perhatian dan cinta dari ribuan orang, namun kini tak ada di sisi putrinya. Sania dan Rani sudah memutuskan dalam hati, mereka akan membantu zeline. Apa pun yang terjadi nanti, mereka siap menghadapi semua tantangan. Mereka ingin zeline bisa bertemu kembali dengan ibunya, agar kerinduan yang mendalam itu tak lagi menghantui gadis kecil yang malang.