Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
God, I'm So Blue
"Sean?"
Aku tidak bisa berkata-kata, melihat Sean dengan penampilan yang berbeda dari dirinya saat lima tahun yang lalu. Kini, ia sudah tidak lagi memakai kacamata tebal yang biasa bertengger di pangkal hidungnya, tubuhnya semakin tinggi, rambutnya dipotong ala kekinian dan itu rapi. Dan yang terpenting, selera pakaiannya juga berubah, benar-benar tipikal seorang pria perkotaan yang selalu mengikuti trend anak muda.
"Boleh aku duduk di sebelahmu?" tanyanya kepada Alisha.
"Oh iya, silakan!" jawab Alisha dengan antusias.
"Terimakasih ...." jawabnya. Sean menutup payungnya kemudian meletakkannya di sudut ruangan sebelum bergabung bersama kami. Dia duduk di sebelah Alisha, aku tidak tahu mengapa ia meluangkan waktunya hanya untuk duduk bersama kami sedangkan mungkin saja dia hendak pergi ke suatu tempat.
Sedangkan Alisha, sudah kutebak reaksinya pasti akan berlebihan. Dengan sengaja, dia menendang-nendang kakiku di bawah meja dengan wajah tersenyum tanpa dosa. Aku menghela napas sebelum mendengarkan suara Sean kembali.
"Bagaimana kabarmu?"
"Baik, bagaimana denganmu?"
"Yah, aku baik-baik saja seperti yang kau lihat. Ngomong-ngomong dia ..." Sean melihat Alisha yang duduk di sebelahnya.
Dengan cepat, Alisha mengulurkan tangannya dan berkata, "Namaku Alisha. Ngomong-ngomong, apa kau pacar Stella? Wajar, dia tidak mau memberitahuku tentangmu, aku tidak tahu jika pacarnya adalah pria yang sangat tampan sepertimu!"
Seketika itu, mataku membola, "Dia bukan pacarku, Alisha!"
Sean tertawa kecil. "Apakah aku terlihat seperti pacarnya?"
"Iya, kalian terlihat sangat serasi walaupun aku baru saja bertemu denganmu hari ini! Eh, jadi kalian benar-benar berpacaran?"
"Hey, apa kau tidak mendengarkan perkataanku? Kukatakan sekali lagi bahwa dia bukan pacarku, kami hanya teman lama."
"Oh ya?"
"Benar kan, Sean?"
Aku menatap Sean sembari memelas, kuharap dia mau bekerja sama denganku untuk kali ini.
"Stella benar, kami hanya teman lama. Tapi doakan saja agar kami bisa segera menjadi sepasang kekasih!"
Aku hampir tidak bisa berkata-kata, aku menatap Sean tak percaya. Dia benar-benar berubah, sama sekali tidak terlihat seperti Sean yang selama ini kukenal.
"Sean, jangan bercanda!"
"Aku memang sedang tidak bercanda!"
"Ap-apa?"
Alisha tersenyum lebar, "Apa-apaan ini? Kalian membuatku iri!"
"Alisha, berhenti membicarakan omong kosong!"
Percayalah, aku sedang tidak dalam keadaan ingin berdebat di tengah hujan seperti sekarang ini.
"Hahaha, maaf-maaf, aku hanya bercanda. Kami hanya teman lama, lagipula Stella pasti sudah punya pacar!"
"Benarkah? Aku saja tidak tahu siapa pacarnya!" Alisha menatapku dengan sinis.
Sean terkekeh. "Stella dulu adik kelasku waktu SMA."
Alisha dengan cepat menumpuk salah satu lengan tangannya di atas meja dan mencondongkan tubuhnya ke arah Sean. "Boleh aku memanggilmu Sean?"
Sean terkekeh. "Iya, tentu saja boleh. Itu memang namaku!"
"Kulihat kau tadi habis keluar dari klinik hewan, apa kau bekerja di sana?" tanya Alisha lagi.
"Iya, aku bekerja di sana!"
"Wah ... jadi kau seorang dokter hewan?"
Aku mendongakkan kepala.
"Iya, benar sekali," jawab Sean sembari menatapku dan tersenyum lebar.
Alisha membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tangan. Lihat saja reaksinya itu, dia mungkin bersikeras untuk mendapatkan informasi mengenai hubunganku dengan Sean, tapi sebenarnya dia sendiri yang sepertinya tertarik dengan Sean.
"Stella, boleh aku minta nomor teleponmu?" tanyanya setelah beberapa saat.
Saat ini aku sibuk memperhatikan hujan yang menetes menuruni atap toko ini, kemudian aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas.
"Tentu saja, sebutkan nomormu, aku akan mengirim pesan!"
"Okey!" Sean juga ikut mengeluarkan ponselnya.
"Hey, bagaimana denganku?"
Aku menolehkan kepala, melihat ekspresi wajah Alisha yang cemberut. Melihatnya, aku jadi malas untuk menanggapi.
"Haha, ternyata kau pencemburu ya?" celetuk Sean.
"Hah, mana mungkin aku seperti itu!"
Sean tertawa, sedangkan Alisha masih merajuk. Tak lama kemudian, kami bertiga sibuk mengotak-atik ponsel.
Saat aku sudah mengirimkan pesan singkat, aku meletakkan ponselku di atas meja untuk menopang dagu dengan sebelah tanganku-bosan. Aku melihat jalan raya di depan sana yang mulai tergenang oleh air hujan di pinggirnya. Sedari tadi, jalan itu sangat sepi, hanya ada beberapa mobil yang lewat setelah beberapa menit, menyebabkan genangan air itu memancar. Oleh sebab itu, aku bisa melihat bangunan-bangunan yang ada di seberang jalan dengan mudah. Bangunan-bangunan tersebut rata-rata memiliki cat bewarna putih dan memiliki tingkat. Di depan masing-masing bangunan juga terdapat pot bunga dengan daun hijau yang tampak segar dan terawat. Seekor kucing putih tampak sedang meringkuk di teras milik salah satu toko buku yang sepi, tampak tidak menghiraukan beberapa pejalan kaki yang berlalu lalang sembari membawa payung di trotoar. Tepat di sebelah toko tersebut, terdapat restoran makanan Jepang yang memiliki dinding kaca, sehingga aku bisa melihat keadaan di dalamnya meskipun agak buram karena sedang hujan. Samar-samar, aku bisa melihat satu dua orang yang duduk di dalam sana sembari menikmati hidangannya.
Tak lama kemudian, dari arah pintu, terdapat sepasang pria dan wanita yang baru saja keluar sembari bergandengan tangan. Si pria terlihat memakai setelan jas bewarna biru navy, dan si wanita, memakai gaun kimono bergaya modern. Saat aku memperhatikan orang-orang tersebut, hujan deras tiba-tiba saja berhenti dan digantikan oleh hujan gerimis. Sontak saja, aku dapat melihat pasangan tersebut dengan sangat jelas. Aku melihatnya, aku melihatnya berjalan bersama wanita lain di balik jutaan tetesan air hujan yang jatuh di depan mataku.
Aku mengepalkan tanganku di atas kakiku, sembari mencoba menarik pasokan oksigen sebanyak mungkin.
Semua pandanganku menjadi buram tatkala pria itu dengan telaten memayungi seorang wanita yang sedang bersamanya untuk berjalan menuju ke sebuah mobil yang terparkir tepat di depan restoran. Saat mereka berdua sudah sampai di depan pintu mobil, langkah mereka tiba-tiba saja berhenti. Mereka berdua berdiri saling berhadapan. Sepersekian detik, wanita yang tidak kukenali itu tiba-tiba saja berjinjit dan mencondongkan wajahnya ke arah sang pria-yang tidak lain adalah Andrew.
Aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan tapi kurasa itu bukanlah hal yang baik.
Dan aku tidak tahu mengapa Andrew tidak menjaga jarak dan justru tetap diam di tempatnya. Saat wajah mereka sudah sangat dekat, tiba-tiba saja wanita itu mencium pipinya.
"Hah!" Aku mengembuskan napas berat. Melihat itu, hatiku merasa sakit. Sakit sekali saat melihat pria yang kucintai memiliki wanita lain di belakangku. Ah, seharusnya aku tidak terkejut jika nantinya dia akan meninggalkanku. Seharusnya aku sudah menyiapkan diriku sendiri dari dulu untuk tidak terlalu mencintainya.
Ya Tuhan ... aku tidak bisa melihatnya terus menerus. Akan tetapi, mengapa aku tidak bisa untuk tidak melihat pasangan yang seperti sepasang kekasih itu?
Selama ini, aku tidak pernah melihatnya bersama dengan wanita lain. Aku tahu dia selalu bersama rekan-rekannya bisnisnya, tidak untuk berkencan. Bisa jadi, sebelum ini dia sudah pernah berkencan tanpa sepengetahuanku.
"Stella?" Lamat-lamat, aku mendengar suara Sean. Dia terdengar khawatir. Aku tahu, lebih baik aku segera pergi dari sini sebelum aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.
"Stella, ada apa? Mengapa kau terlihat murung?" Itu suara Alisha.
Aku menundukkan kepala dan menggelengkan kepala dengan cepat. "A-aku akan pulang sekarang, kalian tinggalah di sini saja!"
"Stella?"
"Tidak masalah, hujannya kan sudah reda."
"Apanya yang reda? Di luar masih gerimis, Stella!" ucap Alisha khawatir.
Tanpa menunggu lebih lama, aku mengambil semua barang-barangku dengan cekatan sebelum melangkahkan kaki. Kulihat Sean dengan sigap membuka payungnya kembali dan mengikutiku dari belakang. Aku semakin mempercepat langkah menyusuri trotoar yang lantainya sudah basah, sesekali sepatuku mengenai genangan air, menciptakan suara gemericik dan cipratan air yang memancar.
"Stella!" Aku masih bisa mendengar suara Sean yang memanggilku. Aku mencoba untuk tidak menghiraukannya.
Saat tubuhku sudah sejajar dengan restoran yang kulihat tadi, aku bisa melihat Andrew yang masih berdiri di sana sembari membawa payung bewarna hitam. Mobil wanita itu sudah menghilang, digantikan oleh mobil milik Andrew yang sangat ku kenali.
Saat aku melihatnya, Andrew juga melihat ke arahku. Selama sepersekian detik, mata kami bertemu sebelum Sean sudah berdiri tepat di belakangku dengan sebuah payung yang berada di tangannya.
...CHAPTER END...
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/