Istri Barbar Tuan Muda

"Kenapa Tuan bertanya seperti itu? Bukankah Tuan sudah tahu apa alasannya?"

Gadis itu memberikan pertanyaan kembali, sembari menatap balik kedua netra suaminya.

Arya mendadak melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Alina, lalu menjauhinya. "Ternyata wajah cantikmu juga kepolosanmu, tidak beda jauh dengan banyak para gadis di luaran sana!" ucapnya tanpa melihat ke arah Alina.

"Maksud Tuan Muda apa?..."

Alina mengernyitkan dahinya.

"Iya kamu mau menjadi istri saya hanya karena uang dan harta. Sebesar apa harga dirimu Al? Mengapa kamu menjualnya semudah itu?"

Jawab Arya kembali menatap gadis cantik yang sekarang menjadi istrinya.

Alina sejenak terdiam. Memang benar apa yang suaminya katakan dari sejak dirinya menerima tawaran dari Utami untuk menikahi putranya, dari saat itu dirinya sudah tidak punya harga diri lagi. "Aku sudah tidak memikirkan harga diriku Tuan, karena bagiku nyawa ayahku dan masa depan adikku yang paling utama. Terserah apa tanggapan Tuan tentang aku, mau disebut jual diri pun aku tidak peduli, karena memang pada kenyataannya aku sudah menjual hidup dan masa depanku kepada keluarga Tuan Muda!" ucap gadis itu dengan kedua sudut mata meneteskan bulir bening walau sekuat tenaga dia tahan agar tidak berjatuhan.

Arya hanya menarik nafasnya, kemudian pria itu berjalan menuju balkon kamar hotelnya, lalu pria itu menatap jauh kedepan terlihat hamparan kota Jakarta di bawah sana.

"Al, apa yang sudah kamu tau soal kedua istri saya? Apa kamu sudah bicara dengan mereka?" tanya pria itu.

"Sudah, tapi aku hanya bicara dengan mbak Sukma, karena aku dan mbak Sandra belum bertemu lagi, setelah dia mengantarkanku ke kamarku kemarin!" jawab Alina sembari ikut berdiri di samping suaminya.

"Apa saja yang Sukma katakan?"

"Kenapa Tuan Muda ingin tau apa yang kami bicarakan??" Gadis itu selalu memberikan pertanyaan kembali saat suaminya bertanya.

"Kamu itu kenapa? Setiap saya bertanya, kamu selalu memberikan pertanyaan kembali?" sentak Arya tampak kesal.

Alina agak terperanjat karena kaget, suaminya agak meninggikan intonasi suaranya. "Maaf aku tidak sengaja!" gadis itu merendahkan intonasinya.

Arya hanya geleng-geleng kepala. "Kamu harus banyak belajar menjaga tatacara berucap, bertingkah karena kamu sekarang adalah istri saya! Bukan kah kamu seorang guru?" tegas Arya dengan tanpa menatap istrinya.

"Iya Tuan aku guru sekolah taman kanak-kanak. Tapi aku baru setahun mengajar disana. Mencari pekerjaan susah Tuan, apalagi aku belum mempunyai gelar sarjana! Tapi ya terpaksa aku jalani daripada gak kerja sama sekali, meskipun di gaji seadanya…" Alina malah jadi curhat kepada Arya.

"Lalu apa peduli saya soal kisahmu itu??" cetus Arya lalu meninggalkan Alina. Pria itu masuk lagi ke kamar hotelnya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur sembari menonton acara televisi.

Sementara Alina menjadi serba bingung harus melakukan apa saat ini. Jadi terpaksa dia pun ikut lagi masuk kedalam kamar hotel kemudian dia duduk di sofa sembari ikut menonton acara televisi.

Tapi lama-lama Alina merasa jenuh karena yang ditonton suaminya bukan acara ftv atau sinetron, komedi melainkan acara berita.

"Nyebelin bin ngeselin… aku kok dijadiin nyamuk sih? Dasar kardun!" gerutunya. Dan saking bosannya rasa ngantuk pun kini melanda, Alina terus menguap. Meskipun dia tahan rasa ngantuk itu, malah semakin menyiksanya dan akhirnya gadis itu ketiduran di sofa.

Arya yang melihat istrinya ketiduran di sofa hanya melihatnya saja, tapi kemudian dia bangkit dari tempat tidurnya lalu mendekati istrinya.

Pria itu duduk berjongkok hendak menggendong tubuh istrinya. Namun tak sengaja Arya menatap wajah Alina yang sedang tertidur pulas begitu polos.

"Kamu itu masih muda, cantik, masa depanmu masih panjang, maaf bukannya saya tidak ingin memberikan hakmu sebagai seorang istri saya. Saya tau kamu menikahi saya karena terpaksa, dan kamu tidak mencintai saya sebab itu saya tidak ingin merusak masa depanmu!" gumamnya kemudian pria itu membenarkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Alina yang tertidur pulas.

Arya mengangkat tubuh istrinya kemudian dia rebahkan di atas kasur, lalu menyelimutinya.

***

"Pa, sekarang Arya dan Alina sedang berbulan madu di hotel dan Mama sengaja membiarkan mereka selama tiga hari bermalam disana, agar Alina cepat hamil!" ucap Utami kepada suaminya.

"Ma, apa benar cara yang kamu tempuh ini? Kasihan Arya Ma!" jawab Alek.

"Kok Papa bicara seperti itu? Ayah sudah bilangkan kepada kita dengan jelas. Harta ini hanya akan dia wariskan kepada keturunan putra bukan putri. Jadi otomatis jika Arya tidak mempunyai keturunan anak laki-laki harta itu tidak akan kita miliki," kata Utami tampak kesal.

"Ma, sekarang harta ini masih kita miliki, dan nikmati kenapa Mama takut kekurangan?"

"Beda Pa, karena semuanya masih atas nama Ayah, Mama tidak akan begini jika harta itu sudah atas nama Papa."

Alek hanya geleng-geleng kepala karena di pikiran istrinya hanya harta dan harta terus. "Papa ingin tanya sama Mama, seumpamanya Alina sama seperti Sandra dan Sukma tidak bisa memberikan keturunan laki-laki, Mama akan mencarikan istri baru untuk Arya??"

"Kok Papa bertanya seperti itu? Ya jelaslah jika Alina tidak menguntungkan, Mama akan cari istri baru untuk Arya." cerocos Utami mendelik.

"Ya Tuhan Ma, apa Mama pernah berpikir soal Ayah? Apa beliau akan suka dengan sikap Mama ini? Keluarga ini sangat menentang keras perceraian, tapi bukan berarti memperbolehkan poligami berkali-kali. Sandra, Sukma, dan Alina itu anak orang Ma, bukan boneka yang seenaknya kita mainkan!" tegas Alek kepada istrinya.

"Terserah Papa, karena Mama melakukan semua itu untuk keluarga kita juga. Untuk masa depan anak cucu kita nanti! Sudahlah bicara sama Papa selalu bikin darah tinggi Mama kumat," jawab Utami lalu pergi meninggalkan suaminya.

"Utami Utami, semakin tua bukanya semakin dewasa…" Alek geleng-geleng kepala sembari mengusap wajahnya.

Utami berjalan naik ke lantai dua dia menuju kamarnya, namun saat dia hendak naik tangga, dia berpapasan dengan Naya dan Sifa putrinya Sukma yang berusia 5 dan 4 tahun, sedang main kejar-kejaran. Dua gadis kecil itu tak sengaja menabrak Utami.

"Naya, Sifa!!! Kenapa kalian nakal sekali bagaimana kalau Grandma jatuh??" Utami membentaknya seraya membulatkan matanya.

"Grandma, maaf Sifa dan Naya tidak sengaja!" kedua gadis kecil  itu menunduk karena takut lalu menangis.

"Sayang kalian kenapa?"

Sukma berlari menghampiri kedua putrinya. Karena kebetulan kamar Sukma berada di lantai bawah, dia sengaja memilih lantai bawah, karena kedua putrinya masih kecil jika harus naik lift atau tangga lebih dulu.

"Sukma urus kedua putrimu, yang tidak ada gunanya itu! Hampir tadi saya jatuh karena ulah mereka!" cetus Utami lalu menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua.