Lintang yang baru pulang ke kampung halamannya setelah 2 tahun merantau ke kota menjadi baby sitter merasakan kampungnya sangat mencekam. Ia melihat sosok mahluk menyeramkan saat Maghrib karena tidak percaya dengan cerita Doni bahwa kampungnya sedang terjadi teror oleh hantu Seruni.
Siapa Seruni sebenarnya, mengapa ia meneror warga kampung Sedap Malam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Lintang mencoba menghubungi Doni. Setelah 2 kali deringan baru Doni mengangkatnya.
"Halo!" sapa Doni dari seberang telepon.
"Ha-halo. Ini aku!" jawab Lintang gugup.
Terdengar suara kekehan dari Doni di seberang sana.
"Ada apa? Apa kau sangat merindukan ku, hmm?" tanya Dewa membuat Lintang tersenyum.
"Nggak, aku cuma mau tanya. Kamu pulang jam berapa?" Tanya Lintang, ia menyembunyikan rasa bahagianya karena mendengar suara Doni.
"Aku belum tau, sebaiknya kau tidur saja. Tidak usah menungguku, kemungkinan aku pulang dini hari." Jawab Doni menjelaskan.
"Emm, ya sudah aku tutup dulu teleponnya." Lintang memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
Sementara Doni tersenyum menatap layar ponselnya yang sudah mati.
Lalu ia kembali menyelesaikan pekerjaannya.
.
Pagi ini di Desa sedap malam tengah gempar dengan meninggalnya Sulis, jasad Sulis pertama kali di temui oleh sang ibu yang membuka pintu setelah subuh. Ia melihat Sulis sudah tergeletak diatas tanah dengan kondisi yang mengenaskan. Tubuhnya yang semula berisi dan berseri kini benar-benar kisut dan pucat karena darahnya telah habis di hisap oleh Seruni.
Lintang yang baru sampai di kampungnya bersama dengan Doni merinding melihat jenazah Sulis yang benar-benar mengenaskan. Tubuhnya oleng dan hampir tumbang jika saja Doni tak menangkapnya.
"Kau kenapa? Kita istirahat di rumahku saja ya?" Tawar Doni yang khawatir melihat kondisi Lintang.
"Nggak perlu, aku cuma terkejut melihat kondisi jasad Sulis." jawab Lintang dengan suara serak. Wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Biar bagaimanapun Sulis dan dirinya berteman baik sebelum mereka memutuskan untuk pergi merantau. Mereka memutuskan untuk kembali ke kampung halaman untuk mendaftar kuliah di kampus yang sama. Doni segera memapah tubuh Lintang menuju ke luar dan duduk di kursi plastik yang telah di siapkan untuk para pelayat.
"Lintang, kamu beneran nggak papa? Sebaiknya kalau merasa tidak enak badan kau beristirahat saja di rumahku, aku akan membantu pemakaman Sulis." Lintang menggelengkan kepalanya menatap doni di depannya.
"Aku ikut mengantarkan Sulis ke peristirahatan terakhirnya." ucap Lintang dengan suara gemetar. Doni hanya bisa mengangguk dan tak ingin memaksakan kehendaknya, ia mengambilkan Lintang segelas air minum kemasan dan memberikan pada Lintang. "Ini diminum dulu."
Lintang menerima air mineral itu dan menenggaknya.
"Lintang, aku kesana dulu ya. nanti jika kau lelah kau datang saja ke rumahku. Aku nanti menyusul."
"Rumahmu yang mana maksudmu?" tanya Lintang penasaran. mendengar pertanyaan Lintang Doni tersenyum.
"Rumah ku yang berada di kampung ini ya rumah bilik bambu itu. Jika kau ingin kembali ke rumahku yang semalam katakan padaku, aku akan dengan senang hati mengantarkan mu!" jawab Doni sambil mengedipkan sebelah matanya dan membuat Lintang gugup.
"Sudah sana, aku mau bantu-bantu merenceng kembang." Lintang mendorong bahu Doni dan menuju rumah duka. Doni tersenyum melihat gelagat Lintang yang malu-malu.
Doni menghampiri bapak-bapak untuk mempersiapkan pemakaman Sulis yang akan di lakukan di pemakaman kampung Sedap Malam.
"Pak ustadz, bagaimana ini pak, sudah beberapa malam ini selalu ada korban dari setan Seruni, apa kita akan terus seperti ini pak? kita harus bertindak sebelum semakin banyak korban setan Seruni, dan aku memperhatikan Jika Seruni hanya mengincar seorang wanita yang masih berstatus perawan saja, dan dari beberapa dari korbannya mereka memiliki kesamaan, yaitu lahir pada malam bulan purnama. Pertama Gendhis, Roro, Fitria, Bunga, sekarang Sulis. yang aku ketahui mereka semua terlahir pada malam bulan purnama." bisik pak RT di telinga ustad Danu. Doni bisa mendengar karena mereka duduk berdekatan sedang menyiapkan tempat untuk pemandian jenazah.
"Kalau begitu kita adakan tahlil nanti malam di rumah duka, kita harus berani menghadapi Seruni dengan berani. Bagaimana apa semua setuju." ucap ustadz Danu, dan mereka para bapak-bapak yang mendengar nya menyetujuinya. Mereka sudah sangat geram dengan teror yang terjadi beberapa bulan ini di kampung mereka.
Semua bermula saat penemuan jenazah Seruni di sungai beberapa bulan lalu.
Seruni adalah putri dari pak Broto tetua kampung Sedap malam yang di segani. Kala itu Seruni yang sudah hamil 9 bulan memutuskan untuk pulang ke kampung halaman orang tuanya dan berencana untuk melahirkan di kampung. Suaminya seorang pengusaha hanya mengantarkan Seruni dan menitipkannya pada kedua orangtua Seruni, ia berjanji akan datang sebelum Seruni melahirkan. Namun baru 3 hari Seruni berada di kampung halamannya. Ia sudah tewas karena di bunuh oleh orang yang katanya memiliki ilmu hitam, orang tersebut mengambil bayi yang berada di dalam perut seruni dengan mengoyak perut Seruni.
Kedua orang tua Seruni langsung pindah dari kampung tersebut karena tidak sanggup hidup dengan kenangan mereka bersama Seruni, Suami Seruni membawa kedua orang tua Seruni pindah ke kota. Orang kampung hingga saat ini tidak pernah bertemu dengan suami Seruni, Seruni sendiri di makamkan di kota. Pihak kepolisian yang di tugaskan mengulik kasus Seruni tidak bisa menjalankan tugasnya karena setiap kali mereka akan melakukan penyelidikan, mereka akan mengalami kemalangan. Sejak saat itu, kasus Seruni di tutup.
Orang kampung menduga Seruni ingin balas dendam dengan warga kampung karena membiarkan kasusnya di tutup. Ada juga yang menduga jika Seruni sengaja di bangkitkan oleh Broto untuk membalaskan dendamnya.
"Apakah tidak berbahaya pak jika kita keluar setelah malam, sebelum Maghrib saja warga tidak berani keluar rumah." sahut Doni yang sedari tadi mendengarkan. dan beberapa bapak-bapak mengangguk setuju.
"Kalau begitu kita sehabis ashar langsung datang ke rumah pak Maman saja, dan biarkan para wanita dan anak-anak dirumah. Jangan biarkan mereka keluar, katakan pada mereka untuk tidak membuka pintu rumah meskipun ada yang mengetuknya."
"Baik pak ustadz, setelah sholat ashar kita langsung berkumpul di rumah pak Maman, katakan pada istri dan anak-anak kalian untuk jangan keluar rumah apapun yang terjadi."
Pemakaman Sulis di langsungkan dengan lancar, para pelayat satu persatu kembali ke rumah mereka. Namun Lintang masih berada dirumah duka, ia ingin menghibur Lasmi karena Lasmi sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri.
"Bulek, sebaiknya bulek makan dulu ya. Nanti bulek sakit kalo bulek nggak makan!" Kata Lintang, di tangannya sudah memegang sepiring nasi lengkap dengan lauk dan sayur.
Lasmi menatap Lintang dengan wajah bersimbah air mata, ia meraih tangan Lintang dan kembali menangis.
"Lintang, bulek nggak bisa kehilangan Sulis dengan cara kaya gini, bulek benar-benar nggak rela Sulis meninggal dengan cara seperti ini." raung Lasmi memeluk Lintang. Lintang mengusap punggung Lasmi untuk memberikan kekuatan.
.
"Lintang, malam ini aku ingin ikut tahlilan di rumah pak Maman, kamu tunggu di rumahku saja ya. Selepas ashar aku harus pergi, kau jangan membukakan pintu jika mendengar pintu di ketuk, sekalipun mengatakan jika itu aku, jika aku kembali aku akan menelponmu!" ucap Doni saat mereka berdua duduk di bawah terpal biru.
Mendengar penjelasan Doni, Lintang ingin ikut tahlilan. "Aku ikut tahlilan saja kalau begitu, aku takut di rumah sendirian." Ucap Lintang.
"Ini berbahaya Lintang, kami saja masih tidak yakin jika tahlilan ini akan berjalan dengan lancar, Seruni sangat sensitif mendengar suara. Ia akan mendatangi sumber suara dan bisa membunuh siapa saja yang ia temui." jelas Doni dengan nada tegas.
"Lebih takut jika aku berada di rumah sendirian. Aku disini bisa menemani bude Lasmi." Ucap Lintang memohon.
"Kau ini benar-benar keras kepala sekali Lintang, aku harus menjagamu sampai besok orang tuamu pulang, apa yang harus aku katakan pada mereka jika terjadi sesuatu padamu." ucap Doni dengan nada kesal. Ia bangkit dari kursi dan meninggalkan Lintang sendirian.
Doni mendatangi kediaman ustadz Danu yang rumahnya berdekatan dengan mushola.
"Umi," sapa Doni ketika melihat Fatiah istri ustadz Danu.