Kisah berawal dari gadis bernama Inara Nuha kelas 10 SMA yang memiliki kutukan tidak bisa berteman dengan siapapun karena dia memiliki jarum tajam di dalam hatinya yang akan menusuk siapapun yang mau berteman dengannya.
Kutukan itu ada kaitannya dengan masa lalu ayahnya. Sehingga, kisah ayahnya juga akan ada di kisah "hidupku seperti dongeng."
Kemudian, dia bertemu dengan seorang mahasiswa yang banyak menyimpan teka-tekinya di dalam kehidupannya. Mahasiswa itu juga memiliki masa lalu kelam yang kisahnya juga seperti dongeng. Kehadirannya banyak memberikan perubahan pada diri Inara Nuha.
Inara Nuha juga bertemu dengan empat gadis yang hidupnya juga seperti dongeng. Mereka akhirnya menjalin persahabatan.
Perjalanan hidup Inara Nuha tidak bisa indah sebab kutukan yang dia bawa. Meski begitu, dia punya tekad dan keteguhan hati supaya hidupnya bisa berakhir bahagia.
Inara Nuha akan berjumpa dengan banyak karakter di kisah ini untuk membantu menumbuhkan karakter bagi Nuha sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Hidupku Seperti Dongeng
Selesai rapat, Nadim menyegerakan dirinya untuk menjemput Naomi di sekolah. Kakek memuji kepemimpinannya tersebut. "Nadim, pertahankan selalu kebijaksanaanmu dalam memimpin rapat. Kamu bisa memahami bagaimana situasi rapat akan berjalan. Kakek bangga kepadamu."
"Terima kasih, kakek. Ini semua juga demi kemajuan perusahaan. Nadim bersedia mendedikasikan diri untuk perusahaan ini."
"Kamu memang bisa kakek andalkan. Sedangkan, Naru tak pernah ikut andil dalam perusahaan ini. Dia hanya ingin belajar, belajar dan belajar saja. Semoga Sebastian bisa mengikuti jejakmu nanti."
"Iya, kakek."
Nadim bergegas menuju SMA Negeri Ini. Terlihat Naomi keluar dari gerbang sekolah dengan wajah yang murung. Nadim segera mendatanginya, "Naomi, apa sekolahnya membosankan?" Tanyanya dengan nada lemah lembut.
Naomi mendongak, "Kak Nadim? Kok Kak Nadim di sini, mana sopir aku?"
"Aku yang menggantikannya. Ayo masuk, aku akan antar kamu pulang."
"Baiklah, terima kasih Kak."
Di dalam mobil Naomi masih tampak murung, dia pun bicara. "Kak Nadim, apa aku salah berniat sekolah di sini demi ingin dekat dengan Naru? Mendengar perjodohan aku dengannya membuatku sangat senang karena aku pun juga menyukainya, jadi aku ingin bersamanya mulai sekarang. Tapi, Naru sepertinya menyukai orang lain."
"Apa katamu?" Nadim kaget mendengarnya, tetapi berusaha menjaga nada suaranya agar tetap tenang.
"Iya. Dia menyukai seorang adik kelas yang tidak tahu asal usulnya. Apa dia lebih kaya dari aku sehingga Naru lebih memilih dia."
Nadim diam memberikan komentarnya. Pikirannya bicara, "Jadi, Naru menyukai gadis lain. Ini malah memberiku peluang banyak untuk mengambil hati Naomi dan membatalkan perjodohan Naomi dengan Naru." Senyuman licik pun terlukis di dalam bayangannya.
Nadim menenangkan diri sejenak sebelum menjawab, berusaha memilih kata-kata yang tepat. "Naomi, perasaan seseorang memang sulit dipahami. Kadang, apa yang kita pikirkan tentang orang lain bisa saja berbeda dengan kenyataan. Mungkin Naru juga masih bingung dengan perasaannya sendiri."
Naomi menatap keluar jendela, menghela napas panjang. "Tapi, Kak Nadim, aku benar-benar ingin bersamanya. Aku sudah berusaha keras untuk mendekatinya, tapi rasanya sia-sia."
Nadim mencoba memberi semangat, "Jangan putus asa, Naomi. Jika memang jodoh, kalian pasti akan bersama. Lagipula, kamu kan masih sekolah. Jangan terlalu memikirkannya ya, pasti akan ada jalan keluar ke depannya. Dan kalau pun tidak, mungkin ada seseorang yang lebih baik untukmu."
Mobil melaju dengan tenang menuju rumah, namun pikiran Nadim berputar-putar. Bagaimana dia bisa memanfaatkan situasi ini untuk keuntungannya tanpa melukai perasaan Naomi? Ia harus berhati-hati dan cerdik.
"Eh, iya Naomi. Aku tadi baru saja selesai memimpin rapat dengan lancar, rencana aku sih mau nraktir kamu makanya aku jemput kamu. Gimana? Mau aku traktir atau shopping?" Ajak Nadim sambil fokus menyetir.
Naomi sedikit tersenyum mendengar ajakan Kak Nadim. "Shopping? Hmm, kayaknya seru juga. Tapi aku juga lapar, Kak."
"Baiklah, kita makan dulu, baru shopping," balas Nadim sambil tersenyum. "Ada restoran baru di dekat sini, makanannya enak banget. Kita ke sana saja, ya?" Lanjutnya.
"Apa itu restoran mewah?" Tanya Naomi.
"Restoran mewah? Oh, tentu saja. Aku akan bawa kamu ke restoran paling mewah yang akan membuatmu senang makan di sana."
Sepanjang perjalanan, Nadim dan Naomi bercakap-cakap. Nadim berusaha membuat Naomi merasa lebih baik dengan menceritakan hal-hal lucu dan menghibur.
Di restoran, mereka duduk di meja dekat jendela. "Naomi, aku tahu kamu sedang merasa sedih. Tapi ingatlah, kamu adalah orang yang kuat. Jangan biarkan perasaan sedih itu menguasai kamu ya," kata Nadim dengan nada serius.
Naomi mengangguk pelan. "Aku tahu, Kak. Terima kasih sudah menghiburku."
"Nah, sekarang kita pesan makanan yang enak-enak. Kamu suka apa? Pasta, steak, atau sushi?" Nadim mencoba mengalihkan perhatian Naomi.
"Steak sepertinya enak, Kak."
Mereka memesan makanan dan melanjutkan percakapan ringan. Setelah makan, mereka pergi ke pusat perbelanjaan terdekat. Nadim mencoba membuat Naomi merasa lebih baik dengan membelikannya beberapa barang yang dia sukai.
"Terima kasih banyak, Kak Nadim. Kamu selalu tahu bagaimana membuat aku merasa lebih baik," kata Naomi sambil tersenyum lebar.
"Senang mendengarnya, Naomi. Kamu penting buat aku, dan aku ingin kamu bahagia," jawab Nadim dengan tulus.
Namun, di balik senyum dan perhatian itu, Nadim berbisik pada dirinya sendiri, "Aku harus hati-hati. Aku juga harus mencari cara untuk membuat Naru terlihat tidak layak bagi Naomi, tanpa merusak hubungan keluarga mereka. Jangan sampai Naomi tahu niat asliku. Aku harus membuat semuanya terlihat alami."
Sampai tiba waktu malam. Setibanya di rumah, Nadim mengantarkan Naomi ke pintu sambil membawakan barang-barangnya. Hanya beberapa jam saja mereka shopping, ruang tamu Naomi dipenuhi oleh barang-barang tersebut. "Gadis ini, pandai sekali berbelanja. Dia tidak peduli berapa banyak uang yang dihabiskan untuk ini semua. Tapi demi kamu Naomi, aku rela melakukan ini semua."
Naomi tersenyum senang. "Terima kasih ya Kak. Kak Nadim sangat murah hati"
Nadim mengangguk dan melihat Naomi berjalan naik menuju kamarnya. Asisten dan Ajudan gadis itu yang akan mengurus sisanya. "Saya pamit ya, Bibi." Pungkas Nadim.
"Baik, Tuan Nadim. Hati-hati di jalan."
Dengan tekad yang bulat, Nadim mulai merencanakan langkah-langkah berikutnya untuk memenangkan hati Naomi dan memastikan masa depannya di perusahaan serta keluarganya.
Para Asisten Rumah Naomi sedikit memberikan komentarnya. "Hm hm hm, Non Naomi itu benar-benar anak manja yang sangat boros, materialistis dan suka berbelanja. Dia gak peduli menghabiskan uang berapa pun sampe barang-barang ini pun juga gak bakalan kepake."
"Sudahlah, kita nurut aja."
Naomi masuk ke kamarnya. Berdiri dibalik pintu kamarnya, perasaan bahagianya perlahan menjadi perasaan sedih. Lalu berganti menjadi amarah dan kekesalan. Gadis itu, langsung membanting tasnya di kasur dan melempar smartphonenya ke cermin.
Seketika suara cermin pecah mengagetkan seisi rumah. Asisten Rumah Naomi segera menghampiri majikannya itu.
"Astaga, Non, ada apa Non kok sampe cermin pecah ke mana-mana?" Kata Asistennya dengan perasaan takut tapi tetap tegar untuk membantu.
"Aku benci sama Naru, tapi aku tidak akan membencinya. Aku akan membuat dia membenci cewek yang dia sukai. Aku tidak ingin perjodohan ini batal!"
Naomi tidak akan membiarkan apa yang akan menjadi miliknya direbut oleh orang lain. Dia adalah anak gadis keluarga kaya dan memiliki sifat ambisius.
Gadis itu, mudah berlaku baik kepada siapapun, tapi bisa berbuat kejam di belakang. Dengan sifat manipulasinya itu, Naomi akan melancarkan rencananya.
"Bibi, maafkan aku ya cerminnya jadi pecah. Tadi di sekolah aku menemui masalah jadi aku marah sampai memecahkan cermin pake HP" ucapnya dengan bahasa jepang.
"Gak apa-apa Non Naomi, Non istirahat saja biar Bibi yang bersihkan. Ada makanan kesukaan Non sudah disiapkan di bawah." Asistennya bisa memahami itu.
masih panjang kak perjalanannya ✍✍