Aku adalah seorang pacar dari pengusaha kaya dan terkenal di kota ku. Bahkan aku mampu mengalahkan cinta suami orang kepada ku daripada ke istri sah nya. Dendam memang lah sudah terpendam di dalam hati kecil ku yang paling dalam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meleleh
Ersya sangat bertekad untuk memberanikan diri dan menguatkan diri bahwa dirinya bisa melewati semua ini. Dirinya bersiap serta berdandan untuk menemui Rega. Walaupun tidak berdandan, sebenarnya Ersya sudah sangat cantik parasnya.
Ersya: "Aku harus makeup yang bagus hari ini biar tidak membuat Rega ilfil sama aku."
"Apakah dandanan aku kurang cantik ya, makanya Rega tidak mau sama aku lagi?"
"Atau aku yang terlalu overthinking ya sama dia?"
"Tapi kalau aku tidak ada perasaan sama dia, juga kan tidak akan aku pikirkan soal dia."
"Dia memang punya kehidupan sendiri, tapi masa iya lupa sama aku?"
"Entahlah, daripada harus bertanya-tanya seperti ini, lebih baik aku samperin saja tuh bocah."
Setelah lama berdandan dan siap untuk beranjak pergi, akhirnya Ersya pergi untuk menemui Rega di tempat biasanya Rega nongkrong. Tempat biasa Rega nongkrong adalah di kafe dekat taman. Ersya menjumpai Rega di sana dan berharap semoga saja mereka bertemu.
Ersya mulai overthinking, takut Rega tidak mau bertemu dengannya. Walau tidak mau berjumpa, setidaknya Ersya sudah berhasil menemui Rega. Itulah kepasrahan yang dialami oleh Ersya. Ersya memang mempunyai rasa sabar yang luas serta juga rasa ikhlas yang sangat dalam.
Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya ia sampai juga di depan kafe dekat taman. Karena kafe dekat taman ini hanya berjarak dekat dengan rumahnya, oleh karena itu ia hanya berjalan kaki tanpa berkendara atau pun mengojek.
Ersya: "Duh, gimana ya, aku deg-degan lagi."
"Masuk nggak ya?"
"Arghhh, nggak, nggak bisa kayak gini, aku harus masuk."
"Ayo, kamu bisa, Ersya, kamu pasti bisa."
Ersya: "Akhirnya ketemu juga dengan my boy."
Rega: "Hehe, iya."
Ersya: "Ihh, kok kamu malah ketawa sih?"
Rega: "Enggak kok, aku santai aja."
Ersya: "Santai apanya, orang kayak gitu kok."
Rega: "Oke, sorry."
Ersya bingung bagaimana dirinya memulai pembicaraan. Jika sudah bertemu seperti ini, dirinya hanya kebingungan karena sudah nyaman berdua hingga lupa dengan apa tujuan awalnya. Namun seperti yang diketahui, ia akan nekat kali ini. Butuh waktu serta mental yang kuat bagi Ersya untuk menemui Rega, bahkan sampai menegur.
Ersya: "Sayang, kamu kenapa sih jadi berubah sama aku?"
Rega: "Berubah apanya sih?"
Ersya: "Ya, kamu udah berubah."
Rega: "Aku nggak ada berubah."
Ersya: "Kamu udah nggak kayak dulu lagi."
Rega: "Aku masih yang dulu."
Ersya: "Nggak, kamu bohong."
Rega: "Aku itu sudah jujur, ya Ersya."
Ersya: "Tapi kamu dulu nggak kayak gini."
Rega: "Coba sekarang aku tanya, emang dulu kayak gimana?"
Ersya: "Kamu dulu selalu sayang sama aku."
Rega: "Sekarang juga selalu sayang, sayangku."
Ersya: "Tuh kan, pasti kamu manisnya hanya ketika kita bertemu saja."
Rega: "Enggak juga, sayang."
Ersya: "Iya, aku aja ada buktinya."
Rega: "Buktinya apa coba?"
Ersya: "Buktinya kamu cuek kalau di chat, manisnya hanya ketika bertemu. Di chat juga kamu seperti marah-marah terus sama aku dan mudah bad mood."
Rega: "Kan itu ngikutin kamu, sayang."
Ersya: "Mana ada aku kayak gitu. Jangan-jangan kamu ngikutin cewek lain ya." (Tuduhan yang dilontarkan Ersya kepada Rega)
Rega: "Kamu jangan nuduh gitu dong. Kalau nuduh harus ada buktinya."
Ersya: "Oke, aku akan buktikan."
Rega: "Nuduh tanpa bukti itu namanya fitnah, tau. Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan."
Ersya: "Ya sudah, sini kamu, aku bunuh saja."
Rega: "Ya jangan dong, kita kan masih harus menua bersama, hihi." (Gombal Rega kepada Ersya)
Ersya: "Ihh, kamu mah kalau ketemu aja bisa romantis kaya gini, tapi selebihnya simulasi jadi kulkas seribu pintu."
Rega: "Romantis dikit juga udah dibilang seperti itu, astaghfirullah halazim."
Ersya: "Aishhhh, tumben lu nyebut."
Rega: "Ya kan kita harus masih ingat Tuhan, sayang."
Ersya: "Emang kamu punya Tuhan?"
Rega: "Astaga, mulut kalo ngomong ngawur, bener ngadi-ngadi emang ya!"
Ersya: "Ya kan kamu aja biasanya nyebut, ga pernah mau, seperti orang kafir saja."
Rega: "Aku mah beragama, di KTP aku aja ada agamanya."
Ersya: "Terus kamu pikir di KTP aku ga ada apa?"
Rega: "Ya ada, maksudnya kan bukan begitu, gitu loh."
Ersya: "Terus maksud lo?"
Rega: "Sudah lah, kita cukup bertengkar di handphone saja. Ketika bertemu, kita harus damai."
Ersya: "Kamu aja kadang ga bisa diajak damai."
Rega: "Tapi cuma kadang kan? Berarti kadang juga bisa dong."
Ersya: "Enggak, bukan salah sebut. Tadi yang benar enggak pernah bisa diajak berdamai."
Rega: "Lihat tuh, kucing sama anjing aja damai. Masa kita enggak sih, sayang?" (menunjuk anjing dan kucing yang sedang bermain bersama)
Ersya: "Aku kan manusia, sayang. Jangan disamakan dengan hewan. Kucing dan anjing adalah hewan."
Rega: "Bukan nyamain, tapi kodratnya kucing dan anjing itu tidak bisa bersahabat."
Ersya: "Emang kita bersahabat?"
Rega: "Ya, maksudnya kan kita enggak berdamai."
Ersya: "Enggak berdamai kamu bilang?"
Rega: "Iya, kan emang susah sekali untuk kita saling berdamai."
Ersya: "Emang bener ya kita tuh enggak satu pemikiran, enggak satu frekuensi, jadinya enggak ada nyambung-nyambungnya."
Rega: "Kalau kamu mencari yang sama denganmu, kenapa kamu mencari? Cukup temui dirimu sendiri saja jika ingin yang sama seperti dirimu. Orang lain tetap orang lain, dirimu tetaplah dirimu."
Ersya: "Yahhh, kumat lagi dah ceramahnya."
Rega: "Bukan ceramah, hanya saja memberikan masukan serta saran."
Ersya: "Thanks saran-nya, tapi sorry, nggak butuh-butuh amat."
Rega: "Cuma nggak butuh-butuh amat kan, tapi masih butuh?"
Ersya: "Y."
Rega: "Ihh, lagi ngambek nih ya."
Ersya: "Apaan sih, kayak gitu gaje, tahu nggak?"
Rega: "Nggak jelas gini, tapi kamu sayang kan?" (bercanda Rega)
Ersya: "Terpaksa." (berbisik bergumam)
Rega: "Apa kamu bilang?"
Ersya: "Hah, bilang apa?" (jawabnya tak mau ketahuan dirinya bilang apa)
Rega: "Hmmm, iya-iya, biarin aja lah, pura-pura nggak tahu." (sambil muka sebal namun masih saja bercanda)
Bukan meledak, tapi malah meleleh. Itulah yang dirasakan oleh Ersya saat ini. Karena dirinya gagal untuk membuat Rega mengatakan sejujurnya. Ia memang seperti itu, selalu saja tak mampu untuk membendung perasaannya. Jika merasa sedikit senang, maka ia akan meleleh dengan siapa pun. Sampai dirinya lupa dengan tujuan awalnya. Padahal tujuan awalnya bukan untuk merasakan rayuan Rega. Tapi apalah daya, Ersya tak mampu menahan kuasa.