Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 - Kesadisan Morino
Bors sang supir mengikat pria berjas coklat di kursi.
“Ini untukmu, Bors” Morino memberikan kepada sang supir sebuah amplop tebal berisi uang.
“Terimakasih Tuan. Aku permisi” ujar Bors kemudian keluar ruangan dan menutup pintunya.
Morino mulai mengenakan sarung tangan karet.
Morino menggeser kursi yang sudah di duduki pria berjas coklat agak ketengah ruangan.
Morino mengguyur wajah pria itu dengan air.
“Bangun! Brengsek!”
Seketika pria itu agak tersadar dengan kondisinya saat itu.
“Ha. Ke-kenapa aku diikat? Apa yang kau lakukan de-nganku?!” suaranya penuh ketakutan.
Morino menggeser kursi kayu agar berhadapan dengan pria itu. Ia duduk dengan kaki menyilang, kemudian menyalakan pemantik api dan menyesap rokok dengan dalam. Matanya sedikit menyipit.
“Hey, Komisaris. Bagaimana kabarmu? Ah, ya. Aku rasa tidak baik-baik saja”
Morino mengepulkan asap tipis rokoknya.
“Ohya, apa kau ingat bocah kecil yang trauma akibat kelakuanmu? Apa kau tahu Tuan Komisaris, apa yang kau lakukan padanya benar-benar menghancurkan hidup dan masa depannya. Dan kau bersikap seolah semua baik-baik saja”
“I-itu sudah berlalu” ucap pria itu ketakutan.
“Berlalu katamu? Apa kau tahu kondisi anak itu sekarang? Anak kecil polos yang kau perlakukan dengan brutal dan menjijikan!”
Pria berjas itu mulai menangis.
“A-aku hilang kendali saat itu!” kilahnya.
“Benarkah? Lalu kenapa kau tidak mengatakan hal seperti ini di depan Pengadilan? Setelah kau memenangkan kasus ini, lalu seolah kau tidak punya dosa sama sekali! Kau benar-benar bajingan!”
Pria yang ketakutan itu menatap lekat wajah Morino.
“Kau, bukankah kau Morino pengacara itu?!” tanya si pria jas coklat.
“Ah, ternyata aku memang terkenal. Jika aku yang menjadi pengacaramu waktu itu, dengan kasus mu yang menjijikan. Aku tidak akan membelamu sama sekali, kalaupun aku membelamu, mungkin hal ini juga yang akan kulakukan padamu”
“Apa yang akan kau lakukan padaku?” pria itu seketika panik.
“Anggap saja ini sebagai bentuk hadiah untuk anak kecil yang kau lecehkan itu, agar dia bisa tersenyum. Setidaknya ada hal yang membuatnya lega. Mungkin aku akan mengirim irisan telingamu untuknya”
“Tuan Morino! Tolong lepaskan aku! Apa kau sudah gila!” pekik pria itu benar-benar panik.
“Bukankah kita sama-sama gila? Tapi kau lebih memalukan!”
Morino bangkit dari duduknya. Ia menuju ke meja panjang. Dia memilih sebuah pisau agak panjang tipis dan memperhatikan pisau itu dengan jeli.
“Kau suka yang ini, Komisaris? Ini akan mengurangi penderitaanmu, karena tipis dan sangat tajam” suara Morino begitu misterius dan menyeramkan.
“Tidak! Jangan! Tolong jangan lakukan apapun!”
Teriakan pria itu percuma sama sekali. Di ruangan itu, Morino sudah meluapkan perasaan hausnya, haus untuk membunuh orang-orang yang menjijikan.
“AAAAAA!”
Beberapa pekan kemudian,
Di sebuah Bar tempat pria kalangan atas. Morino dan Dexton berbincang sambil meminum sesuatu yang beralkohol.
“Jadi, ada apa tiba-tiba kau ingin menemuiku disini?” tanya Dexton di sela asap cerutu tebalnya.
“Aku tidak tahu lagi bagaimana mencarinya” keluh Morino di sela kepulan asap rokok dari bibirnya.
“Miko?” tanya Dexton lagi.
“Ya. Gara-gara si jalang Helena mengusirnya dari rumahku, aku benar-benar kehilangan dia. Masih untung aku tidak membunuh wanita bodoh itu!”
“Kau tahu kan jika kau serahkan tugas itu padaku, hanya dalam beberapa hari anak buahku bisa mengembalikannya padamu” ujar Dexton.
“Justru itu aku menemui mu. Aku hampir menyerah mencarinya, Dex. Entah kenapa dia tidak pernah pulang kerumahku juga kerumahnya. Sampai-sampai Marble dititipkan pada tetangganya”
“Marble?”
“Kucingnya”
“Baik. Aku akan kerahkan seluruh anak buahku untuk mencarinya”
Sampai di suatu siang, Miko berjalan menyusuri pinggiran Kota. Ia terlihat membawa paper bag di dekapannya berisi bahan sayuran dan buah.
Miko mampir ke sebuah toko roti. Ia membuka pintu kaca dan memasukinya.
“Permisi!” sapanya.
Seorang pria berbadan gemuk menghampirinya. Pria memakai celemek dan topi itu menghampiri Miko tanpa senyum.
“Pesan apa?” tanya pria gemuk agak ketus.
“Aku mau roti yang panjang di sebelah sana. Juga roti selai dan pie apel” pesan Miko.
“Sebentar aku siapkan” ujar si penjaga.
Beberapa orang memasuki toko juga. Seorang wanita membawa anaknya yang berumur lima tahun. Juga seorang pria di belakang wanita itu.
Setelah pesanannya selesai, Miko mengambil kantung coklat berisi roti-roti tersebut dari tangan si penjaga toko. Ketika akan membayar, pria di belakang Miko langsung maju lalu menyodorkan uang kearah penjual roti.
“Ambilah kembaliannya untukmu, dan belajarlah untuk ramah pada wanita” ucap pria itu.
Spontan Miko menoleh kearahnya.
“Siapa kau?” ucap Miko terheran dengan mata membulat.
“Apa kabar, Dok” sapanya pada Miko.
“Kau mengenalku?” tanya Miko yang masih mengingat-ingat wajahnya.
“Kau lupa padaku?”
“Aku rasa aku pernah melihatmu, tapi dimana ya?”
Diluar toko,
“Morino mencari mu. Kembalilah padanya” ucap Dexton.
“Jadi kau sahabatnya. Maaf, aku baru ingat melihatmu ketika di acara pernikahanku. Morino memang pernah menceritakan tentangmu beberapa kali”
“Ayo kuantar kau pulang. Morino mencemaskan mu”
“Tapi aku tidak bisa. Helena mengancam ku! Dia bilang jika aku mendekati Morino lagi, para Mafia bawahan Ayahnya akan mendatangi Morino dan akan membunuhnya”
“Itu urusanku dan Morino, kami akan mengurusnya”
“Tapi-”
“Tolonglah, hanya kau yang bisa menyembuhkannya dan membuatnya kembali semangat”
“Menyembuhkannya?”
“Ya. Dia pernah bilang padaku, jika dia bersamamu maka keinginannya untuk membunuh hilang sesaat”
“Keinginan untuk membunuh?” ulang Miko semakin heran.
“Itulah yang sedang di deritanya. Ada perasaan aneh disaat tertentu ia ingin membunuh seseorang. Itu sudah tertanam sejak usianya sepuluh atau sebelas tahun. Semakin tertekan maka perasaan itu akan semakin muncul”
“Apa dia sudah membunuh banyak orang?”
“Mungkin. Tapi yang kutahu, dia hanya membunuh para penjahat yang tak tersentuh hukum”
Miko memejamkan mata dan sedikit menengadah keatas, mulutnya sedikit menganga dan menghempaskan nafas kasar.
“Aaahh-, sepertinya masih banyak yang belum kutahu dari pria itu” ujarnya sendiri.
“Tapi dia sangat membutuhkanmu”
“Benarkah? Tapi aku takut untuk menemuinya lagi, juga Helena, bagaimana jika dia-”
“Kau tidak perlu takut. Masalah Helena, kau tidak perlu khawatir. Apa Morino pernah berlaku kasar padamu?”
“Tidak, tapi …”
“Ayolah! Aku akan mengantarmu menemuinya” ujar Dexton.
Miko diam sejenak.
“Tapi aku akan kerumahku dulu mengambil sesuatu” pinta Miko.
“Baik, akan ku antar”
Mereka menuju rumah Miko dengan mobil Dexton.
“Oya, Dexton. Bagaimana kau bisa menemukan aku?” tanya Miko tiba-tiba.
“Aku memiliki banyak mata-mata. Morino kalah sedikit dibanding denganku untuk masalah mencari orang hilang”
Sesampainya di rumah Miko, Dexton hanya menunggu di teras depan.
“Tolong cepat, aku tidak bisa menunggu terlalu lama” ujar Dexton.
Miko masuk kedalam rumahnya dan menguncinya dari dalam. Setelah beberapa saat, Dexton tidak mendengar suara Miko.
Miko keluar dari pintu belakang. Ia menggeser sebuah almari kayu agak kecil dari dapur dan meletakkan kursi diatasnya. Kemudian ia merapatkannya ke sisi dinding. Ia akan memanjat dinding pembatas di belakang halaman rumahnya.
Ia akan kabur menghindari pria itu. Miko tidak ingin bertemu dengan Morino, karena banyak sebab. Salah satunya ia tidak ingin Morino menjadi sasaran Mafia Ayah Helena. Juga karena penyakit Morino terlalu menyeramkan untuknya.