Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Ragu
Kayla tersenyum, lalu melingkarkan tangan ke lengan Mahesa. Tanpa ada rasa malu, dia menyandarkan kepala di pundak suami sahabatnya yang kini menjadi kekasih gelap gadis itu.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah. Cita-cita yang selama ini kamu inginkan."
Mahesa masih terdiam. Terpaku dengan berita kehamilan Kayla. Dia tak menyangka gadis yang baru dipacarinya selama tiga bulan kini telah mengandung darah dagingnya sendiri. Suatu kabar bahagia yang sudah sangat lama dinanti oleh seluruh keluarga Adiguna.
Seluruh keluarga pasti akan ikut bahagia dan merayakan kehadiran anggota baru dalam keluarga Adiguna jika wanita yang mengandung darah dagingnya sendiri adalah Arumi, bukan Kayla. Meski rasa cinta pada sang istri mulai memudar tetapi bagaimana pun juga, status wanita itu sah di mata hukum dan agama.
Kehamilan Kayla akan menjadi aib jika seluruh keluarga mengetahui bayi itu adalah hasil dari perbuatan terlarang.
Setelah sadar dari keterkejutan, Mahesa melepaskan tangan Kayla yang melingkar di lengan, memberikan jarak agar tidak terlalu dekat. "K-kamu, yakin itu adalah anakku?" Suara pria itu gemetar tatkala mengucapkan kata "anak" di akhir kalimat.
Kayla mendongakan kepala. Dia menatap Mahesa dengan tatapan penuh kekecewaan. "Kamu pikir aku perempuan nakal yang bisa sembarangan tidur dengan pria lain!" dengusnya kesal.
"Ketika kamu pertama kali tidur denganku, apakah itu-mu tidak merasakan telah merobek sesuatu?"
"B-bukan begitu maksudku. Aku hanya tak percaya di dalam rahimmu telah tumbuh benih yang kutanam." Kalimat Mahesa terjeda. "Kenapa bisa secepat itu?" Seketika tatapan mata pria itu kosong. Dia masih tak percaya dengan kejutan yang yang berikan oleh kekasih gelapnya itu.
Kayla melotot tak percaya mendengar perkataan kekasihnya itu. "Tentu saja bisa. Hampir setiap hari kita bercinta tanpa pengaman. Lagipula, aku itu berbeda dengan istrimu. Rahimku sehat, buktinya dua bulan kita berhubungan sudah membuahkan hasil," sungut gadis itu.
Tanpa sadar, air mata gadis itu mengalir di antara kedua pipi. Tubuh gadis itu bergetar turun dan naik. Hatinya terasa sakit bagai diiris oleh pisau yang sangat tajam. Dia tidak menduga Mahesa akan meragukan darah dagingnya sendiri. Perasaannya saat ini campur aduk antara sedih, kecewa dan sakit hati melebur menjadi satu hingga membuat dada gadis itu terasa sesak.
"Aku berhubungan hanya dengan satu orang pria dan orang itu adalah kamu, tidak ada pria lain, Mas," ucap gadis itu lirih. "Aku benar-benar tulus mencintaimu."
"Namun, ternyata kamu meragukan cinta dan kesetiaanku. Jadi, lebih baik kita tidak usah bertemu lagi."
Setelah mengucapkan isi hatinya yang terdalam, Kayla meraih sling bag yang ada di samping lalu dia pergi begitu saja tanpa memedulikan tatapan aneh dari para pengunjung café. Gadis itu terus berlari meninggalkan bangunan bergaya rustic itu dengan perasaan sedih. Tubuh semampai itu menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu taxi.
Sepeninggal Kayla, Mahesa masih membeku di tempat. Otaknya terasa buntu belum mampu mencerna semua kejadian yang sedang terjadi. Pikirannya kosong entah pergi ke mana.
Masih dengan tatapan mata kosong, pria itu melirik ke arah Aldo yang sedang duduk manis. Menyaksikan drama pertengkaran antara Mahesa, Kayla dan Arumi.
"Aldo, apakah menurutmu kabar kehamilan Kayla itu benar? Mengapa aku masih tidak percaya bahwa saat ini ada anakku di dalam rahim gadis itu."
Aldo memperhatikan wajah bosnya itu sekilas, sepertinya Mahesa begitu terkejut dengan kabar kehamilan Kayla. Seorang gadis yang tak lain adalah sahabat dari istrinya sendiri kini sedang mengandung anaknya. Entah bagaimana jadinya jika Arumi dan keluarganya serta keluarga Adiguna mengetahui kebenaran ini mungkin saja akan terjadi perang dunia ketiga sebab hubungan di antara kedua keluarga akhir-akhir ini berada di level siaga.
"Seharusnya Anda bertanya pada diri sendiri sebab hanya Pak Mahesa yang dapat menjawabnya."
Aldo meraih secangkir kopi miliknya. Perlahan, dia meneguk cairan kental itu melewati tenggorokan. Posisi cangkir masih ada di tangan, pria itu berkata, "Kalau boleh jujur, sebenarnya saya kecewa dengan sikap Pak Mahes karena berani bermain api di belakang Bu Rumi hanya karena wanita itu belum memberikan keturunan."
Kedua bola mata Mahesa melebar mendengar kejujuran asistennya itu. Menurut Mahesa, Aldo bukan-lah tipe orang yang suka ikut campur dalam urusan pribadi orang lain.
Ketika dirinya memutuskan berselingkuh dengan Kayla, Aldo pun bergeming entah karena memang mendapat ancaman dari Mahesa sehingga mulut pria itu bungkam atau memang dia segan ikut campur ke ranah pribadi atasannya, Mahesa pun tidak tahu. Hanya otor remahan yang tahu.
"Kamu sudah mulai berani mengajukan protesmu padaku? Sudah bosan hidup!" Tidak terima ada orang lain ikut campur, Mahesa naik pitam. Dia menatap Aldo dengan penuh kebencian.
"Jika kamu sudah bosan bekerja denganku, lebih baik tidak usah bekerja lagi di perusahaan. Kamu bisa minta pekerjaan pada Arumi!" Tangan Mahesa terulur ke depan, mengabil kunci mobil yang tergelatak di atas meja lalu meninggalkan Aldo tanpa menoleh ke belakang.
Saat tiba di parkiran mobil, dengan kasar Mahesa membanting pintu. "Sial, kenapa Aldo sekarang berani menantangku?" maki Mahesa.
Tidak ingin terlalu lama berada di parkiran, Mahesa menginjak pedal gas menuju jalanan ibu kota. Pergi meninggalkan gedung pertokoan yang berada di pusat Jakarta.
Meski waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam tetapi keadaan jalanan masih cukup ramai. Suara bising klakson ibarat sebuah nyanyian merdu bagi seluruh pengendara. Asap knalpon menjadi pemandangan indah yang bisa disaksikan oleh mata telanjang.
Berkali-kali terjebak lampu merah, akhirnya Mahesa berhasil lolos dari rintangan itu. Kini dia sudah berada di rumah Naila.
Dengan langkah gontai, pria itu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Di ambang pintu seorang asisten rumah tangga berdiri dengan hormat.
"Selamat malam, Den," sapa wanita paruh baya itu ramah.
Mahesa menganggukan kepala sebagai jawaban. Kemudian dia menyerahkan tas kerja agar dibawa masuk ke dalam kamar.
Naila yang sedang berada di ruang makan dibantu satu orang asisten lagi sedang menyiapkan peralatan makan.
Ruang makan berada di dekat tangga sehingga ketika penghuni rumah itu akan ke lantai dua maka akan melewati ruangan itu terlebih dulu. Melihat putra tersayang pulang ke rumah utama tanpa memberitahu membuat Naila bertanya-tanya. Dia mengerutkan kening sehingga terlihat jelas garis halus di sana.
"Loh, Mahes, tumben kamu pulang ke sini tanpa memberitahu Mama. Ada masalah apa?" Naila berjalan mendekati Mahesa lalu menyentuh pundak putra tercinta. "Kamu bertengkar dengan Arumi?"
Hening! Tidak ada jawaban. Hanya bola mata Mahesa yang bergerak menatap wajah sang mama tercinta.
"Mama 'kan sudah pernah bilang sama kamu, ceraikan dia. Rumah tangga kalian itu sudah tidak sehat. Selain itu, dia juga mandul. Jadi, untuk apa dipertahankan." Naila masih melancarkan jurus ampuh agar Mahesa menceraikan wanita yang sangat dibenci olehnya selama ini.
Sejak dulu, Naila memang sangat membenci Arumi. Bahkan saat pertama kali menantunya itu datang ke rumah, dia sudah memiliki firasat bahwa calon istri Mahesa adalah gadis pembawa sial, yang akan memberikan kesialan pada keluarga Adiguna.
Dugaan Naila terbukti saat kakek dan nenek Mahesa berencana datang ke acara resepsi pernikahan yang diadakan satu bulan setelah akad nikah, rombongan keluarga Adiguna yang ada di Bandung mengalami kecelakaan di Tol Cipularang. Kedua mertua Naila menjadi korban dalam kecelakaan sementara anggota keluarga yang lain mengalami luka-luka. Sejak kejadian itu, Naila semakin membenci Arumi dan berharap agar aura jahat keluarga Adiguna pergi untuk selama-lamanya.
Bersambung
.
.
.
Halo kak, mohon maaf ya otor baru sempat update. Kemarin otor oleng. Otak otor tidak bisa diajak kerjasama. Sedih sich karena tidak bisa memberikan hiburan untuk kakak semua. Sekali lagi maafin otor ya. 🙏
mantan suami Lena kah???
siap² nenek sihir terima amukan dari beruang kutub..
plaaak se x mgkin bisa membungkam mulutnya 😏
aku pikir tadi kamu bakalan terprovokasi sama ucapan iblis betina itu...ntah kpn pun Kayla tu bisa insyaf ..