Annisa tidak pernah menyangka pernikahan yang diamanatkan oleh mendiang suaminya menjadi sebuah petaka dari berbagai masalah dalam maupun luar. Bahkan belum lama mereka menikah, Ardika sudah tergoda oleh perempuan lain hingga berani bermain api tanpa memedulikan perasaan sang istri yang dihargai sebagai pasangan baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nazurak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fahri
"Annisa, aku tahu sejak awal perbuatanku salah, aku tidak pernah menghargai kamu. Akan tetapi, beri aku kesempatan untuk menebus semuanya. Aku baru menyadari ....” Belum sempat Ardika melanjutkan perkataannya, Annisa menutup telinga dan pergi meninggalkan Ardika yang terpaku di tempat. Dalam sekejap sang istri sudah tidak di hadapannya lagi.
Di depan, Fahri sudah membukakan pintu mobil untuk Annisa, agar setelahnya bisa langsung jalan karena waktu sangatlah berharga. Lalu, tiba-tiba terdengar suara teriakan Ardika. Namun, teriakan laki-laki itu saat ini tak lagi berarti buat Annisa. Pernikahan Annisa dan Ardika baru seumur jagung, tapi berani beraninya Ardika memberikan noda merah pernikahan mereka dengan perselingkuhan yang ia lakukan.
Ardika tidak mau menyerah, dia berlari ke arah Annisa. “Annisa, apa pun yang kamu mau, akan aku kabulkan, tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini,” pinta Ardika mencoba meraih tangan Annisa. Ardika benar-benar telah menyesali perbuatannya. Dia baru menyadari bahwa yang ia lakukan pada Annisa selama ini salah.
“Sudah dibilang percuma kamu memohon, aku tidak akan luluh. Lebih baik kita jaga jarak dari sekarang,” kata Annisa terpaksa. Sebenarnya dia tidak tega berbicara kasar seperti itu. Namun, saat ini mungkin itu yang terbaik, karena hatinya terlanjur sakit bertubi-tubi atas pengkhianatan Ardika.
“Beri aku kesempatan perbaiki semua! Aku janji gak akan membuatmu kecewa,” pinta Ardika sekali lagi untuk membujuk istrinya yang selalu menghindar untuk bertahap langsung dengannya. Ardika rela memohon seperti itu, walaupun dia harus mempertaruhkan harga dirinya.
“Cukup, silakan pergi! Untuk saat ini aku gak mau melihatmu. Tolong jauh-jauh dari aku, Ardika!” Pertama kalinya Annisa berteriak di depan Ardika, membuat Fahri yang ada di dalam mobil terkejut dan bergegas keluar menghampiri Annisa. Antara iba dan kesal melihat Ardika yang sedari tadi terus memohon pada Annisa, tapi itulah konsekuensi yang harus Ardika terima atas perbuatannya.
“Annisa, kenapa kamu sangat membenci aku?” tanya Ardika lirih, ternyata seperti ini yang dulu Annisa rasakan ketika dia mengabaikan, kini Ardika mendapat karmanya. Ternyata tamparan di pipi tidak lagi menyakitkan dibandingkan dibentak oleh seorang istri.
“Ardika, sebenarnya kamu ngerti bahasaku tidak, sih?” ketus Annisa seraya mendorong tubuh Ardika jauh-jauh. Lalu, mengajak Fahri yang sudah lama menunggu untuk segera pergi dari tempat ini. “Fahri, ayoo kita jalan!”
Tanpa menjawab ajakan Annisa lagi, Fahri langsung menekan pedal gas mobilnya. Di sampingnya, Annisa sedang menangis, hati Annisa terasa sakit ketika mengingat kejadian tadi. Annisa tidak pernah berteriak seperti tadi. Namun, teriakan tadi adalah arti dari betapa terlukanya perasaannya. Kini ia tidak tahu harus mencari penghiburan dari mana. Menikah dan mencintai Ardika adalah derita. Andai sejak awal dia tahu bahwa akhirnya begini, tidak akan pernah Annisa biarkan dirinya jatuh sedalam ini ke kehidupan Ardika.
Di tempatnya, Ardika terus memandangi mobil yang ditumpangi oleh sang istri itu semakin menjauh pergi. Lantas, Ardika mengambil mobil sportnya untuk menyusul mobil yang membawa sang istri. Ardika melaju dengan kecepatan tinggi agar bisa mengambil istrinya, meskipun Ardika tahu bahwa hasilnya sudah pasti ditolak. Namun, ia tidak rela istrinya jatuh di tangan laki-laki lain bahkan teman Annisa sendiri. Karena sebagai sesama lelaki, Ardika bisa melihat adanya cinta di mata Fahri untuk Annisa. Semua akan Ardika pertaruhkan dan akan dia korbankan untuk bisa mengambil hati istrinya kembali bagaimanapun caranya.
“Annisa, aku akan buktikan bahwa ucapanku bukan omong kosong atau janji palsu ke kamu,” gumam Ardika seraya menatap tajam ke arah jalanan untuk bisa menghadang mobil yang membawa Annisa.
Dari kaca spion, Fahri melihat mobil Ardika melaju kencang untuk menyusulnya. Namun, Fahri tidak tega untuk mengatakan kepada Annisa. Apalagi saat ini perempuan di sebelahnya itu masih menangis. Tanpa meminta persetujuan Annisa, Fahri langsung menambahkan kecepatan laju mobilnya supaya Ardika tidak bisa menghadangnya. Annisa yang mulai menyadari suasana tiba-tiba menjadi menegangkan, Annisa pun berinisiatif untuk melihat ke kaca spion untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan ternyata benar saja orang yang tidak ingin ia lihat saat ini sedang mengejar mobil yang ia tumpangi.
“Fahri, kamu coba cari jalan alternatif dan berusaha sekuat mungkin supaya mobil di belakang tertinggal. Solusi yang bisa kupikirkan saat ini hanya itu,” usul Annisa menepuk pundak laki-laki yang sedang fokus mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
“Oh iya ya, kenapa nggak terpikirkan sampai hal itu. Untung saja kamu cepat kasih solusi, jadi aku tidak perlu ngebut di jalanan Ibu Kota yang bisa membahayakan kita,” ucap Fahri langsung menyalip mobil di depannya. Namun, tepat di persimpangan mobil Fahri berbelok untuk mengelabui Ardika yang terus mengikutinya. Annisa bisa bernapas lega ketika mobil Fahri sudah masuk di gang. Kemampuan Fahri mengendarai mobil memang tidak perlu diragukan lagi.
“Kamu sepertinya sudah sangat kenal kebiasaanku sekarang, mengagumkan. Jangan-jangan....” goda Fahri seraya tersenyum nakal melirik ke arah Annisa. Annisa sendiri memalingkan wajahnya berpura-pura tidak mendengar perkataan laki-laki di sebelahnya.
“Dulu itu, kamu selalu mengajakku mengendarai mobil dalam kecepatan tinggi. Bagaimana aku tidak bisa paham betul karaktermu seperti apa,” balas Annisa tersenyum kecil mengingat kejahilan Fahri di masa itu. Fahri sendiri terkejut mendengar Annisa menceritakan kenangan gilanya.
“Sayangnya kejadian itu tidak bisa membuatmu jatuh cinta padaku,” seloroh Fahri tidak mau kalah. Namun, dibalik gelak candanya ada maksud tertentu yang ditujukan untuk perempuan sebaik Annisa.
Annisa hanya diam membisu mendengar ucapan Fahri, karena bagi Annisa Fahri adalaj teman terbaiknya. Tidak mungkin untuk saling mencintai. Apalagi, statusnya kini masih istri sah dari Ardika, bahkan baru beberapa hari mereka menikah. Jadi, tidak sepantasnya Annisa untuk menjalin hubungan dekat dengan seseorang laki-laki lain. Jika iya, apa bedanya dia dengan Ardika? Bagaimana kalau suaminya mengetahui akan hal ini, bisa-bisa ... ah, lupakan saja! Annisa dan Fahri tidak ada hubungan apa apa selain teman.
“Nisa, aku Cuma bercanda, jadi jangan dianggap serius! Ayolah,” pinta Fahri tidak enak hati karena melihat Annisa langsung melamun.
“Aku tahu kamu hanya bercanda kok. Kita langsung pulang ya! Statusku masih istri orang, jadi tidak baik kalau aku lama-lama pergi dengan laki laki lain,” pinta Annisa sebelum dirinya termakan dengan pesona Fahri. Karena hati Annisa mudah tersentuh oleh ketulusan seseorang.
“Baiklah,” gumam Fahri seraya tersenyum. Sebenarnya Fahri sedikit kecewa karena Annisa tidak membalas perasaan cintanya. Namun, di sini Fahri sadar diri bahwa dia tidak boleh merusak pagar ayu milik orang lain.
Sedangkan Ardika, dia terus memukul setir berulang karena merasa ketinggalan jauh dari mobil yang Annisa dan Fahri tumpangi, sungguh dia sangat kesal setengah mati. Ardika merasa gagal untuk membawa pulang istrinya. Ardika tidak mau jika Annisa berpaling darinya, dia tidak mau perusahaan serta karirnya terancam.
“Annisa, tunggu saja, aku nggak akan menyerah untuk mengambil hatimu kembali! Jangan pernah berharap untuk berpisah denganku,” gumam Ardika bermonolog. Ia masih mencoba untuk menelusuri jalanan Ibu Kota untuk menemukan istrinya.
Lama tidak bisa menemukan mobil Fahri, akhirnya Ardika memutuskan untuk menghubungi Annisa. Ardika mencari nomor yang dituju untuk dihubungi, dan beberapa menit kemudian saluran telepon tersambung.
“Halo, Annisa. Tolong dengarkan aku, aku mohon beri satu kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya!” Ardika pun menepikan mobilnya.
“Kenapa selalu keras kepala sih? Aku sudah bilang cukup, ya cukup! Apa yang mau kamu perbaiki, hah? Kesalahan lain mungkin bisa aku maafkan, tapi kalau untuk pengkhianatan jangan harap aku bisa memaafkan. Aku sudah melihat dengan mataku sendiri apa yang kalian perbuat di sana.” Annisa sebenarnya sangat tidak ingin menerima panggilan telepon dari suaminya, tetapi sedari tadi telepon dari Ardika sangat mengganggu.
“Annisa, status kita masih sah sebagai suami-istri. Jadi aku mau kita bisa selesaikan semuanya dengan baik-baik. Jangan childish seperti ini! Aku akan tunggu kamu di rumah ya!”
oh iya btw mampir juga dong kecerita aku kita sama sama saling dukung yukkkkk