Karin, seorang editor buku yang sibuk, terbangun dalam tubuh Lady Seraphina Ashbourne, seorang karakter antagonis dalam novel percintaan terkenal yang baru saja ia revisi. Dalam cerita asli, Seraphina adalah wanita sombong yang berakhir tragis setelah mencoba merebut perhatian Pangeran Leon dari tokoh utama, Lady Elara.
Berbekal pengetahuannya tentang plot novel, Karin bertekad menghindari takdir suram Seraphina dengan mengubah cara hidupnya. Ia menjauh dari istana, memutuskan untuk tinggal di pinggiran wilayah Ashbourne, dan mencoba menjalani kehidupan sederhana. Namun, perubahan sikapnya justru menarik perhatian banyak pihak:
Pangeran Leon, yang mulai meragukan perasaannya pada Elara, tiba-tiba tertarik dengan sisi "baru" Seraphina.
Duke Cedric Ravenshade, musuh terbesar keluarga Seraphina, yang curiga terhadap perubahan sifatnya, mendekatinya untuk menyelidiki.
Sementara itu, Lady Elara merasa posisinya terancam dan memulai rencana untuk menjatuhkan Seraphina sebelum hal-hal di
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Bab 7: Jebakan yang Menanti
Karin terbangun lebih awal dari biasanya. Kabar yang ia terima semalam masih menghantui pikirannya—serangan terhadap Pangeran Leon, pengkhianatan yang terungkap, dan surat-surat misterius yang membawa ancaman kepada mereka berdua. Ia merasa terjebak di tengah perangkap besar, dengan setiap langkah yang ia ambil penuh dengan ketidakpastian dan bahaya.
Hari itu, ia tahu bahwa setiap keputusan akan membawa dampak besar. Kini, lebih dari sebelumnya, ia harus berpikir dengan hati-hati, karena langkah yang salah bisa menghancurkan semuanya.
Setelah berpakaian dengan cepat, Karin menuju ke ruang pertemuan pribadi bersama Pangeran Leon. Ketegangan terasa di udara istana, setiap sudutnya dipenuhi dengan bisikan tentang siapa yang dapat dipercaya. Hanya beberapa orang yang tahu tentang percakapan penting yang terjadi malam itu, namun suara-suara tersebut mulai menyebar ke seluruh penjuru kerajaan, menciptakan keraguan di kalangan para bangsawan.
Begitu memasuki ruang pertemuan, Karin melihat Pangeran Leon sudah menunggu. Ia duduk di meja besar, matanya tampak letih namun penuh tekad. Ada bekas luka kecil di lengannya yang masih tampak jelas, meskipun ia berusaha menyembunyikannya dengan pakaian panjang yang menutupi lengan.
"Karin," katanya ketika melihatnya memasuki ruangan, "Kau datang tepat waktu."
Karin mengangguk, merasa cemas namun tidak menunjukkan kekhawatirannya. "Aku ingin tahu lebih banyak, Leon. Setiap langkah kita harus dihitung sekarang. Lady Elara—" ia terdiam sejenak, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mendengarkan percakapan mereka. "Dia pasti sedang menyiapkan sesuatu. Apa rencanamu untuk menghadapi ini?"
Pangeran Leon meremas tangannya di atas meja, menundukkan kepala sejenak sebelum mengangkat wajahnya kembali. "Aku percaya kita harus bergerak cepat. Lady Elara sudah memulai permainan besar ini, dan aku khawatir jika kita tidak bertindak sekarang, kita akan terperangkap dalam rencananya."
Karin menatapnya tajam. "Bagaimana kita tahu siapa yang bisa dipercaya? Ada terlalu banyak orang yang berpihak padanya—dan kita tak tahu siapa yang sedang bermain di kedua sisi."
Pangeran Leon menarik napas dalam-dalam. "Itulah sebabnya kita harus bermain dengan cerdas. Kita perlu mengetahui siapa yang sebenarnya setia padaku, dan siapa yang hanya memanfaatkan situasi ini."
Karin berpikir sejenak. "Aku punya ide. Ada beberapa orang yang telah mencurigakan sejak awal, dan beberapa di antaranya telah mengirim pesan rahasia padaku. Aku yakin mereka tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi di istana ini."
Pangeran Leon mengangkat alisnya. "Apa yang kau maksud?"
"Aku akan mengumpulkan informasi dari mereka. Jika mereka benar-benar ingin mendukung kita, mereka akan memberitahuku segala yang mereka ketahui."
Pangeran Leon terlihat ragu, tetapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi kau harus berhati-hati, Karin. Jangan sampai kita terjebak dalam jebakan mereka."
Karin mengangguk dengan tegas. "Aku akan berhati-hati."
---
Sementara itu, di sisi lain istana, Lady Elara tengah merencanakan langkah selanjutnya. Ia tahu bahwa Pangeran Leon dan Karin sedang mengumpulkan informasi, namun ia juga sadar bahwa waktu semakin menipis. "Aku harus mempercepat rencanaku," pikirnya, matanya berkilat dengan kecerdikan.
Dia memerintahkan beberapa orang dalam lingkarannya untuk mengawasi pergerakan Pangeran Leon dan Karin. Namun, Lady Elara memiliki rencana yang lebih besar: menggunakan informasi yang ia dapat untuk memanipulasi permainan politik dengan cara yang tak terduga.
"Jika Pangeran Leon percaya bahwa dia bisa mengalahkanku dengan cara ini, dia salah besar," bisik Lady Elara kepada dirinya sendiri, senyum licik terukir di wajahnya. "Aku punya kartu yang lebih kuat di tangan, dan aku akan menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya."
---
Karin merasa semakin cemas saat ia meninggalkan ruang pertemuan. Informasi yang ia dapatkan dari beberapa orang di istana memang cukup berharga, namun ia tahu bahwa tidak semuanya dapat dipercaya. Rencana Lady Elara sudah mulai terungkap, dan kini mereka berada di ujung jurang—hanya ada satu pilihan yang tersisa, bertindak sekarang atau terlambat selamanya.
Namun, saat ia melangkah menuju ruangannya, seseorang menghampirinya dengan cepat. Seorang pelayan istana, wajahnya pucat dan cemas, menghampirinya dengan pesan yang harus segera disampaikan.
"Lady Seraphina," kata pelayan itu dengan suara tergesa-gesa, "Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda. Mereka mengatakan bahwa mereka memiliki informasi penting yang dapat mengubah segalanya."
Karin terkejut, tetapi ia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. "Siapa orang itu?" tanyanya.
Pelayan itu ragu sejenak, kemudian menjawab, "Saya tidak tahu, Lady. Mereka menyebut dirinya seorang informan dari dalam. Mereka mengatakan bahwa mereka tahu siapa yang berada di balik semua ini."
Karin merasa kegelisahan meningkat. "Bawa mereka ke ruanganku sekarang," perintahnya, meskipun hati kecilnya merasa ragu. Apa yang sebenarnya ingin orang itu ungkapkan?
---
Setelah beberapa saat, seorang pria berpakaian hitam muncul di hadapan Karin. Wajahnya tertutup oleh tudung, hanya matanya yang tampak jelas. "Lady Seraphina," katanya, suara berat namun tegas. "Saya memiliki informasi yang bisa menyelamatkan Pangeran Leon, tetapi Anda harus segera mengambil tindakan."
Karin menatapnya, merasa ada yang ganjil. "Apa yang kau ketahui?" tanyanya, suaranya penuh kewaspadaan.
Pria itu menundukkan kepala, kemudian dengan cepat mengungkapkan informasi yang mengejutkan. "Lady Elara sudah menyiapkan sebuah rencana besar. Ia telah bekerja sama dengan beberapa bangsawan dari kerajaan tetangga untuk menggulingkan Pangeran Leon dan memanipulasi seluruh kerajaan. Namun, ada satu orang yang telah menjadi pengkhianat di pihaknya—seseorang yang sangat dekat dengan Pangeran Leon."
Karin terdiam sejenak. "Siapa orang itu?" tanyanya dengan nada yang lebih dalam, hatinya berdebar-debar.
Pria itu menarik napas dan mengungkapkan nama yang tidak pernah ia duga sebelumnya. "Orang itu adalah Lord Malvin. Dia adalah tangan kanan Pangeran Leon, namun ia telah berkhianat dan bekerja sama dengan Lady Elara di balik layar."
Karin merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Lord Malvin, orang yang ia percayai selama ini, ternyata adalah pengkhianat yang mereka cari.
"Aku… harus segera memberitahu Pangeran Leon." Suaranya hampir terdengar putus asa. "Kita harus menghentikan semua ini sebelum terlambat."
Karin merasa seperti ada sebuah batu besar yang menggelinding di dadanya saat ia mendengar nama Lord Malvin. Ia tidak bisa langsung mempercayainya, tetapi apa yang dikatakan pria misterius itu terlalu meyakinkan untuk diabaikan. Lord Malvin, tangan kanan Pangeran Leon, orang yang selalu berada di sisinya, ternyata terlibat dalam pengkhianatan yang mengancam hidup mereka semua.
"Tidak mungkin," Karin berbisik, hampir tidak percaya. "Lord Malvin? Aku… aku tidak bisa mempercayai ini."
Namun, pria itu menatapnya dengan tajam, matanya mengisyaratkan keseriusan yang mendalam. "Saya tahu ini sulit dipercaya, Lady Seraphina. Tetapi saya menjamin bahwa informasi ini benar. Lord Malvin telah lama bekerja dengan Lady Elara. Semua keputusan besar yang diambil dalam istana, bahkan yang tampaknya mendukung Pangeran Leon, ternyata bagian dari rencananya untuk menggulingkan takhta."
Karin menggigit bibirnya, berusaha mencerna kata-kata itu. "Bagaimana mungkin kita tidak melihatnya? Aku—kami telah mempercayainya dengan begitu banyak hal." Matanya mulai berkaca-kaca, rasa sakit dan kebingungannya semakin mendalam.
"Karena dia sangat pandai menyembunyikan niatnya," pria itu melanjutkan, "Dia menggunakan Pangeran Leon untuk mendekatkan dirinya pada kekuasaan, sementara sebenarnya, dia mengatur setiap langkah untuk mengkhianatinya."
Karin menatapnya dengan tajam. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Pria itu mengangkat tangan, seolah menenangkan Karin yang sedang terombang-ambing antara kebingungan dan amarah. "Tidak ada waktu untuk ragu. Pangeran Leon sedang dalam bahaya lebih besar daripada yang kita kira. Jika kita tidak bertindak cepat, dia akan menjadi korban pertama dari rencana Lady Elara."
Karin mengangguk, perasaan tegang semakin mengisi dadanya. "Aku akan menghadapinya langsung. Aku tidak akan membiarkan pengkhianatan ini menghancurkan segalanya."
---
Karin segera pergi menemui Pangeran Leon. Ia harus memberitahunya tentang Lord Malvin dan memastikan bahwa mereka memiliki waktu untuk mempersiapkan langkah berikutnya. Namun, begitu ia memasuki ruang pertemuan, ia melihat sesuatu yang tidak ia harapkan.
Pangeran Leon tampak berbeda. Wajahnya lebih keras, lebih dingin dari biasanya. Di meja, ada beberapa dokumen penting yang tersebar, dan di sampingnya, berdiri seorang pria berpakaian hitam, dengan ekspresi yang sama dinginnya.
"Karin, kau datang tepat pada waktunya," kata Pangeran Leon dengan suara yang lebih tegas dari biasanya, tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Karin merasa tidak nyaman.
"Apa yang terjadi, Leon?" Karin bertanya dengan cepat, matanya beralih ke pria berpakaian hitam yang kini berada di samping Pangeran Leon.
Pangeran Leon melirik pria itu, lalu kembali menatap Karin. "Ini Lord Malvin," katanya, seolah memperkenalkan seseorang yang sangat dikenalnya. "Dia datang untuk memberi tahu kami tentang pengkhianatan yang terjadi di istana."
Karin merasakan seluruh tubuhnya terasa kaku, dan seketika, perasaannya yang penuh kecemasan berubah menjadi sesuatu yang lebih berat. "Apa yang kau maksud dengan pengkhianatan?" ia bertanya, mencoba menahan emosi yang mulai menguasai dirinya.
Lord Malvin mengangguk pelan, matanya yang tajam seolah mencari reaksi di wajah Karin. "Lady Seraphina," katanya dengan suara yang dalam, "Aku tahu kau pasti merasa bingung. Tapi apa yang kau dengar itu benar. Aku terpaksa melibatkan diriku dalam rencana ini, demi kelangsungan istana."
Karin merasa darahnya berdesir mendengar kata-kata itu. "Apa yang kau katakan?!" Tanyanya, suaranya semakin keras, menuntut penjelasan.
Lord Malvin hanya tersenyum tipis. "Aku tidak punya pilihan, Karin. Semuanya sudah berjalan terlalu jauh. Lady Elara memiliki lebih banyak kekuasaan daripada yang kau kira. Dia sudah mengendalikan sebagian besar bangsawan di sini. Aku hanya mengikuti instruksi dari atasanku."
Pangeran Leon mengangkat tangan, menenangkan keduanya. "Karin, dengarkan aku," katanya dengan suara yang lebih tenang. "Aku sudah tahu tentang semua ini. Sejak awal, aku curiga ada sesuatu yang salah, dan aku tidak akan membiarkan Lady Elara mendapatkan apa yang dia inginkan."
Karin merasa bingung dan terkejut. "Leon… kau sudah tahu?" Suaranya bergetar, hampir tidak percaya.
Pangeran Leon mengangguk. "Ya, aku tahu, Karin. Aku sudah mengatur langkah-langkah untuk memusnahkan semua konspirasi ini. Lord Malvin adalah bagian dari rencanaku untuk menyusup ke dalam organisasi Lady Elara dan menggagalkan rencananya. Semua ini adalah bagian dari permainan besar yang sedang kita mainkan."
Karin terdiam, mencoba memahami segala yang baru saja diungkapkan. "Jadi, kau memanfaatkan pengkhianat ini untuk tujuanmu sendiri?"
Pangeran Leon menatapnya dengan tatapan serius. "Aku memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk menghancurkan rencana Lady Elara. Kita tidak punya pilihan lain."
Karin merasakan sebuah dorongan kuat untuk mempercayainya, meskipun hatinya masih penuh dengan keraguan. "Aku tidak bisa percaya ini semua begitu saja," katanya pelan, "Tapi jika ini memang benar, maka kita tidak punya waktu lagi."
---
Di luar ruang pertemuan, Lady Elara mengamati setiap gerakan mereka dengan hati-hati. "Karin dan Leon mulai menyatukan potongan-potongan teka-teki," pikirnya. "Namun mereka belum tahu betapa dalamnya permainan ini. Aku masih memiliki kartu yang jauh lebih kuat di tangan."
Ia tersenyum puas, merasa lebih dekat dengan tujuannya. "Biar mereka berpikir mereka punya kontrol. Pada akhirnya, semua ini akan menjadi milikku."