Perasaan Bisma yang begitu besar kepada Karenina seketika berubah menjadi benci saat Karenina tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Akankan Bisma dan Karenina bisa bersatu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18 Kemarahan Nina
Sesampainya di rumah sakit, Rendra ikut menjenguk sebentar dan setelah itu, Rendra pun pamit. Malam ini Venna pulang ke rumah dulu dan yang jaga di rumah sakit kali ini Nino dan Nina.
"Kok sebentar sekali?" tanya Nino.
"Ngapain lama-lama, memangnya Kakak gak tahu kalau aku itu cengeng? kalau kelamaan di sana, aku bisa-bisa nangis bombai," canda Nina dengan senyumannya.
Nino ikut tersenyum, namun Nino tahu jika senyuman Nina itu karena terpaksa padahal pada kenyataannya Nina saat ini sedang sakit hati.
"Ganti baju dulu sana, habis itu istirahat," ucap Nino.
Nina pun menganggukkan kepalanya dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti baju. Setelah selesai, Nina pun keluar dan terdengar bunyi ponselnya.
"Bisma, ngapain dia telepon aku?" batin Nina.
"Kak, aku angkat telepon dulu," ucap Nina.
"Oke."
Nina pun keluar dan segera mengangkat telepon dari Bisma, namun ternyata itu bukan Bisma melainkan karyawan hotel yang memberitahukan jika Bisma saat ini mabuk berat. Karyawan hotel itu menghubungi nomor yang paling sering dihubungi oleh Bisma dan nomor itu adalah nomor Nina. Dia pun segera mematikan sambungan teleponnya dan melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 22.00 malam.
"Bagaimana ini, kalau aku pergi kakak tidak akan mengizinkanku tapi jika aku gak ke hotel, kasihan Bisma," batin Nina.
Nina terus saja mondar-mandir di depan pintu ruangan rawat Papanya. Hingga akhirnya dia pun memutuskan masuk dan ternyata Nino sudah tertidur di samping Papanya. Ini kesempatan Nina untuk pergi karena Nino kalau sudah tidur seperti mayat tidak akan bangun-bangun lagi.
"Maaf Kak, aku pergi sebentar ya," batin Nina sembari mengendap-endap keluar.
Dia bergegas menuju hotel itu menggunakan taksi, dia hanya ingin membawa Bisma pulang karena bagaimana pun Nina khawatir. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya Nina sampai di hotel itu dan segera menuju bar. Nina celingukan, dan benar saja Bisma sudah terkulai lemas di atas sofa.
Nina segera menghampiri Bisma dan memperhatikan Bisma dengan tatapan sedihnya. "Sejak kapan kamu jadi suka mabuk-mabukan seperti ini, Bisma?" gumam Nina.
Nina menyentuh lengan Bisma. "Pak Bisma, bangun Pak."
Cukup lama Nina mencoba membangunkan Bisma, hingga Bisma pun sedikit membuka matanya. "Di mana alamat rumah kamu, biar aku antarkan kamu pulang," ucap Nina.
Mendengar suara Nina, Bisma pun berusaha membuka matanya lebih lebar lagi untuk memastikan jika suara itu benar-benar suara Nina. Setelah yakin itu Nina, Bisma pun langsung menarik tangan Nina membuat Nina terduduk di samping Bisma. Bisma menatap Nina dengan tajam membuat Nina merasa ketakutan.
"Kenapa dulu kamu ninggalin aku, Nina? apa salah aku? padahal dulu aku sudah melakukan apa pun demi membuatmu bahagia dan nyaman tapi kamu malah meninggalkanku. Kamu lebih memilih pria itu, memangnya apa kelebihan pria itu dibandingkan denganku? jawab Nina!" bentak Bisma.
Nina tersentak kaget, dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Bisma. Nina pun bangkit dari duduknya sembari menarik tangan Bisma. "Ayo pulang, kamu sudah sangat mabuk," ucap Nina.
Bisma kembali menarik tangan Nina, Bisma sudah dikuasai oleh emosi. Dia memaksa untuk mencium Nina membuat Nina berontak namun Bisma semakin beringas. "Sadar Bisma, kamu sedang mabuk," ucap Nina sembari mendorong tubuh Bisma.
Meskipun Bisma sedang mabuk tapi tenaga Bisma jauh lebih besar di bandingkan Nina. Bisma semakin emosi kala Nina menolaknya, dia terus berusaha mencium bibir Nina bahkan saat ini Nina sudah mulai menangis. Bisma memang berada di ruangan VVIP jadi tidak akan ada orang yang melihat kelakuan Bisma.
Bisma memang berhasil mencium bibir Nina namun seketika dia menghentikannya karena dia merasa ada yang mengalir di bibirnya. Ternyata hidung Nina kembali berdarah, merasa Bisma sudah melepaskannya Nina pun mendorong tubuh Bisma dan menamparnya. "Keterlaluan kamu Bisma, bisa-bisanya kamu melakukan ini kepadaku!" teriak Nina dengan deraian air matanya.
Nina segera mengambil tasnya dan pergi dari sana. Nina mengambil kartu nama dari dompet Bisma dan memberikannya kepada salah satu karyawan bar itu. "Mas, tolong Mas antarkan orang itu ke alamat ini, dan ini bayaran untuk Masnya," ucap Nina sembari memberikan beberapa lembar uang kepada si karyawan.
"Baik, Mbak."
Nina pun segera berlari dan memesan taksi, dia berusaha menghentikan darah yang keluar dari hidungnya. Selama dalam perjalanan, Nina tidak henti-hentinya menangis dan dia merasa sangat marah kepada Bisma. Sedangkan Bisma, saat ini diantarkan ke rumahnya dalam kondisi tidak sadarkan diri karena dia mabuk parah.
Sesampainya di rumah sakit, Nina melihat jika Nino masih tertidur dan dia pun mulai merebahkan tubuhnya di sofa. Dia berusaha memejamkan matanya, dengan air mata yang tidak henti-hentinya mengalir.
***
Keesokan harinya....
Nina bangun dari tidur namun kepalanya terasa pusing dan badannya sangat lemas sekali.
"Sayang, kamu sudah bangun," ucap Mama Venna.
"Mama, sudah di sini ternyata," sahut Nina.
"Wajah kamu pucat sekali Nin, kamu sakit?" tanya Nino.
"Aku sedikit gak enak badan Kak, kepala aku juga pusing," lirih Nina.
"Ya sudah lebih baik sekarang kamu istirahat saja, jangan kerja dulu," ucap Nino.
"Tapi, aku belum izin Kak."
"Nanti biar kakak yang bilang sama Rendra dan suruh dia sampaikan ke si Bisma," sahut Nina.
"Bisma? maksud kamu Bisma siapa?" tanya Mama Venna merasa curiga.
Nina dan Nino saling pandang satu sama lain, hingga akhirnya Nino pun menceritakan semuanya dan itu membuat Venna terkejut.
"Ya sudah, Nino berangkat kerja dulu."
Venna segera mengambilkan bubur untuk Nina dan menyuapi putrinya itu. "Kamu tidak apa-apa 'kan? satu kantor dengan Bisma? pasti dia benci banget sama kamu," ucap Mama Venna.
"Iya Ma, jelas benci karena Nina sudah menyakiti hati dia dulu," sahut Nina.
Venna tahu benar cerita Nina dan Bisma, ia tahu jika mereka berdua saling mencintai tapi karena Nina tidak mau membuat Bisma sedih akan penyakitnya, maka dari itu Nina meninggalkan Bisma begitu saja. Putrinya berharap jika Bisma akan mendapatkan pendamping yang jauh lebih baik dari dirinya yang bisa mendampingi Bisma sampai maut memisahkan. Sementara itu, di kediaman Bisma, dia mulai menggerakan tubuhnya dan bangun.
"Ah, pusing sekali kepalaku," gumam Bisma sembari memegang kepalanya.
Seketika Bisma teringat akan kejadian tadi malam, dan mulai celingukan. "Siapa yang mengantarkanku pulang? apa Nina?" gumam Bisma kembali.
Bisma segera masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Bisma merasa sangat bersalah dengan kejadian yang dia lakukan kepada Nina. Bahkan dia beberapa menit terus saja melihat kemejanya yang terkena bercak darah dari hidung Nina.
"Kenapa hidung Nina jadi sering berdarah, perasaan dulu dia tidak pernah mimisan sama sekali," ucap Bisma.
Setelah bersiap-siap, Bisma pun turun ke bawah dan segera menanyakan kepada Rani siapa yang mengantarkannya pulang tadi malam. Bisma benar-benar merasa bersalah kepada Nina, sekarang apa yang akan dia lakukan bahkan untuk bertemu dengan Nina saja rasanya sangat malu.