Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
...~Happy Reading~...
Usai membaca tahlil, Hilal pun segera berpamitan kepada sang ayah untuk menyusul putri nya yang mana suara tangisan nya kini memenuhi hampir seluruh ruangan di lantai bawah.
Karena merasa tak enak hati dengan para tamu yang hadir untuk mendoakan mendiang sang istri, maka dari itu Hilal memutuskan untuk segera pergi dan menenangkan anak nya.
Ia merasa, mungkin kakak nya tidak bisa menenangkan putri nya, wanita itu sudah merasa kewalahan. Jadilah Hilal dengan langkah cepat nya segera menaiki tangga dan memasuki kamar nya.
Cklek!
Deg!
Untuk sesaat, ia terdiam di ambang pintu. Tatapan matanya bukan tertuju pada sang kakak yang terlihat sedikit panik. Akan tetapi, kini pandangan nya lurus ke depan menatap dengan intens kepada sosok gadis yang tengah menggendong putri nya.
“Hilal, apakah sudah selesai?” tanya ning Hasna membuka suara.
“Sudah Kak!” Seolah tersadar dari lamunan singkat nya, Hilal segera menghampiri kedua wanita tersebut, “Berikan padaku.” Pinta nya kepada sang gadis yang tak lain adalah Khalifa.
Bukan memberikan, gadis itu justru terdiam dan tertegun menatap laki laki yang kini berada tepat di hadapan nya. Ia memberanikan diri untuk menatap langsung wajah laki laki tersebut, hingga saat matanya bertatapan langsung dengan mata Hilal, membuat perasaan nya semakin kacau.
Bagaimana tidak, setelah sekian lama ia tidak bertemu. Sosok yang dulu sangat ia kagumi dan mungkin ia cintai, kini sudah berubah sangat drastis. Dulu, gus Hilal adalah sosok bidadara ketiga dalam hidup nya setelah sang ayah dan kakak.
Tatapan mata yang begitu lembut dengan senyuman manis yang selalu menghiasi wajah tampan nya. Membuat siapapun akan kagum dan terpesona oleh paras nya.
Hal itu juga yang membuat Khalifa menjadi sosok yang murah senyum dan selalu humble kepada siapapun. Selain karena ia mengangumi sosok sang kakak, Yusuf. Khalifa juga menjadikan gus Hilal sebagai contoh terbaik untuk berbuat kebaikan.
Bukankah senyum adalah sedekah yang paling murah dan juga mudah untuk di lakukan. Maka dari itu, Khalifa selalu murah tersenyum. Akan tetapi, setelah menikah dan istrinya meninggal, entah mengapa kini raut wajah yang teduh itu seolah menghilang.
Tidak ada lagi wajah teduh dan senyuman lembut di wajah gus Hilal. Yang ada kini, laki laki itu terlihat begitu datar dan dingin saat menatap ke arah nya. Apa salahnya? Pikir Khalifa, apakah dirinya membuat kesalahan, atau karena saat ini gus Hilal masih berkabung jadilah ia bersikap sedikit itu, pikir Khalifa berusaha positif.
“Eheemm!” Hilal berdehem membuyarkan lamunan Khalifa, dengan cepat gadis itu segera menyerahkan baby Arumi di gendongan nya kepada Hilal.
“Maaf Gus,” Khalifa bergumam sambil menundukkan kepala nya.
“Tolong keluarlah!” usir nya dengan pelan, namun terdengar begitu menyakitkan di telinga Khalifa.
Entah mengapa, dada nya terasa begitu sesak mendapatkan perlakuan yang begitu dingin dari gus Hilal. Walau pun ia tahu bahwa di antara nya dan gus Hilal tidak memiliki hubungan apapun. Tapi, ia tidak menyangka jika pernikahan bisa mengubah se drastis itu sikap seseorang.
“Hilal, Arumi bisa tenang karena Khalifa. Dan itu tadi dia nangis lagi karena Kakak yang gendong, tadi—“
“Iya Kak, sekarang sudah ada Hilal. Tolong kakak juga keluar saja, Hilal mau sendiri sama Arumi,” ujar Hilal sambil menarik napas nya cukup dalam, membuat ning Hasna hanya bisa menganggukkan kepala nya pelan.
“Baiklah, jika perlu sesuatu, jangan sungkan untuk manggil kakak,” kata ning Hasna menepuk pelan bahu adik nya, “Ayo Khalifa, kita kembali ke bawah lagi.” Ajak nya langsung menggandeng tangan Khalifa dan mengajak nya keluar.
‘Astagfirullah ... ‘ Hilal langsung menghela napas nya dengan begitu berat saat pintu kamar nya sudah tertutup rapat. Laki laki itu segera mendudukkan dirinya di sisi ranjang tempat tidur sambil masih menggendong putri nya yang terus menangis sejak tadi.
...~To be continue ......
terimakasih untuk tulisan indah mu thor