Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Sihir apa yang sudah kau mainkan sampai bisa tidur dengan gadis itu?"
" .... "
"Benar dia masih perawan?"
" .... "
"Tapi dia itukan bukan tipemu. Kau rakus atau sedang khilaf?"
"Bisa diam tidak?"
"Tentu saja tidak. Ini bukan seperti dirimu, son. Salah memang jika seorang ayah khawatir pada putranya sendiri?" ucap Junio seraya menampilkan mimik wajah yang sangat serius. "Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Ratu rimba ingin agar kalian menikah, tapi kok rasanya agak mengganjal ya. Ayah takut kau tidak bahagia jika menikah dengan gadis yang bukan tipemu."
Cio menghela nafas panjang. Panjang sekali hingga hampir mengalahkan panjangnya rel kereta api.
"Son, apa benar dia masih perawan?" Junio kembali memastikan. Tatapannya penuh selidik menatap putranya yang sedang merenung.
"Aku yang pertama menyentuhnya, dan bukan hanya perawannya saja. Pelukan, ciuman, r*masan, j*latan, pokoknya semuanya aku adalah orang pertama yang melakukan. Gila 'bukan?"
Junio menatap ngeri pada putranya yang baru saja menjawab dengan begitu gamblang. Seberuntung itukah?
"Hahhh, aku harus bagaimana ya, Yah. Masa iya aku harus mengakhiri karir juniorku dalam menjalin silaturahmi dengan gua-gua yang lain? Terlalu dini untuk seorang Casanova sepertiku pensiun," Cio mengeluh. Dia kemudian menunduk menatap juniornya yang sedang tidur cantik di dalam kandang. "Sungguh sangat disayangkan kalau penjelajahan ini harus terhenti sekarang."
"Apa kau berani melawan amukan ratu rimba?"
"Itu hanya akan sia-sia saja."
"Kalau begitu kau tamat sekarang,"
"Ayah, apakah itu adalah sebuah solusi?" Cio memicingkan mata. Maksud hati mengundang ayahnya adalah untuk meminta bantuan, dia malah mendapat jawaban yang tak bisa menolongnya sama sekali. Huh.
Terdengar helaan nafas panjang dari mulut Junio saat Cio memprotes ucapannya. Dia paham akan keputus-asaan yang tengah dirasakan oleh putranya. Namun, tak ada jalan lain yang bisa dilakukan selain patuh dan pasrah jika ingin tetap hidup.
"Bukan hal yang baik jika melawan keinginan ratu rimba. Selain bisa berubah menjadi penguasa negara, ratu rimba satu ini juga bisa berubah menjadi malaikat pencabut nyawa. Jadi Ayah sarankan sebaiknya kau patuh saja daripada nanti juniormu dibuat tidur selamanya," ucap Junio dengan bijak memberikan nasehat. "Ini demi kebaikan bersama, Cio. Mengalah saja,"
"Dengan menikahi Elil?"
"Ya kalau kau berani melawan keinginan ratu rimba, silahkan saja jadikan dia koleksi manekin."
"Jawabanmu sama sekali tak membantu, Ayah. Tolong seriuslah," ucap Cio frustasi.
"Ayah juga serius, Son. Kau saja yang menganggap kalau Ayah sedang bercanda,"
"Aku tidak siap jika harus menikah dengan Elil. Dia ... dia bukan tipeku."
"Tapi kau begitu brutal saat menjamah tubuhnya. Ayah bahkan masih menyimpan gambar sisa kebrutalanmu yang tertinggal di tubuh Elil."
"Itu ... aku khilaf," Cio meringis sambil menggaruk rambut.
"Khilaf apa bisa sampai separah itu?" Junio menyeringai penuh ejek. "Jangan sungkan. Dulu Ayah juga begitu saat berusaha menaklukkan ratu rimba itu. Dan sialnya sekarang Ayah benar-benar terjerat oleh pesonanya. Hehe,"
Sejenak melupakan masalah Elil, Cio dan ayahnya membahas soal pekerjaan. Menjadi pemilik dari dua perusahaan besar yang telah digabungkan menjadi satu bukanlah sesuatu yang mudah. Beruntung Cio mempunyai kecerdasan yang mumpuni sehingga bisa mengatasi pekerjaan dengan baik. Jika tidak, mungkin dia sudah gila sejak lama.
"Musuh selalu ada di mana-mana. Kau harus jeli dalam membedakan mana kawan dan mana lawan," Junio memberikan petuah. Kali ini dia serius.
"Aku tahu. Ayah jangan cemas. Didikan kalian membuatku tumbuh menjadi orang yang teliti,"
"Yakin teliti?"
"Kecuali soal ranjang. Aku seribu kali lebih baik dari Ayah. Hehehe,"
"Anak setan!"
"Dan Ayah adalah seniornya. Jangan lupakan juga dengan bakat langka Ayah dalam menciptakan manekin dari tubuh manusia. Itu adalah bakat yang hanya aku seorang yang mampu menjadi penerusnya."
(Ngomong-ngomong soal manekin, buat kalian pembaca baru pasti bakalan bingung dengan alur cerita ini. Bagi yang mau, kalian bisa membaca novelku yang lain dengan judul ISTRI KECIL SANG PEWARIS. Di sana awal mula bapak sama ibunya Cio bisa nikah)
Drrtt drrtt
Ponsel milik Cio bergetar. Segera dia menjawab tanpa melihat siapa yang menelpon. "Ada apa?"
["Tuan Cio, seorang wanita mengacau di depan kantor. Katanya ingin bertemu dengan Anda. Penting!"]
"Musnahkan saja. Aku sedang tidak mood berurusan dengan makhluk pembawa gunung," jawab Cio sekenanya.
" .... "
"Eh tunggu sebentar. Gunung kembarnya besar tidak?"
Sebuah buku mendarat tepat di wajah Cio begitu dia menanyakan soal ukuran gunung kembar milik si wanita. Tanpa merasa bersalah sedikit pun, dia memasang senyum lebar pada ayahnya yang kini tengan mengerutkan kening.
["Cukup besar, Tuan. Sesuai dengan selera Anda."]
"Kalau begitu minta dia .... "
"Halo, sayang. Aku sedang di kantornya Cio. Katanya ada wanita berdada besar yang ingin mengajaknya berkencan. Menurutmu apa yang harus ku lakukan?"
"Usir wanita itu sekarang juga. Pastikan dia tak lagi datang mengacau ke perusahaan!"
Klik. Cio langsung mematikan panggilan kemudian melayangkan tatapan menghunus pada ayahnya. "Cepu! Apa maksud Ayah bicara seperti itu pada Ibu? Sengaja membahayakan nyawaku apa bagaimana? Heran!"
"Hehe, siapa suruh ingin menerima tamu lain di saat Ayah ada di sini. Ya jangan salahkan Ayah kalau mengadu pada ibumu. Ya kali Ayah jadi obat nyamuk. Sorry ya," sahut Junio penuh kemenangan.
"Dasar orang tua aneh. Sudah tahu anaknya sedang stress, malah sengaja menambahkan beban pikiran. Tidak bisa apa melihat anak senang sedikit?"
Sambil bersungut-sungut Cio berjalan mengambil minuman. Setelah itu dia meneguknya langsung dari botol hingga membuat wajahnya memerah. Rasa pekat yang mengalir di tenggorokan, masih belum sepekat nasibnya yang dipaksa agar menikah dengan Elil.
"Aku harus bagaimana, Ayah. Aku benar-benar tidak ingin menikahi gadis itu."
"Nikmati saja, jangan terlalu dijadikan beban. Kalau memang tidak jodoh, sekeras apa pun Ibumu mendesak, pernikahan kalian tidak akan terjadi. Percayalah,"
"Jika semudah itu melawan takdir, sudah sejak lama semua wanita cantik di kota ini ku tiduri dan ku jadikan manekin. Dan takdir paling sulit adalah melawan kehendak Ibu. Help me,"
"Untuk yang satu ini Ayah tak bisa menolong. Bisa jadi Elil adalah karma atas semua perbuatanmu." Junio beranjak dari duduk kemudian menghampiri Cio yang terlihat sangat frustasi. Dia lalu menepuk bahunya, mencoba menguatkan. "Nanti Ayah akan coba bicara dengan ibumu agar tidak buru-buru menikahkan kalian dulu. Semoga saja ibumu mau menurunkan ego dan bersedia memberikan waktu untuk kalian saling mengenal. Dan saat itu terjadi, Ayah harap kau bisa menjaga sikap. Perlakukan Elil dengan baik dan jangan coba-coba melakukan kontak fisik dengan wanita lain, apalagi menjadikannya patung manekin. Mengerti?"
"Thanks, Ayah. Terima kasih sudah mau membantu menyelamatkanku dari Elil," ucap Cio terharu.
Junio tersenyum lebar. Dan hal ini membuat Cio mend*sah panjang. Ayahnya tetaplah ayahnya yang tak mau merugi. Pasti ada harga yang harus dia bayar jika ingin rencana ini berjalan mulus.
(Apakah benar dia ayahku?)
***
cio bukan pengangguran 😀
tapi sayang banyak cerita yg belum selesai
Namun meski begitu aku selalu setia dgn karya2 nya....