Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Saya serahkan saja mereka pada pak polisi. Saya tidak ingin berurusan dengan mereka. Oh iya, saya juga mau mereka menandatangani surat perjanjian supaya tidak mengganggu saya lagi. Dan juga, saya mau mereka ganti semua kerugian di rumah saya."
"Baik, kalian semua dengar Ibu-ibu?"
Ibu-ibu itu tidak ada yang menjawab. Mereka semua diam dan menunduk. Mereka tahu kalau memang mereka salah dan sekarang Talita sudah tidak mau berurusan dengan mereka.
Terserah polisi saja mau memberikan hukuman seperti apa kepada mereka semua. Kali ini, mereka sudah kelewatan. Seandainya saat itu Bu Romlah tidak ada, mungkin Talita sudah jadi perkedel.
Talita hanya ingin membuat mereka jera dulu. Supaya nanti mereka tidak akan sembarangan dalam menuduh orang lain lagi. Tanpa ada nya bukti.
"Bagaimana perkembangan kasus Pak Man?"
"Ciri-ciri pelaku sudah kita kantongi. Kami mencurigai mantan istri nya yang datang tiba tiba setelah beberapa tahun menghilang."
"Tapi, apa mungkin seorang wanita bisa berbuat hal se keji itu?"
"Kenapa tidak?"
"Kalau memang seperti itu, berarti dia benar-benar kejam."
"Kau harus berhati-hati, Talita. Seperti nya, wanita itu akan terus mengincar mu. Berhati-hati juga dengan pria kidal. Bisa jadi dia sering memperhatikan gerak gerik mu."
"Sudah tahu aku dalam bahaya, harus nya kalian lindungi aku dong. Huft,, gara-gara warisan hidup jadi tak tenang. Mending jualan kue. Walaupun capek, tapi nggak di kejar-kejar penjahat."
"Semua sudah takdir mu, Talita. Pasti Pak Sudirman memiliki alasan yang tepat."
"Entah lah bang, aku juga khawatir sama Tania. Gimana kalau penjahat nya juga mengincar dia."
"Nanti Abang akan bicara langsung sama atasan, supaya bisa menjaga rumah kamu."
"Janji, ya."
"Iya. Iya."
*****
Di tempat lain, Rahayu begitu murka. Lagi-lagi rencana nya gagal. Ia sangat kesal sekali. Kalau begini, orang-orang malah curiga pada nya.
"Harus nya kita bu-nuh saja dua anak itu biar lebih mudah. Kalau seperti ini, akan membuang waktu."
"Kita tidak bisa gegabah, polisi akan semakin curiga."
"Nyonya, mereka hanya tinggal berdua. Siapa yang akan melindungi mereka?"
"Betul juga. Kalau mereka tiada, otomatis aku masih bisa mengambil sedikit keuntungan. Kalau begitu, pakai cara cepat. Aku mau besok mereka sudah pindah alam."
"Baik, akan aku laksanakan."
Kaki tangan nya Rahayu adalah orang kepercayaan nya sedari dulu. Laki-laki itu sudah banyak di tolong dan sekarang waktu nya membalas budi.
Ia akan melakukan apa saja yang di perintahkan Rahayu tanpa imbalan sama sekali. Semua kejahatan Rahayu, dia lah yang menanggung nya.
*****
Sore berganti malam, secepat itu waktu berlalu. Malam ini Talita dan Tania ingin beristirahat. Seharian mereka sangat lelah membersihkan rumah yang di acak-acak oleh geng Ibu-ibu.
Belum lagi bau telur yang di lempar, membuat teras rumah Talita berbau anyir. Berapa kali pun mereka menambahkan pewangi lantai, tetap saja bau itu masih belum hilang.
Bau yang lama di bersihkan karena Talita harus buru-buru datang ke kantor polisi. Dan Tania pun ke sekolah. Bu Romlah tidak ingin meninggalkan Tania sendirian. Beliau bahkan menunggu Tania sampai pulang sekolah.
Setelah menyelesaikan pekerjaan bersih-bersih itu, mereka pun beristirahat. Talita dan Tania akhirnya berangkat ke alam mimpi tanpa basa basi.
Tanpa mereka sadari, seorang pria sedang mengendap-ngendap ingin masuk ke rumah mereka. Ia mengintai sekitar terlebih dahulu. Ia sedang menunggu waktu yang tepat untuk masuk ke sana.
Pelan-pelan ia berjalan mengitari rumah itu, rencananya ia akan masuk melalui jendela, akan tetapi setiap pintu dan jendela ternyata sudah di pasangi teralis.
Akhir nya, ia memutuskan naik dan masuk melalui loteng. Tania yang tadi nya ketiduran, merasa kantung kemih nya penuh. Ia lupa kalau tadi tidur belum buang air kecil.
Ia pun bangun dan ingin ke kamar mandi. Tapi saat itu, ia mendengar ada suara aneh yang terdengar di loteng rumah nya. Suara itu seperti suara cakaran. Seketika bulu kuduk Tania meremang.
"Kak Talita, bangun."
"Ada apa dek?"
"Aku mau pipis, tapi tadi dengar suara ribut-ribut di loteng."
"Palingan juga tikus."
"Nggak mungkin kak. Suara nya itu serem. Temanin Tania ke kamar mandi, ya. Tania udah kebelet ni."
"Iya deh. Yuk."
Talita yang mata nya belum terbuka sempurna ikut menemani adik nya ke kamar mandi. Saat mereka telah sampai di dapur, suara itu sudah tidak terdengar lagi.
Entah apa yang di lakukan pria itu di atas sana. Berusaha seperti apapun ia pasti akan susah melubangi plafon yang ada di atas. Plafon bukan sembarang plafon. Pak Man dulu memasang Plafon kualitas super.
Saat mereka akan masuk ke dalam kamar, suara itu terdengar kembali. Kali ini terdengar lebih kuat. Seperti ada kaki yang menghentak-hentak.
Lalu tiba-tiba,, brak....
Seorang pria yang memakai topeng jatuh dari atas loteng rumah mereka. Seketika itu juga, Tania dan Talita berteriak sekuat tenaga.
"Aaaaaaa maliiiingg,,"
Pria yang pendaratan nya tidak mulus itu langsung bangun sambil memegang pinggang nya yang sakit. Ia kalang kabut saat mendengar teriakan dua gadis di depan nya ini.
Tidak bisa di ragukan lagi, suara mereka memang sangat besar. Sehingga membangunkan tetangga di kiri dan kanan.
"Talita, buka pintu nya. Kalian kenapa?" Tanya salah satu tetangga yang rumah nya paling dekat.
Kebetulan beliau adalah penjual nasi pagi, jadi kadang sering telat tidur karena harus menyiapkan barang dagangan nya di malam hari.
"Tolong... Ada maling.."
Tania yang akan membuka pintu tiba-tiba saja di tarik oleh pria itu. Pria itu memang sangat pintar. Ia tahu kalau Tania tidak akan kuat dalam melawan.
Talita sempat berlari dan membuka pintu depan agar para tetangga berdatangan. Untung saja ia tadi lupa menarik kunci. Sehingga kunci itu masih tergantung di pintu.
Biasa nya saat mengunci pintu, ia akan memutar sebanyak dua kali. Tapi malam tadi, ia hanya memutar kunci itu sebanyak satu kali. Dan itu membantu Talita untuk bergerak cepat.
Para tetangga yang sudah tahu Talita mengalami bahaya langsung berdatangan. Mereka pun berteriak sehingga mengundang tetangga yang lain untuk datang.
"Ku-rang a-jaaaaaar kalian. Sial!"
Pria bertopeng itu sudah tersudut di dapur rumah milik Talita, ia sudah tidak bisa berkutik lagi. Baik itu di pintu dapur, atau pintu depan, tetangga sudah mengepung rumah Talita.
Hanya saja, yang menjadi ketakutan Talita adalah Tania yang saat ini sedang berada di depan pria itu. Pisau di arahkan ke leher Tania.
Bukan nya menangis, Tania malah diam dan mengatur pernafasan nya agar tidak terlalu panik. Ia harus berfikir jernih supaya bisa pelan-pelan menjauh.
Saat Tania sedang berfikir bagaimana cara nya untuk kabur, Talita baru sadar kalau pria yang ada di depan nya saat ini kidal. Seketika Talita langsung histeris.
"Kau yang membunuh Pak Man, bukan? Iya. Itu pasti kau. Dasar pembunuh kau. Tega sekali kau berbuat keji."
Pria bertopeng itu sangat terkejut. Mengapa ia bisa ketahuan. Padahal selama ini ia telah berusaha menyembunyikan barang bukti.
"Diam, atau ku percepat kematian adik mu." Ucap Pria itu sambil menggores sedikit kulit Tania.
Tania tidak bergerak dan juga menangis. Jika ia lakukan itu, pasti pisau yang tajam akan lebih kuat menggores leher nya.
Talita sangat ketakutan, bayangan kematian Tasya terus tampak di dalam pikirannya. Akan kah ia kehilangan adik nya lagi. Tidak, ia tidak akan sanggup jika harus kehilangan lagi.
"Apa mau mu?" Talita mencoba bernegosiasi.
Ia yakin saat ini pasti tetangga nya sedang berusaha menghubungi polisi. Ia hanya perlu mengajak pria itu bicara.
"Aku hanya ingin menghabisi kalian berdua."
"Baik, kau bisa menghabisi kami. Aku yang duluan, kau bisa lepaskan adik ku dulu."
"Aku yang menjadi pembunuh nya, mengapa pulak kau yang mengatur."
"Aku hanya ingin memberi mu solusi. Memang nya dapat apa kau jika menghabisi kami? Uang? Cinta? Tahta? Atau kesetiaan?"
"Diam, banyak sekali bicara mu."
"Oke, aku akan diam. Hanya saja, sebelum mati, bolehkah aku membuat permintaan?"
"Apa itu?"
"Aku hanya ingin tahu, apakah bu Rahayu yang menyuruh mu membunuh Pak Sudirman?"
"Itu bukan lah permintaan."
"Ayolah, bukan kah sebentar lagi kau akan mencabut nyawa kami? Beritahu aku saja. Tidak akan ada yang tahu masalah ini."
"Memang nya kenapa kalau Nyonya Rahayu yang menyuruhku. Kalian tidak punya bukti, bukan. Sudah, aku tidak sanggup lagi mendengar ocehan mu. Ucapkan selamat tinggal pada adik kesayangan mu ini."
"Tidaaak....."
Dor... Dor... Dor..
Sebelah kaki milik pria bertopeng itu terkena timah panas. Ia pun jatuh dan Tania menendang burung perkutut nya.
Tania berlari ke pelukan Talita dan memeluk nya erat. Ia sangat takut. Mereka berdua ketakutan setengah mati.
Polisi pun langsung membekuk pria bertopeng itu. Ternyata polisi sudah sampai dari tadi. Hanya saja, Talita memberikan kode agar polisi tidak turun tangan terlebih dahulu.
Talita takut karena Tania masih di sandera di sana. Talita ingin memakai cara nya, dan ternyata berhasil.
Namun yang lebih membuat semua polisi yang ada di sana terkejut adalah. Tidak ada satu pun dari mereka yang melepaskan tembakan itu.
Lalu, siapa kah yang telah menembak pelaku kejahatan tersebut?
Bersambung.....