Sequel novel Menjadi ISTRI RAHASIA Anak SMA
Di harapkan baca kisah Daddy dan Mommy nya dulu ya.
Area 21 keatas!!!
Bocil harap mangkir karena penulis auka berfantasi riya.
Edzard Zeon Abraham (25) anak pertama Qenan Abraham dan Nadira Fazilla Zharifah. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Wajah tampan Daddy nya menurun padanya.
Memiliki kekasih bernama Anabella sudah berhubungan selama 2 tahun namun setahun belakangan menhalani hubungan jarak jauh.
Hingga suatu hari, kedua orang tuanya secara tiba-tiba meminta Edzard untuk menikah.
Tetapi bukan Anabella yang ia nikahi melainkan gadis culun.
Siapakah gadis culun itu?
Apakan pernikahan mereka pada akhirnya bahagia atau berpisah?
Lalu bagaimanakah dengan Anabella?
Bagaimana jika ada pria lain yang mencintai gadis culun tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windii Riya FinoLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05. Kena, kau
"Kak, nikahi aku."
Ucapan Ivy membuat Edzard tersenyum tipis nyaris tak terlihat. Inilah yang diinginkan, bukan dirinya yang mengiba pada orang lain, tetapi orang lain lah yang memohon padanya.
Kena, kau. Ucap Edzard dalam hati.
"Bukankah kemarin menolak untuk ku nikahi?" Edzard bertanya sembari menaikkan satu alisnya seakan jual mahal.
"Tapi keadaanku berbeda, kesucian ku sudah kakak ambil."
"Hei, aku disini korban. Kamu yang memaksaku malam tadi," hardik Edzard pura-pura tak terima.
"Maaf," ucap Ivy lirih.
Edzard menyilangkan kedua kaki. Bersandar memandangi Ivy yang masih diam menunduk.
Ia pun mende sah teringat akan nasihat Mommy Nadira padanya.
"Baiklah. Aku akan menikahimu," tutur nya membuat Ivy menatapnya dengan binar.
"Benaran?"
Edzard mengangguk. "Tapi, ada syarat nya!"
Ivy yang sudah merasa lega dan senang tentu tak ambil pusing dengan syarat yang akan di ajukan Edzard.
Edzard sendiri akan memberitahu syarat tersebut esok hari pada saat jam makan siang di Kantor. Tentu hal itu membuat Edzard merasa senang bagai memenangkan sebuah tender untuk Perusahaan nya.
"Biar aku antar kamu pulang," tawar Edzard dan di angguki oleh Ivy.
"Kak, kacamata aku kemana, ya?" tanya Ivy karena sedari tadi tak menemukan kacamatanya.
Edzard pun baru menyadari dan ikut membantu. Bagaimana bisa ia melupakan benda penting itu?
Sedang Ivy mencari sembari berpikir, apakah dirinya segitu ganas hingga kacamata pun tak terlihat.
Keduanya menyerah. Qenan mengambil jas yang dipakai kemarin langsung menutupi kepala Ivy.
"Kak, kenapa kepala aku di tutup begini?" tanya Ivy heran tetapi mengikuti langkah besar Edzard.
"Kak, pelan-pelan."
Mendengar itu Edzard mengurangi kecepatan langkahnya. Bukan tanpa alasan dirinya berjalan cepat itu karena tak ingin ada pria lain melihat kecantikan natural yang dimiliki oleh Ivy.
Di perjalanan, baik Edzard maupun Ivy tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun. Hingga mobil pria itu sudah berhenti di depan gerbang rumah kediaman Nazeef Alexander.
"Kakak, gimana kalau Papa dan Mama tanya gak pulang semalam?" tanya Ivy takut-takut.
Edzard membuka seatbelt langsung menoleh ke arah Ivy. "Ayo, biar aku yang bicara pada om dan tante."
Ucapan Edzard membuat Ivy tanpa sengaja menggenggam tangan pria itu agar tak keluar mobil. "Jangan kak, aku belum siap lihat Papa kecewa."
Tatapan mereka beberapa saat terkunci. Apalagi genggaman tangan Ivy mampu membuat ritme degub jantung itu menjadi lebih kencang lagi.
"Aku juga tahu diri, aku harus bicarakan pernikahan kita dengan orang tua ku dulu."
Ivy mengangguk setuju hingga Edzard pun ikut turun. Sedari tadi ia tak menyangka jika Edzard punya rasa tanggung jawab padahal dirinya lah yang telah berbuat salah pada pria itu.
"Siang Bibi, Mama di rumah?" tanya Ivy pada salah satu pelayan paruh baya paling akrab dengan nya, Bibi Lia.
"Ibu ada di dalam, Non."
Ivy mengangguk lalu melangkah kaki diikuti Edzard yang masih memasang wajah datar nya.
"Mama," sapa Ivy langsung membuat Mama Nina menoleh.
"Ivy, dari mana saja kamu? kemana kacamata mu? tumben," berondong Mama Nina belum menyadari kehadiran Edzard.
"Em, itu," Ivy bingung harus menjawab apa.
"Ada acara di kantor, Tante. Jadi banyak yang menginap termasuk Ivy," lagi-lagi Edzard bicara dengan dingin dan datar.
Mama Nina tersentak mendengar suara Edzard karena tak menyadari kehadiran pria itu sedari tadi.
"Loh. Ada Edzard ternyata. Begitunya? makasih banyak. Ayo duduk dulu," Mama Nina mempersilahkan Edzard namun pria itu menolak dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan.
Setelah kepergian Edzard, Mama Nina berondong Ivy dengan banyak pertanyaan. "Benar ada acara Kantor, Vy? kamu gak sedang berbohong 'kan?"
Ivy yang di tanya pun membeku, berulang kali menelan saliva. "Be-benar, Ma. Aku ke kamar dulu, mau ganti baju," dengan cepat ia meninggal Mama Nina agar tak lagi di tengah seperti itu apalagi saat ini tanda kepemilikan di leher masih terlihat jelas yang disembunyikan rambut panjangnya.
...****...
Edzard memasuki rumah orang tuanya. Memang ia tak lagi setiap hari tinggal di rumah ini karena memiliki jarak cukup jauh dari Kantor. Dan juga lebih memilih tinggal sendiri di Apartemen karena jarak ke Kantor nya jauh lebih dekat.
"Mommy," sapa nya ketika melihat Mommy Nadira sedang duduk di taman belakang sendirian memerhatikan adik bungsu nya berlatih menembak.
"Ed. Kemana saja? kenapa tadi malam gak pulang ke rumah?" tanya Mommy Nadira membuat Edzard teringat jika hari ini adalah hari libur akhir pekan.
"Maaf, Mom. Sebentar, aku mau ikut berlatih bersama Alice."
"Pergilah."
...****...
"Alice," panggilnya pada adik bungsu nya.
"Ya."
Edzard berdecak melihat wajah datar sang adik karena begitu mirip dengan nya. Alice adalah wujud Daddy Qenan versi wanita.
"Ayo kita taruhan," tantang Edzard pada Alice.
Alice menurunkan senjata mendekati sang kakak. "Apa taruhan nya?"
"Kalau kakak menang, kamu harus pergi berkencan dengan salah satu dari mereka," tutur Edzard yang pasti adiknya tahu siapa yang ia maksud dengan 'mereka'.
Aditya dan Aaron.
Alice berdecak. "Kalau aku menang, jangan biarkan mereka mendekati ku. Aku risih."
"Oke, deal."
Edzard tak akan membiarkan Alice menang. Karena ia tahu Aditya sudah menyukai adik bungsu nya itu dari lahir.
Keduanya sudah memakai aermuf agar lingkungan seketika terasa hening. Kondisi hening tersebut seakan membuat orang yang melakukan olahraga menembak berada di duianya sendiri. Mereka pun akan merasa lebih aman dan tidak gelisah karena memiliki kekuasaan atas hal-hal yang terjadi di lingkungan serta dirinya sendiri.
Keduanya sudah mensejajarkan bagian depan dan belakang pistol pada mata dominan mereka. Keduanya sudah mengunci bidikan.
Dor
Dor
Edzard tersenyum kemenangan karena bidikan tepat sasaran. Ia pun mendekati sang adik menepuk pundak adiknya. "Tepati janji, mu."
Kemudian ia menyerahkan pistol dan aermuf pada pengawal sang Daddy dan melangkah mendekati sang Mommy.
"Mom," Edzard ikut duduk di sebelah Mommy Nadira.
"Ya, apa kamu sudah makan, Ed? hari ini Mommy masak banyak."
"Belum."
Pundaknya mendapat pukulan dari Mommy Nadira. Dan itu sudah biasa didapat jika dirinya menjawab belum.
"Ayo. Inilah kenapa Mommy ingin kamu segera menikah agar ada yang mengurus mu."
"Mom, aku mencari istri bukan untuk jadi tukang masak. Aku bisa membayar banyak pelayan," memang seperti itulah, ia ingin memiliki istri yang hanya melayani nya bukan menjadi pembantu di rumah nya sendiri.
Seperti Daddy Qenan memperlakukan Mommy Nadira. Sebagai Ratu di rumah mereka.
"Yang suruh istri kamu jadi tukang masak siapa? Maksud Mommy, agar ada yang ingatkan kamu makan. Kebiasaan kamu gak akan pernah hilang, sudah terbiasa harus di ingatkan dulu baru makan."
Edzard diam saja mendengar omelan sang Mommy. Karena seperti itulah Mommy kesayangan nya bila ia melupakan waktu makan nya.
Astaga, aku lupa gak ajak makan Ivy tadi. Gumam Edzard dalam hati.
❤️
TBC