Ketika seorang perempuan tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan yang baru seumur jagung, Humairah rela berbagi suami demi mempertahankan seorang pria yang ia cintai agar tetap berada dalam mahligai yang sama.
Aisyah Humairah menerima perjodohan demi balas budi pada orangtua angkatnya, namun siapa sangka pria yang mampu membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat itu ternyata tidaklah seperti dalam bayangannya.
Alif Zayyan Pratama, menerima Humairah sebagai istri pertamanya demi orangtua meski tidak cinta, obsesi terhadap kekasihnya tidak bisa dihilangkan begitu saja hingga ia memberanikan diri mengambil keputusan untuk menikahi Siti Aisyah sebagai istri keduanya.
Akankah Alif adil pada dua
Aisyahnya? atau mungkin diantara dua Aisyah, siapa yang tidak bisa bertahan dalam hubungan segitiga itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wheena the pooh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Obrolan singkat di meja makan cukup membuat hati Humairah remuk redam, dalam waktu yang sangat singkat Alif mampu menjungkirbalikkan perasaannya yang tengah berbunga karena jatuh cinta pada suaminya sendiri setelah menikah.
Dada Humairah sesak, bagai dihimpit batu besar dan yang lebih menyakitkan lagi ketika Alif menggenggam tangannya dengan wajah serius.
"Mas"
"Maafkan aku Humairah, aku menikahimu karena orangtua. Aku tidak ingin menyakitimu tapi aku pula berhak untuk bahagia bersama orang yang ku cintai"
Humairah masih diam, ia tidak tahu apa yang akan ia ucapkan, untuk bernapas saja Humairah merasa kesusahan saat ini.
"Berpikirlah untuk apa yang ku ucapkan tadi, aku mohon padamu Humairah, aku akan sangat berterimakasih karena izin darimu aku bisa menikahinya yang selama ini ditentang mama"
Lagi-lagi Humairah menjawab dengan helaan napas panjang yang ia pun sukar sekali percaya akan pengakuan Alif pagi ini.
"Aku berangkat duluan, kau bisa naik taksi," ucap Alif lagi memecah keheningan di antara mereka, pria itu berdiri dari kursi meja makan menuju kamarnya untuk bersiap ke kantor.
Humairah masih saja mematung di tempat ia duduk saat ini, mencoba menetralisir perasaannya yang bagai dihujam ribuan anak panah, perih sekali mengetahui bahwa Alif tidak benar-benar menerima pernikahan mereka.
*****
Di kantor Alif.
Humairah berjalan gontai, pikirannya entah kemana tanpa ia sadari telah menabrak seseorang hingga ia terjatuh sendiri karena kehilangan keseimbangan.
"Nona, apa kau baik-baik saja?" kata pria yang Humairah tabrak itu segera membantunya berdiri.
"Maafkan aku tuan, maaf aku tidak sengaja.... Aku sedang tidak fokus," jawab Humairah menunduk meminta maaf.
"Lain kali berhati-hatilah, tidak masalah aku baik-baik saja," jawab pria itu lagi.
"Terimakasih banyak tuan"
Pertemuan singkat itu membawa Humairah pada kenyataan lain setelah ia duduk di kursi tempat ia mengerjakan tugas magangnya, tidak sengaja ia melihat Alif tengah bicara pada pria yang ia tabrak tadi, bukan pria itu saja namun ada juga seorang wanita cantik berambut pendek dengan style pakaian yang elegan dan mahal.
Lama Humairah memperhatikan mereka bertiga yang berdiri tidak jauh dari ruangan Alif berada. Senyum wanita itu tidak biasa ketika memandang suaminya, Humairah tahu itu.
"Hoi..... Melamun saja si pengantin baru," ucap Lola mengageti Humairah.
Menoleh sekilas lalu Humairah melihat lagi ke arah dimana suaminya tadi, namun sudah tidak ada orang di sana.
"Kenapa kau seperti orang bingung Mairah? Apa kau ada masalah?"
"Tidak, aku sedang tidak enak badan saja," jawab Humairah lesu.
Lola menatap raut aneh sahabatnya, ia ingin bertanya lebih namun ia tahu Humairah telah menikah tidak semuanya ia harus ketahui, gadis ini tahu batas privasi wanita yang telah bersuami.
"Baiklah, ayo tunjukkan padaku contoh proposal skripsi mu yang sudah diterima, aku mau cepat menyusul dirimu sayang agar kita bisa wisuda bersama"
Humairah tersenyum tipis, ia membuka laptopnya untuk Lola.
"Mairah, tadi aku melihat pak Alif bersama seorang wanita cantik, mereka tampak akrab"
"Aku sudah melihatnya"
"Apa kau tidak cemburu?"
"Dia bos, bukankah sudah biasa dekat dengan siapa saja termasuk banyak wanita, jadi aku tidak heran, sudah jangan bicarakan itu nanti ada yang dengar"
"Aku heran, kenapa pak Alif masih menyembunyikan pernikahan kalian?" Lola berpikir dengan mengetuk-ngetukkan jarinya di meja Humairah.
"Karena aku masih magang di sini, sudah jangan banyak tanya, ini file proposalku coba kau copy"
Lola akhirnya mengangguk saja tanpa melanjutkan pikirannya tentang suami Humairah.
Humairah menyelesaikan tugas magang dengan baik hari ini meski hatinya tidak baik-baik saja. Wanita berhijab warna hitam ini pulang dengan taksi seperti perintah suaminya.
Sampai rumah, ia membuka sebuah paper bag yang berisi pakaian kiriman mertuanya mama Rika.
Senyum Humairah mengembang, "Kenapa mama selalu mengirim pakaian seksi, sepertinya mama benar-benar berekspektasi berlebihan pada pernikahan ini, padahal putranya tidak melihat ke arahku," gumam Humairah sedih.
Ia berputar di hadapan cermin ketika memakai sebuah dress dengan motif berbunga tanpa lengan yang hanya menutupi tubuhnya sampai paha, menampilkan bentuk tubuhnya yang mungil dan cantik tanpa celah.
Humairah mendapat sebuah pikiran bahwa ingin menarik perhatian suaminya agar menggagalkan niat Alif untuk menikah dengan kekasihnya.
"Siapa yang ingin dimadu mas Alif, aku cantik dan juga menarik. Berusaha tidaklah salah, mana tahu kau jatuh dalam pesonaku juga"
Humairah bergumam di hadapan cermin, entah kenapa ia merasa bersemangat dan tertantang untuk mengambil hati suaminya agar melihat padanya seorang.
Perempuan itu keluar kamar, ia menuju dapur berniat memasak makan malam dan membuat beberapa cup kue yang terbuat dari pisang, Humairah tahu makanan kesukaan suaminya dari sang mama mertua yang tinggal cukup jauh dari tempat tinggalnya bersama Alif sekarang.
Menunggu Alif pulang bagai menunggu hujan dari langit dikala musim kemarau, begitu lama bagi Humairah yang telah menahan kantuk.
Wajahnya kembali cerah saat mendengar suara mobil Alif datang, segera Humairah menyambutnya dengan penuh cinta membuat Alif merasa heran dengan sikap istrinya itu.
Pria itu menurut saja pada Humairah yang telah menyiapkan semuanya ketika ia pulang, Alif tahu Humairah sedang menarik perhatiannya.
"Mas Alif," sapa Humairah memberi kecupan di pipi saat Alif tengah terjaga menghadap laptopnya urusan pekerjaan.
Perempuan ini mengalungkan tangannya di leher Alif dari belakang, ikut menatap laptop yang sedang menyala.
"Humairah," ucap Alif merasa kasihan pada wanita yang selalu berdandan cantik itu.
"Iya mas"
"Maafkan aku tentang tadi pagi"
Humairah mengembangkan senyumnya, ia pikir Alif telah menyesal soal percakapan tadi pagi, ia senang Alif meminta maaf, namun senyumnya pudar saat Alif menepiskan pikiran Humairah sebelumnya.
"Bisakah kau tidak bersikap seperti ini"
"Apa maksudmu?"
Humairah melepaskan Alif dan berdiri di samping pria itu menatap penuh tanya.
"Aku tahu kau sedang menarik perhatianku, aku hanya tidak ingin kau melakukan hal yang sia-sia"
"Apa? Sia-sia? Mas, aku istrimu aku hanya ingin bersikap wajar jika kita sedang berdua aku ingin kau juga menyukaiku, aku ingin kita....."
Ucapan Humairah terpotong saat Alif ikut berdiri, "Maafkan aku, kau perempuan yang baik kau cantik lagi sempurna, aku hanya tidak ingin kau terlalu berharap padaku agar mengurungkan niat untuk menikahi Aisyah, ketahuilah aku dan Aisyah telah menyiapkan persiapan pernikahan sudah dari lama."
Airmata Humairah jatuh seketika mendengarnya, jantungnya seakan berhenti saat ini.
"Apa? Sudah lama kalian menyiapkan pernikahan? Apa maksudmu mas, apa kau ingin bilang mama tidak memberi restu hingga kau mengira dengan cara menikahiku atas permintaan mama kalian bisa menikah atas izin dariku?"
Alif mengangguk, ia menatap Humairah dengan tatapan dalam, sungguh dalam hatinya juga tidak berniat menyakiti Humairah namun dengan cara itulah maka ia dan Aisyah berpikir untuk memanfaatkan kebaikan dan kepolosan Humairah sebagai menantu pilihan mamanya.
"Kau pikir aku sepolos itu mas? Aku tidak mau berbagi suami dengan perempuan lain"
"Humairah, aku akan adil padamu nantinya"
Humairah tidak menjawab, ia berlari begitu saja dari Alif menuju kamarnya, tergugu ia menangis hingga Alif menyusulnya ke kamar.
"Maafkan aku Humairah, aku menerima pernikahan ini namun maaf aku tidak bisa memberikan hatiku untukmu"
"Maaf aku juga tidak bisa mas, ini terlalu mendadak untukku bahkan kita saja masih disebut pengantin baru, aku bahkan masih merasa mimpi saat ini"
"Istirahatlah, kau pasti lelah tenangkan hatimu, aku yakin kau akan menerima semua ini dengan perlahan, aku sangat berharap itu padamu Humairah, kau penyelamat hubungan kami yang memang seharusnya telah menikah, aku hanya ingin menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas apa yang telah kami lalukan selama ini"
Humairah menoleh pada suaminya.
"Iya Humairah, aku tidak bisa meninggalkannya disaat semuanya telah ku dapatkan meski belum menjadi suami istri"
"Apa?"
Alif mengangguk, "Kami sudah tidur bersama."
Kembali Humairah menelan ludah, kali ini ia tidak berkata-kata lagi selain memejamkan matanya mencoba untuk tidak mati jantungan ketika mendengar pengakuan menyakitkan bagi dirinya saat ini.
"Mas"
"Huh..... Aku mencintainya, dia mampu mengalihkan duniaku dari cinta pertamaku yang telah hilang"
"Jangan katakan apapun, aku ingin bernapas sejenak berilah aku sedikit waktu mas Alif, aku saja masih merasa payah untuk berpijak, jangan kau tambah lagi dengan kenyataan-kenyataan lain yang tidak ingin ku ketahui, seharusnya aku sudah bisa mengira bahwa perjodohan singkat akan berakhir seperti ini"
Alif memeluk Humairah karena kasihan, namun bagi Humairah sikap Alif semakin membuatnya berpikir pria itu benar-benar sedang membujuknya saat ini.
"Bagaimana jika aku tetap tidak bisa?"
"Aku akan tetap memilihnya, aku sudah adil padamu Humairah, aku menerima mu sebagai istri meski tidak ada cinta diantara kita, seharusnya kau juga adil padaku untuk berbahagia dengan orang yang ku cintai"
"Kau benar-benar jahat mas Alif"
"Maafkan aku"
"Aku tidak bisa mas, aku belum siap dan mungkin tidak akan siap," suara Humairah seakan menghilang ditelan isak tangis.
"Apa kau lebih memilih mengakhiri pernikahan ini dan mempermalukan keluarga kita? Aku mohon Humairah, aku butuh bantuanmu"
Humairah menatap Alif tidak percaya.
"Cukup mas Alif, beri aku waktu untuk bernapas"
Humairah terisak dengan tangis sambil menarik napas dalam-dalam, Alif memeluknya lagi mengecup puncak kepalanya berulang kali membuat Humairah kian tergugu merasa sakit yang amat dalam dengan sikap Alif tetap memperlakukannya dengan baik seperti ini.
******
Humairah kembali masuk kantor keesokan harinya, ia masih belum menemukan titik terang permasalahannya.
Mata sayu nan mengantuk, Humairah bahkan melupakan sarapannya, ia tidak menemukan suaminya pulang semalam.
Setelah dari kampus, ia kembali masuk ke gedung perusahaan dimana ia magang saat ini. Langkahnya terhenti saat bertetapatan dengan Alif yang berjalan dengan seorang perempuan cantik keluar dari ruangan suaminya.
Humairah segera menunduk hormat agar tidak ada yang mencurigainya.
"Humairah"
Humairah melirik tangan suaminya yang bertaut dengan jari-jari cantik sang wanita.
"Maaf pak, saya hanya mau lewat," ucap Humairah formal, ia menganggap sedang bertemu atasannya.
"Apa kau orangnya?" ucap wanita itu pada Humairah.
Mendengar itu membuat Humairah menegakkan wajahnya yang semula menunduk. Mata mereka saling bertemu, darah Humairah berdesir tatapan itu seakan tidak asing baginya.
Setelah bertemu dengan jarak dekat seperti ini Humairah merasa wajah wanita itu begitu familiar baginya, bibir dan mata wanita itu seperti tidak asing bagi Humairah.
"Maaf"
"Aku Aisyah, aku rasa kita perlu bicara bertiga"