Alana, seorang gadis yang harus tinggal bersama keluarga Zayn setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, merasa terasing karena diperlakukan dengan diskriminasi oleh keluarga tersebut. Namun, Alana menemukan kenyamanan dalam sosok tetangga baru yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, hingga kemudian ia menyadari bahwa tetangga tersebut ternyata adalah guru barunya di sekolah.
Di sisi lain, Zayn, sahabat terdekat Alana sejak kecil, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alana telah berkembang menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Kini, Alana dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan membuka hati untuk Zayn yang selalu ada di sisinya, atau justru untuk guru barunya yang penuh perhatian?
Temukan kisah penuh emosi dan cinta dalam Novel "Dilema Cinta". Siapakah yang akan dipilih oleh Alana? Saksikan kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nungaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
Malam sudah cukup larut, suara jangkrik bersahutan mengisi keheningan yang pekat. Alana masih berbaring, membiarkan pintu kamarnya terbuka lebar. Dari posisinya, ia melihat bayangan Zayn keluar dari kamar depan, dibalut jaket hijau tebal favoritnya.
"Za?! kamu mau ke mana di jam segini?" teriak Alana.
“Mini market" sahut zayn.
Alana tersenyum "Belikan aku susu coklat, ya?
"iya" balas Zayn singkat.
Setelah Zayn pergi, Lana langsung menyambar kemeja yang tergantung di kamarnya dan berlari keluar. " Kayaknya Ini saat yang tepat deh!" pikirnya penuh semangat ia segera menuruni tangga menuju rumah bawah.
Ting... Nong!
Lana menekan bel rumah Zidan. Tak lama kemudian, pintu pun terbuka.
Ceklek....
"Eh, wanita rokok!" Zidan terkejut.
Dengan ragu Lana menyerahkan buntelan keresek berisi kemeja Zidan. "Ah, aku mau mengembalikan baju ini, jadi..."
Bukannya menerima Zidan malah menariknya ke dalam rumah. Alana terkejut, matanya langsung membulat, Sementara itu, Zidan menatapnya serius, dengan raut cemas ia berkata.
"La? Apa kamu... jago menangkap serangga?"
Alana mengernyit "Apa?? serangga apa maksudnya?"
Zidan segera menuntun Lana menuju sebuah ruangan, sambil menunjuk seekor kecoak yang sangat besar di sudut. Zidan langsung bergidik ngeri.
“Itu!”
“Shh… hiiii! Cepetan tangkepin itu dong!” jerit Zidan panik sambil mundur pelan-pelan, ngumpet di balik Alana. Wajahnya pucat, dan tangannya masih nempel di punggung Alana, intip-intip kecoak yang makin mendekat. Sementara itu, Alana cuma santai ngangkat sandal, siap-siap nimpuk kecoak itu.
"Pak... pak!"
Suara sandal bertemu dinding berulang kali saat Alana mencoba memukul kecoak itu, tapi sialnya si kecoak malah lari zig-zag entah ke mana.
"Loh, kok aku malah jadi begini sih? Kayak pemadam kebakaran aja, anjir, tugasnya macam-macam. Padahal niatnya kan cuma mau ngembaliin baju," batinnya sambil menggeleng tak percaya, menahan tawa melihat sandal di tangannya.
Eh, nongol lagi tuh kecoak! Awas aja, ku kejar sampe kena pokoknya.
"Pak...!"
Lana kembali menghantam kecoak itu dengan keras, kali ini tepat sasaran. Kecoak tersebut terkapar tak berdaya, dan ruangan pun mendadak hening setelah aksinya. Lana berdiri dengan bangga, sambil melihat hasil karyanya dengan seulas senyum puas.
“Nah, ketangkep kan! Mampus nggak tuh!” seru Lana.
Zidan, menghela napas lega.“Syukurlah! wiih... keren kamu" Ujarnya sambil bertepuk tangan.
Lana mendekati kecoak itu “Kalau gitu, aku buang ke tempat sampah ya?”
“Eh, jangan...! Biar aku buang ke toilet aja,” ucap Zidan sambil mengambil sarung tangan dan plastik.
Dia sangat penakut! pikir Lana, sambil mengedarkan pandangannya ke ruangan yang berantakan. Baju dan celana berserakan di mana-mana, dan banyak kardus tergeletak di lantai, membuat suasana semakin kacau.
Kok bisa sih, ruangan seberantakan ini? Kayak baru digempur alien aja! batinnya, sambil menggelengkan kepala melihat kekacauan yang ada.
Astaga! Dia masih pakai kalender dinding?
Lana menatap kalender itu dengan heran. Tanggal 15 dilingkari dengan tinta merah, seolah ada sesuatu yang penting di hari itu.
Alana tampak berfikir “Ehmm…”
Zidan muncul dari dalam toilet dan melihat Lana yang tampak keheranan melihat kalender yang ia lingkari dengan tinta merah.
"Ah, itu ya? Tanggal 15 Mei adalah ulang tahun orang yang berharga," ucapnya sambil tersenyum.
"Oh... Iya," jawab Lana canggung, sambil menduga dalam hati, Jadi, itu ulang tahun pacarnya ya...
"Kalau begitu, saya pulang du—"
Duak!
"Auww...!" pekiknya.
Lana tersandung pintu saat hendak keluar. Ia mengangkat dan memegangi kakinya yang sakit sambil berjingkat-jingkat. Wajahnya meringis kesakitan, dan tanpa sadar, tubuhnya oleng karena tak seimbang.
Zidan dengan cepat bergerak, menangkap tubuh Lana yang hampir jatuh, memeluknya dari belakang dengan sigap.
“Hati-hati, barang-barangku masih berserakan. Maaf ya, lantainya belum sempat ku rapikan.” ucap Zidan.
Wajah Lana langsung memerah saat menyadari posisi mereka yang canggung. Rasa malu menjalar di seluruh tubuhnya, membuatnya tergagap. "I-itu... saya pulang dulu, ya. Kalau takut serangga, b-beli saja semprotan anti serangga!" ucapnya, berusaha melepaskan diri dari pelukan Zidan.
Bukannya melepaskan, Zidan malah memutar tubuh Lana hingga ia berbalik menghadapnya. Ia mendekatkan wajahnya begitu dekat hingga Lana bisa merasakan hembusan napasnya.
Lana semakin panik. “Apa? Ada apa?!”
Zidan menatap Lana dalam-dalam, matanya menelisik setiap inci wajah cantiknya, lalu berbisik ke telinga Alana dengan suara maskulinnya, “Apa rahasiamu?”
Senyum tipis di wajahnya menambah kesan misterius. Lana merasakan jantungnya berdebar lebih cepat, dan dia tak tahu harus menjawab apa. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. “Hah? Rahasia? Nggak ada, kok!” jawabnya terbata-bata, berusaha menjaga ketenangannya.
Zidan semakin mendekat, mengikis jarak di antara mereka hingga hampir tak tersisa. Ia seolah mengendus aroma Alana yang segar dan manis. "Rahasia agar tak berbau rokok sama sekali," ucapnya, senyumnya makin mengembang.
Tapi tiba-tiba, ekspresi Lana berubah kesal.
“SAYA KAN SUDAH KASIH TAHU KALAU SAYA TIDAK MEROKOK!!!” teriak Lana.
plak..
Suara keras dari sandal yang terjatuh saat Lana bergerak mundur dengan cepat. Dalam sekejap, ketegangan yang semula terbangun berubah menjadi momen canggung yang lucu. Zidan terkejut, matanya membulat lebar melihat reaksi Lana yang tiba-tiba.
“Lain kali kasih tahu ya? Haha...” Zidan berseru dengan nada menggoda, ia tak bisa menahan senyum saat melihat Lana yang kesal.
Lana mengerucutkan bibirnya dan segera melangkah keluar namun langkahnya terhenti saat Zayn tiba-tiba muncul dari pintu depan, membawa sekeresek belanjaan.
“Eh…! Za!”
Zayn menghentikan langkahnya, menatap ke arah Zidan dengan tajam.
Zidan merasa bingung dengan tatapan itu, namun ia tetap menyapa Zayn dengan senyuman ramah sambil melambaikan tangan. “Hai…”
Zayn tak menghiraukan sapaan Zidan, lalu melanjutkan langkahnya menaiki tangga.
“Aku sudah beli susu cokelatmu,” Ujarnya
Lana menatap Zayn, merasa ada yang aneh. Ia berpikir Zayn marah, tapi tak tahu apa penyebabnya.
Sesampainya di rumah, Lana duduk di sofa ruang tengah, entah mengapa ia merasa harus menjelaskan tentang lelaki yang tinggal di bawah pada zayn.
"Dia itu orang yang pindah ke rumah bawah kemarin. Aku ke sana untuk mengembalikan sesuatu padanya, tapi tiba-tiba dia malah menyuruhku menangkap serangga." jelasnya.
"Dia kelihatan kuat, tapi ketakutan setengah mati cuma karena seekor serangga, loh!" lanjut Lana.
Tiba-tiba, Zayn menarik kaki Lana dengan wajah marah, membuatnya terkejut dan membelalak.
"Uwahhh...! Kamu ngapain? Kakiku bau, loh!" seru Lana.
Zayn melirik Lana, sorot matanya menunjukan bahwa ia marah "Kamu nggak sadar kalau kakimu berdarah, ya?"
"Berdarah?" Lana lalu melongok kakinya. "Eh..! Ternyata bener-bener berdarah, ya? Ah, cuma segini doang kok, haha."
Zayn menatap Lana dengan wajah tidak senang, jelas terganggu dengan sikapnya yang selalu menahan rasa sakit seolah itu bukan masalah besar.
"Yang jelas aku geregetan sama kamu, Lana! Kalau sakit, bilang sakit, jangan ditahan terus!"
Ucap zayn kesal, matanya menatap tajam seolah menuntut Lana lebih peduli pada dirinya sendiri.
"Aku beneran nggak papa, kok."
Orang yang juga akan merasakan sakit kalau aku sakit. Kalau ada orang seperti itu... bagaimana bisa aku dengan mudah mengatakan kalau... aku sakit? Karena aku tidak ingin melihat orang itu terluka. gumam Lana dalam hati.
Ia menatap Zayn, yang masih sibuk merawat kakinya. Di dalam hatinya, ia merasa tersentuh oleh perhatian yang Zayn berikan, meski ia tidak pernah mengatakannya secara langsung.