Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tiga puluh
💙💙💙💙
Pak Garvi :
Zahra
Saya sudah ada di luar
Bisa kamu keluar sekarang?
Ara cepat-cepat bergegas keluar dari kostannya setelah mendapatkan pesan yang dikirimkan Garvi. Ia bahkan tidak yakin apakah dirinya barusan pamit ke Jihan dengan benar atau tidak saking terburu-burunya.
Garvi tipe yang kurang suka menunggu, makanya ia tidak ingin membiarkan sang atasan menunggu. Soalnya masa depannya tergantung pada pria itu. Maksudnya masa depan pekerjaannya ya, bukan masa depan yang lain.
"Ada apa, Pak?" tanya Ara dengan napas yang terdengar sedikit ngos-ngosan.
"Kamu sedang jogging malam?" tanya Garvi heran.
Ara langsung melotot kaget. Dalam hati perempuan itu menggerutu kesal. Bisa-bisanya bosnya ini malah berpikir kalau dirinya sedang jogging malam, padahal jelas-jelas dirinya baru saja keluar dari kostan.
Astaga, Tuhan, tolong ingatkan kalau memukul kepala orang lain, apalagi orang lain itu lebih tua dan posisinya adalah bosnya sendiri itu berdosa!
"Bapak sendiri ngapain malam-malam datang ke kostan anak gadis?" Ara balik bertanya dengan nada kesal.
Bukannya menjawab, Garvi malah menyodorkan kantong plastik kecil bertuliskan nama mini market yang menjamur di seluruh pelosok negeri.
"Ini apa, Pak?" tanya Ara kebingungan.
Garvi meraih telapak tangan Ara dan langsung memberikan kantong yang ia bawa. Ragu-ragu ia kemudian mengintip isi plastik tersebut, yang ternyata berisi dua buah es krim magnum dan cokelat silver queen.
"Lah, dalam rangka apaan nih, Pak, tetiba banget bawain es krim sama coklat?"
"Yang di sosmed kamu," balas Garvi.
Ara yang masih merasa tidak paham hanya mampu mengerutkan dahi heran. Sosial medianya? Maksudnya gegara ia tadi curhat kalau sedang stres dan pusing makanya sang atasan langsung datang kemari dan membawakannya cokelat dan es krim. Wow, bukankah ini terdengar berlebihan?
"Saya langsung pulang ya kalau begitu."
"Eitss, tunggu dulu lah, Pak," cegah Ara, "ini maksudnya gimana sih? Saya nggak paham."
Ara masih terlihat jelas kebingungan dan tidak mengerti dengan sikap sang atasan yang menurutnya ini sangatlah tiba-tiba dan random.
"Intinya es krim dan coklat itu buat kamu makan," jawab Garvi yang sama sekali tidak membuatnya puas akan jawaban bosnya itu.
"Bapak repot-repot datang ke sini cuma ngasih ini?"
Garvi langsung mengangguk cepat. "Katanya cokelat bagus buat balikin mood. Dan semoga beneran bisa balikin mood kamu."
Wow, apa yang baru saja ia dengar barusan?
"Yang bener aja, Pak, Bapak nggak ngerasa rugi dengan repot-repot datang kemari?"
Kali ini Garvi menggeleng. "Justru saya merasa akan rugi kalau tidak melakukan hal ini."
Ara semakin shock dibuatnya. "Hah? Gimana ceritanya, Pak?"
"Soalnya kalau mood kamu jelek nanti akan mempengaruhi kinerja kamu, Zahra." Garvi tiba-tiba merubah wajahnya menjadi sedikit kesal, "hal sesederhana itu masa kamu nggak paham?"
Ara sedikit tersinggung dibuatnya. "Emang selama ini sayang seenggak profesional itu?"
Garvi berpikir sebentar. "Sepertinya terkadang memang iya."
"Apa?"
Garvi berpikir sebentar. "Tapi hanya terkadang saja, sisanya kamu lumayan cukup profesional."
"Bapak kok ngeselin banget sih." Ara tiba-tiba menyipitkan kedua mata curiga, "jangan-jangan Pak Garvi mulai naksir saya ya?" tuduhnya secara tiba-tiba.
Detik berikutnya ia merasa menyesal dengan tuduhannya tersebut. Beruntung Garvi menyikapinya dengan santai.
Masih dengan wajah santainya Garvi menggeleng. "Enggak."
"Terus kenapa repot--"
"Enggak repot," potong Garvi membuat bulu kuduk Ara mendadak meremang.
"Bapak bisa stop bikin saya takut!" Ara memandang sang atasan dengan ekspresi sedikit takut.
"Loh, kenapa malah takut? Kan padahal saya mau narik perhatian kamu."
Lagi-lagi Ara dibuat shock oleh sang atasan. "Pak, Bapak demam kah?" tanyanya mulai khawatir, "narik perhatian apaan lagi sih ini? Kan saya udah bilang, saya sama Mas Dika itu nggak cocok."
"Kalau gitu sama saya," balas Garvi tanpa beban, "setelah saya pikir-pikir lebih efisien kalau kamu yang jadi istri saya."
"Wong edan," umpat Ara menahan kesal. Bukannya ikut kesal, kali ini Garvi malah tertawa kecil.
"Gaji kamu saya potong loh, Zahra," ancam Garvi tiba-tiba, "jangan mentang-mentang kamu pikir saya nggak tahu artinya ya."
"Emang Bapak tahu?" Ara bertanya dengan panik. Ia meringis malu dan segera meminta maaf saat mendapati pelototan tajam dari sang atasan.
"Ya lagian Bapak aneh-aneh tahu nggak?"
Garvi menggeleng dan itu membuatnya bertambah kesal.
"Soalnya menurut saya, saya hanya melakukan hal yang wajar."
"Wajar bagian mananya, Pak? Bapak tetiba dateng terus bawain saya es krim itu udah aneh banget loh, Pak."
"Ya namanya buat narik perhatian kamu," balas Garvi.
"Jadi maksudnya ini semacam sogokan?"
Garvi berpikir sebentar kemudian mengangguk. "Gimana enaknya kamu aja, saya nggak masalah kalau semisal kamu berpikir demikian."
"Enggak bisa, saya nggak bisa nerimanya kalau gitu."
Garvi mundur saat Ara berusaha menyerahkan plastik kecil itu kembali padanya.
"Zahra, maaf, saya tidak bisa menerima barang yang sudah saya kasih ke orang. Saya pamit duluan!"
"Lah, Pak!"
Garvi tidak peduli, ia langsung pergi begitu saja meski Ara sudah berusaha memanggilnya berkali-kali.
Memang bosnya ini adalah makhluk Tuhan yang paling mengesalkan di muka bumi ini. Kalau tidak ingat orang itu yang memberinya gaji bulanan, ia pasti tidak akan sudi sih berurusan dengan pria itu.
💙💙💙💙
Pak Garvi :
Kamu kenapa nggak suka magnum?
Biasanya pada suka
Anda :
Mungkin mantan bapak iya, maaf tapi saya pengecualian
Pak Garvi :
Lalu kamu sukanya apa?
Anda :
Uang
Pak Garvi :
Dasar
Jangan bercanda, Zahra!
Anda :
Loh, saya serius, Pak
Coba bapak pikir siapa yang nggak suka uang
Pak Garvi :
Monyet
Anda :
Hahaha, lucu juga pak
Pak Garvi :
Tunggu sebentar
Tak berapa lama setelah balasan dari Garvi masuk. Pintu kamar kost Ara diketuk. Ia menoleh ke arah Jihan yang kini sedang memasang wajah bingungnya lalu mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.
Ara kemudian berdiri dan membuka pintu.
"Buset, lama bener," ucap Faris, salah satu penghuni kostan sini juga, "nih, tadi ada titipan dari cowok lo," sambungnya sambil menyodorkan sekantong plastik berlogo mini market.
"Hah?" Ara bengong selama beberapa saat dan bukannya langsung mengambil plastik yang Faris sodorkan.
"Buruan diambil, tangan gue pegel, Ra," decak pria itu sedikit kesal.
Cepat-cepat Ara mengambil alih plastik dari tangan Faris tak lupa sambil mengucapkan terima kasih.
"Btw, selera cowok lo oke juga," ucap pria itu sebelum pamit dan bergegas menuju kamarnya sendiri. Sementara Ara hanya mematung kebingungan.
Cowok? Cowok siapa ini yang Faris maksud? Bukan bosnya itu kan?
"Pacar kamu baik banget ya, Ra?"
Pertanyaan Jihan hanya dibalas Ara dengan ringisan samar. Soalnya dia bingung juga mau balas apa. Setelah mengetahui isi plastik tersebut, Ara cepat-cepat mengirim chat pada sang atasan.
Anda :
Send a picture
Dari bapak?
Pak Garvi :
Iya. Selamat menikmati, Zahra!
Anda :
Astaga, Pak
Pak Garvi :
Sama-sama. Tidak perlu merasa sungkan, jangan lupa dihabiskan dan tolong besok bekerja dengan mood yang lebih baik
Anda :
😅
Baik pak, terima kasih
💙💙💙💙
galak² gimanaa.. gitu 😆😂😂