Janda hanyalah statusku.
Nadira Ayu, seorang gadis muda yang berparas cantik. Tak pernah terbayangkan oleh Nadira, jika dirinya akan menjadi seorang istri diusianya yang masih begitu muda.
Lika liku serta permasalahan dalam hidupnya seolah telah berhasil membuatnya terlempar dari keluarganya sendiri. Hingga pada suatu hari, dengan tanpa sengaja, dirinya dipertemukan dengan seorang gadis kecil yang begitu cantik.
Dan alangkah terkejutnya Nadira, saat gadis kecil itu menginginkannya untuk menjadi sang mommy baginya. Namun sayang, daddy dari gadis kecil itu memandang dirinya dengan sebelah mata hanya karena ia berstatus sebagai seorang janda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayuk Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alvin Mirip Dani
Selamat Membaca
🌿🌿🌿🌿🌿
Pagi hari yang masih begitu menyegarkan ini, ibu muda dengan perasaan bahagianya nampaknya begitu bersemangat memanjakan bayi kecilnya.
Ya, pada pagi ini, Nadira telah selesai memandikan si mungil Alvin. Bayi yang sudah tiga hari Nadira rawat itu, tubuh mungilnya kini telah begitu sangat harum sehingga membuat Nadira sendiri ingin menciumi Alvin.
Meski baru tiga hari gadis remaja itu merawat seorang bayi dengan bantuan kedua asistennya, ternyata telah berhasil membuat Nadira bisa merawat Alvin dengan mandiri, meski kemandirian nya itu baru bisa Nadira lakukan di hari ketiganya.
Nadira begitu senang, karena dengan kehadiran Alvin dalam kesehariannya, membuat gadis muda itu tidak merasa kesepian dan seolah memiliki sebuah hiburan menyenangkan yang tak ada duanya.
Cup... cup... cup... Nadira menciumi wajah mungil dan kedua tangan mungil Alvin.
" Anak bunda wangi sekali, ingin bunda cium - cium terus deh cup... cup... ". Gumam Dira dengan menciumi wajah mungil Alvin.
" Tampannya anak bunda ini, sudah pakai bedak wangi, baju baru, emm... semuanya sudah lengkap... ya sudah kalau begitu, kita ke ruang tengah yuk sayang, kita main - main di sana ". Ajak Dira dengan senyumannya, lalu gadis remaja itu pun dengan perlahan mulai membawa tubuh mungil putranya itu dalam dekapannya.
Tak lupa dua botol minuman susu telah Dira siapakan sebelum sepasang kaki jenjangnya itu melangkah keluar dari dalam kamar. Dengan perasaannya yang masih bahagia, Dira terus menciumi wajah mungil Alvin, hingga baru saat dirinya sampai di dekat pintu...
Tok... tok... tok...
" Nak Dira, bi Asih mau masuk ". Seru bi Asih dari luar pintu kamarnya.
Nadira pun langsung membuka pintu kkamarnya itu, dan nampaklah bi Asih dengan nampan di kedua tangannya yang sudah berisi makanan.
" Loh nak Dira, Alvin sudah dimandikan? ". Tanya bi Asih heran, pasalnya selain untuk mengantar sarapan untuk Nadira, bi Asih juga ingin membantu memandikan Alvin.
" Iya bi, baru tadi selesai mandinya... ini Alvin nya sudah wangi sekali, iya kan anak bunda? ". Sahut Dira dengan senyumannya.
" Waduuh, kalau begitu bibi sudah terlambat yang mau bantu ". Seru bi Asih dengan menggelengkan kepalanya, ia tak menyangka akan teledor seperti ini.
" Hihi... bi Asih ini, santai saja lah bi, Dira sudah bisa kok merawat Alvin... ya sudah, kalau begitu, kita ke ruang tengah ya, Dira mau jaga Alvin di sana, sekaligus sarapan di sana juga ". Lanjut Dira pada akhirnya.
Lalu gadis remaja itupun kembali melanjutkan langkahnya dengan di ikuti oleh bi Asih yang setia mendampingi.
" Akhirnya sampai juga ". Seru Dira, lalu gadis remaja itupun meletakkan dua botol susu yang dibawanya tadi di meja yang ada di sana.
Dira memperhatikan kedua bola mata Alvin yang juga sedang menatapnya. Ini sudah yang kesekian kalinya Dira menatap wajah putranya itu.
Setiap kali menatapnya, wajah Alvin memang benar - benar sangat mirip dengan suaminya kak Dani, yang tidak sama adalah bentuk dari kedua kelopak mata Alvin, entah mirip siapa, namun selebihnya benar - benar sangat mirip dengan suaminya Dani.
Pernah terbesit dalam pikiran Dira, jika benarkah Alvin adalah anak dari teman kak Dani?, lalu mengapa wajahnya malah mirip dengan suaminya kak Dani?, entahlah, namun yang pasti, Dira tak ingin pikiran - pikiran buruk semacam itu terus menguasai pikirannya.
" Nak Dira, ayo sarapan dulu, biar nak Alvin bibi saja yang menggendongnya, ini sudah pukul tujuh lewat loh nak ". Seru bi Asih lagi, pasalnya sudah sekitar setengah jam nona nya itu melewatkan waktu sarapannya.
" Tidak perlu bi, biar Alvin letakkan di kasur karpetnya saja, iya Dira juga sudah mau makan ini ". Sahutnya lalu Dira pun meletakkan tubuh mungil putranya itu di atas karpet tebal nan empuk yang memang biasa Dira jadikan tempat bermain untuk dirinya dan juga putranya.
" Ya sudah nak, kalau begitu bibi mau lanjut ke dapur dulu ya, bibi mau bantu bi Ida melanjutkan pekerjaan di dapur ". Seru bi Asih pamit.
" Iya bi lanjutkan saja ". Sahut Dira.
Kini di ruangan santai itu, hanya ada Nadira dan juga si mungil Alvin. Bayi mungil yang sudah berumur sepuluh hari itu hanya memperhatikan bundanya yang ingin segera makan.
" Buda mau sarapan dulu ya sayang, Alvin yang tenang ya jangan rewel ". Seru Nadira dengan mengelus pipi mungil Alvin.
Nadira pun mulai memakan menu sarapannya dengan lahap. Sesekali ibu muda itu menatap pada putranya yang masih belum terlelap. Entahlah, hari ini Alvin tak seperti biasanya yang sering mudah terlelap di waktu - waktu pagi seperti ini.
Tak butuh waktu lama bagi seorang Nadira untuk menghabiskan sarapannya. Ia paham jika putranya Alvin sangat membutuhkan perhatian dan sikap manja dari dirinya, sehingga Nadira pun ingin segera sedera menyudahi sarapannya.
" Alhamdulillah, akhirnya bunda selesai juga makannya sayang, maaf ya Alvin sudah nunggu bunda ". Serunya.
Nadira yang sudah berstatus sebagai seorang ibu itu meski sebenarnya bukan benar - benar ibu kandung dari Alvin, tetap menyayangi bayi mungil itu layaknya anak kandungnya sendiri.
Terasa begitu singkat memang bagi seorang Nadira, apalagi masih gadis remaja tapi sudah menyayangi seorang anak yang sama sekali bukan dari darah dagingnya, namun itulah yang terjadi pada Dira, gadis remaja itu benar - benar telah jatuh hati dan menganggap Alvin sebagai putranya sendiri.
Nadira masih menemani putranya dengan bercanda ria, bahkan ibu muda itu sampai membuka dan menutup wajahnya dengan telapak tangannya agar terlihat lucu sehingga putranya bisa tertawa, namun sayang, bukannya tertawa, Alvin malah terlihat kebingungan dengan tingkah ibunya.
" Aduuuh... kamu ini bagaimana sih Dira?, kan Alvin baru berumur sepuluh hari?, mana mau mengerti dia dengan bercandaan mu? ". Gumam Dira tak habis pikir dengan menepuk jidatnya sendiri.
Baru sesaat Nadira bercanda dengan anaknya, tiba - tiba saja Alvin menggeliat resah, bahkan wajah mungilnya nampak memerah, hingga...
" Oekk... oekk... oekk... ". Alvin menangis, nampaknya bayi mungil itu sedang kehausan, lebih tepatnya Alvin ingin segera minum susu karena bayi mungil itu ingin segera terlelap.
" Oekk... oekk... oekk... ".
" Aduh, anak bunda, kenapa sayang, Alvin haus?, Alvin mau tidur hemm?, baiklah kalau Alvin mau tidur bunda kasih minum susu dulu ya ". Seru Dira, lalu ia pun memberikan susu Alvin yang sudah ia sediakan tadi.
Dan ternyata benar, dalam seketika Alvin langsung terhenti dari isak tangisannya setelah Dira memberikannya susu.
" Kasihan, anak bunda ternyata ngantuk, tidur yang nyenyak ya sayang ". Seru Dira lembut dengan masih memegangi botol yang berisi susu yang diminum Alvin.
*****
Sore pun mulai menyapa. Setelah cukup lama menemani putra mungilnya yang terlelap, kini Nadira kembali menggendong putranya Alvin. Rupanya bayi mungil itu telah terbangun dari tidur lelapnya.
Dengan menikmati indahnya waktu sore, Nadira bersama sang putra Alvin sedang berada di depan teras rumahnya. Nadira melangkahkan sepasang kaki jenjangnya secara bolak balik karena ibu muda itu ingin membuat bayi mungilnya merasa nyaman dalam dekapan hangatnya.
" Alvin, di sini banyak bunga - bunga yang tumbuh bermekaran. Nanti kalau Alvin sudah besar bantu bunda untuk menyiram tanaman bunga - bunga itu ya ". Seru Dira dengan menatap wajah mungil Alvin yang juga menatapnya.
Alvin si bayi mungil itu diam saja mendengarkan seruan bundanya. Seolah mengerti, bayi mungil itu sampai mengedipkan kedua kelopak matanya yang menandakan jika dirinya mengerti akan ucapan bundanya.
Cup... cup...
" Bunda sayang kamu nak ". Seru Nadira dengan menciumi kening Alvin.
Nadira masih melanjutkan langkahnya agar putranya merasa nyaman dalam gendongannya, hingga tanpa sengaja Nadira mengarahkan pandangannya pada security nya om Dian yang nampaknya sedang berbicara dengan dua orang perempuan berhelm yang masih berada di motor mereka.
" Om Dian seperti bicara dengan orang yang aku kenal?... tunggu dulu, kenapa dua orang perempuan itu mirip Rika dan Fitri? ". Gumam Dira dengan terus memandangi tiga orang itu.
Lalu pemotor itupun masuk ke halaman rumah Dira. Mereka semakin dekat, hingga Dira benar - benar bisa mengenali siapa dua orang perempuan yang baru tiba itu.
" Dira ". Panggil Rika setelah membuka helmnya.
" Rika, Fitri ". Sahut Dira senang, ternyata memang benar, dua orang wanita itu adalah kedua sahabatnya.
" Assalamualaikum Dira ". Seru Rika, lalu dengan segala kerinduan nya Rika pun memeluk Dira, dan tak lama dari itupun Fitri juga ikut memeluk.
Fitri dengan Rika begitu sangat terharu setelah bertemu dengan sang sahabat yang sudah lebih dari sekitar dua bulan ini tidak mereka jumpai.
Hati ketiga wanita yang bersahabat itu menjadi menghangat disaat mereka telah melepas kerinduan yang telah lama ingin mereka salurkan. Akhirnya setelah cukup lama mereka bisa bertemu juga. Rasa kebahagiaan dan haru itulah yang mereka rasakan saat ini.
" Sudah - sudah, lepaskan, kalau seperti ini, aku dan anakku bisa sesak nafas tahu ". Seru Dira.
Reflek Rika dengan Fitri pun melepas pelukan itu. Rika dengan Fitri menjadi terngiang setelah mendengar kalimat terakhir Dira, dan sontak saja mereka berdua langsung menoleh ke arah bayi mungil yang berada dalam gendongan sang sahabat. Tadi Dira mengatakan anakku, jadi Nadira telah memiliki anak?.
" Dir, kamu sudah punya anak, kok bisa, pernikahanmu kan belum tiga bulan, tapi ini sudah punya anak?, bagaimana bisa? ". Tanya Rika yang sangat heran.
" Iya Dir, kok kamu malah sudah punya anak, memangnya kapan kamu hamil, kok tiba - tiba sudah ada anak begini? ". Timpal Fitri yang juga kebingungan dengan Dira.
Nadira hanya tersenyum melihat kebingungan kedua sahabatnya, wajar memang jika mereka terheran - heran.
" Pertanyaan kalian akan aku jawab di dalam, ayo sekarang masuk dulu ". Putus Dira pada akhirnya.
Dan ketiga gadis remaja itupun masuk juga. Nadira mempersilahkan kedua sahabatnya itu untuk duduk, karena dua pembantu di rumahnya sudah mendengar ada tamu dari nona Dira nya, mereka pun sudah mulai menyiapkan minuman segar serta beberapa cemilan untuk mereka.
" Selamat sore nona, silakan di minum dulu minuman dan cemilannya ". Seru bi Ida setelah tiga gelas minuman segar dengan cemilan itu.
" Terima kasih bi ". Sahut Dira, dan setelah itu bi Ida pun kembali undur diri menuju dapur.
" Kalian, dari mana tahu alamat rumahku, kan aku tak memberitahu sama sekali pada kalian? ". Ucap Dira, karena itulah yang ia bingungkan dari kedua sahabatnya.
" Aduh, terlambat kamu Dir, kalau soal alamat jangan ditanya, itu mudah dicarinya, aku tahu alamat rumah kamu dari om Yudi ". Jelas Fitri.
" Memangnya papa mau memberitahu kalian? ". Tanya Dira tak percaya, karena sepertinya tak mungkin jika papanya memberikan alamat ini pada kedua sahabatnya.
" Ya pasti di kasih lah Dir, memang kenapa harus tidak bisa? ". Sahut Fitri menggeleng.
Setelah itu Nadira baru mengangguk, ternyata papa nya bisa juga memberi alamat rumah suaminya, Dira kira papa nya tak akan memberikan alamat tempat tinggal barunya pada sahabatnya.
Jika Dira dan Fitri sedang membahas alamat rumah, maka beda halnya dengan Rika. Semenjak Rika duduk di sofa, gadis itu sudah begitu memperhatikan anak Nadira. Ternyata anak sahabatnya ini begitu sangat mirip dengan Dani, ya wajar memang jika mirip, kan bayi ini anaknya.
" Dir, kamu masih belum menjawab pertanyaan kita, kamu kapan hamil Dir, kok sekarang sudah punya anak, jangan katakan kalau kamu... ". Namun Rika langsung menghentikan kalimatnya.
" Hamil di luar pernikahan begitu?... ya tidak lah Rik, mana mungkin aku melakukan hal serendah itu? ". Sahut Dira untuk meluruskan kalimat sahabatnya.
" Terus maksudnya bagaimana, kamu sendiri kan tadi yang mengatakan kalau anak ini anak kamu, sedangkan usia pernikahan mu belum sampai tiga bulan, lalu bagaimana caranya kamu sudah punya anak sedangkan kamu sendiri masih belum tiga bulan menikah, kan aneh? ". Sahut Rika lagi.
" Iya betul aneh ". Timpal Fitri yang membenarkan kalimat sahabatnya.
" Baiklah, akan aku jelaskan, jadi anak yang ada dalam gendonganku ini namanya Alvin, aku sudah menyayangi Alvin seperti putraku sendiri, Alvin ini sebenarnya anak dari teman kak Dani yang sengaja dititipkan padaku untuk aku rawat, aku sendiri tak tahu kenapa orang tua Alvin menitipkannya padaku dan kak Dani, yang jelas kak Dani menyuruhku untuk bisa merawat Alvin dengan baik ". Ujar Dira panjang lebar karena memang itulah yang ia tahu dari suaminya Dani.
Mendengar penuturan dari sahabatnya Dira, entah mengapa Rik merasa ada yang janggal. Begitupun dengan Fitri. Setelah diperhatikan secara seksama, Alvin lebih mirip dengan Dani. Rasanya sangat aneh jika tidak memiliki hubungan darah dengan Dani tapi wajah Alvin benar - benar sangat mirip Dani, apa ini suatu kebetulan.
" Kalian kenapa diam, apa ada yang salah dengan penjelasanku?, bukannya tadi kalian bertanya tentang putraku?, terus kenapa sekarang kalian malah terlihat bingung dan... bimbang? ". Seru Dira.
" Eh bukan seperti itu Dir, hanya saja... ". Kalimat Rika pun menjadi terhenti.
" Dira, kalau dilihat - lihat, Alvin mirip Dani ya, coba kamu perhatikan, wajah Alvin sangat mirip dengan Dani, bisa dipastikan mungkin sekitar delapan puluh sampai delapan puluh lima persen Alvin sangat mirip Dani, iya kan? ". Ucap Fitri pada akhirnya.
Deg...
Dada Dira terasa begitu bergemuruh. Apa yang diucapkan oleh sahabatnya memang sudah dirinya rasakan juga, namun Dira tak ingin membiarkan apa yang menjadi kegundahan dalam pikirannya terus menggrogotinya.
Namun, setelah mendengar sahutan dari temannya, telah membuat kepercayaan hatinya menjadi terbelah sekarang. Benarkah jika Alvin memang benar anak dari teman suaminya Dani, atau mungkin Alvin.....?. Tidak, Dira tak ingin lagi - lagi pikiran negatif itu kembali menguasainya. Lebih baik ia menanyakannya sendiri pada suaminya.
Bersambung..........
Hai kakak - kakak, Author kembali update, semangat membaca.
🙏❤❤❤❤❤
🌿🌿🌿🌿🌿